Judul di atas merupakan plesetan dari lagu khas orang sangir, Sangihe I Kekendage (Sangihe yang ku cinta). Pulau Matutuang, sebagaimana Sangihe memang pantas untuk dicinta, walaupun baru saja saya menginjakkan kaki di pulau kelapa ini.
Indah, menakjubkan. Inilah kesan pertama ketika melihat Pulau Matutuang. Selama setahun kedepan saya akan belajar kepemimpinan di pulau ini. Sekolah dan masyarakat adalah institusi belajarku. Murid, guru, dan anggota masyarakat sebagai pelatihku. Cukup banyak tantangan yang sepertinya harus saya hadapi. Bagaimana tidak, Pulau Matutuang merupakan pulau yang belum lama ini dihuni. Pulau kosong. Banyak pendatang yang akhirnya bermukim di sana sehingga komposisi masyarakat disana sangat beragam.
Baca juga di https://indonesiamengajar.org/cerita-pm/muhammad-amri/matutuang-i-kekendage
Berdasarkan informasi yang saya peroleh dari stakeholder Kabupaten Kepulauan Sangihe dan Pulau Matutuang, pulau ini baru mulai dihuni sekitar tahun 1980an. Itupun hanya hunian sementara para pencari ikan. Memang, Pulau Matutuang dikenal dengan berlimpahnya ikan di sekitar perairan pulau. Seorang pemancing bisa tinggal di bedeng sederhana selama 3-4 hari untuk memancing. Lama kelamaan orang mulai banyak berdatangan di pulau ini, tidak hanya untuk mencari ikan, tapi juga untuk menetap. Sekarang, sekitar 430 jiwa dengan 127 kepala keluarga menjadi penduduk tetap pulau seluas 34 hektar yang berdiameter tidak lebih dari 0,7 km ini.
Geografis
Secara geografis Pulau Matutuang berada di sebelah utara Pulau Sangihe atau Sangir (orang pulau menyebutnya daratan besar), sebelah timur adalah Kabupaten Talaud, sebelah barat adalah laut Sulawesi, dan sebelah utara negara Filipina.Pulau ini dikelilingi oleh laut. Jika anda berada di bagian bukit, anda akan dapat melihat lautan dari segala penjuru.Tinggi pulau inikurang dari 50 Mdpl. Ada tiga pulau paling dekat yaitu Mamanuk, Dumarehe, Kawio dan Kemboleng. Pulau Mamanuk berada di sebelah timur laut, sekitar 1,5-2 jam perjalanan mengunakan pumpboat dari Matutuang. Pulau ini tak berpenghuni. Biasanya pulau ini menjadi tempat favorit para penduduk pulau sekitarnya karena ikannya melimpah. Pulau Dumarehe terletak di sebelah tenggara Matutuang. Pulau ini bisa ditempuh sekitar 2 jam perjalanan menggunakan pumpboat. Pulau ini lebih kecil dari Matutuang. Sama dengan Mamanuk, pulau Dumahere tidak berpenghuni, hanya dijadikan spot memancing. Ikan disini juga sangat melimpah. Terakhir adalah Pulau Kawio dan Kemboleng. Dua pulau ini saling berdekatan. Pulau ini menjadi pulau terdekat yang berpenghuni. Jarak tempuh antara 2,5-3 jam perjalanan menggunakan pumpboat.
Panorama Pulau Matutuang sungguh cantik. Apalagi ketika senja mulai tiba. Seluruh cakrawala terlihat kuning keemasan. Hampir seluruh permukaan tanah pulau ini ditumbuhi oleh pohon kelapa. Pulau ini memiliki tiga pantai pasir putih dan satu pantai batu. Airlaut sangat jernih dan relatif bersih dari sampah. Anda bisa melihat ikan-ikan berenang di sekitar pantai. Puluhan pumpboat milik masyarakat diparkir berjajar di pinggiran pantai. Apabila cuaca cerah anda bisa melihat daratan sangir besar di sebelah selatan, pulau Kawaluso di sebelah barat daya, Pulau Mamanuk di timur laut, dan pulau batu di tenggara.
