Sebelum mengikuti meeting dengan sejumlah rekan yang tergabung dalam Komunitas Sahabat Flores beberapa waktu yang lalu untuk membahas rencana pengiriman sejumlah mahasiswa lulusan pertanian asal NTT ke sebuah Negara yang sangat terkemuka dalam industri pertanian, saya sempat posting falsafah Lao Tzu dalam