Jika malam tiba ribuan bintang berkerlip sangatterang. Hembusan angin menerpa pohon kelapa seakan tangan yang sedang melambai-lambai. Deburan ombak terdengar menerjang dermaga yang masih dalam tahap pembangunan, seakan berkejaran hendak “menyerang” perkampungan. Pasir putih bersih seakan perawan yang masih belum terjamah. Pemandangan yang tidak mudah didapatkan di perkotaan.
Sosiologis
Seluruh penghuni Pulau Matutuang adalah pendatang. Sebagian besar pendatang berasal dari Filipina. Mereka adalah warga negara indonesia yang lahir dan lama menetap di Filipina, tepatnya di pulau balut. Sebagian lagi berasal dari daratan besar sangir, dan pulau-pulau sekitarnya, sebagian kecil lainnya berasal dari kabupaten lain di Sulawesi Utara. Secara umum penduduk Pulau Matutuang dapat dibagi menjadi 4 kelompok agama yaitu golongan Kristen Kema Injil, Kristen Menara Injil, Kristen GMIST, dan Islam. Keempat kelompok ini hidup membaur dan saling menjaga keharmonisan. Dengan heterogenitas komunitas matutuang ini, mereka sangat terbuka dengan pendatang baru.
Kegiatan ekonomi
Pulau yang banyak pohon kelapa ini menjadi bagian dari kecamatan Kepulauan Marore, sampai pada tahun 2008, Pulau Matutuang secara administratif resmi menjadi desa. Pulau ini kecil dipimpin oleh seorang Kapitalaung (sebutan kepala desa di Kepulauan Sangihe). Kapitalaung dipilih oleh masyarakat dalam sebuah pemilihan yang demokratis.
Sebagian besar penduduk menggantungkan hidup dari menangkap ikan di laut lepas. Biasanya mereka memacing ikan dengan peralatan sederhana. Alat transportasi yang digunakan adalah pumpboat, sejenis perahu ber-sema (cadik) dari Filipina. Nelayan Matutuang sangat terkenal dengan keahlian menangkap ikan hiu. Sirip ikan hiu menjadi komoditas utama pulau ini. Selain ikan hiu, nelayan juga menangkap ikan cakalang, tongkol, kakap, kerapu, dan ikan besar lainnya.
Sebagian kecil sebagai pedagang kopra dan pengepul ikan. Kopra biasanya diangkut ke Tahuna dengan menggunakan Kapal Perintis yang datang 2 minggu sekali. Sedangkan ikan biasanya dijual ke tahuna, ibukota kabupaten sangihe dengan menggunakan transportasi pumpboat.
Ada pula yang mengelola toko yang menyediakan kebutuhan sehari-hari. Barang kebutuahan ini sebagaian diambil dari Tahuna, sebagian lainnya diambil dari Filipina. Cukup banyak produk Filipina yang dibawa ke Pulau Matutuang baik secara legal maupun ilegal oleh nelayan. Produk Filipina ini antara lain minuman bersoda, ikan kaleng, peralatan mandi, barang pecah belah, dan barang-barang rumah tangga lainnya.
Pulau yang sangat dekat dengan Negara Filipina ini dijaga oleh satuan penjaga perbatasan dari TNI AD. Mereka secara bergantian 6 bulan sekali. Selain menjaga perbatasan, mereka juga bertugas untuk membina masyarakat agar loyal dengan NKRI, cinta pada tanah air.
*
Sayup-sayup terdengar anak-anak SD menyanyikan lagu khas sangihe.
Sangihe ikekendage sarang papateku
Sidutung makaluase dalungu naungku
Maningpia dade dala
Lumembong bantuge
Takere soang sangihe maning kurang damene
Soa kinariadiangku sangihe 2x
Ene ene naungku taku tetahendungang
Soa kinariadiangku sangihe
Sangihe yang ku cintai sampai akhir hayatku
Sesuatu yang membahagiakan hatiku
Biarpun di luar sana
Lebih makmur
Meskipun sunyi, sangihe lebih indah
Tempat kelahiranku sangihe
Tempat kelahiranku sangihe
Itulah yang selalu ku kenang
Tempat kelahiranku sangihe
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H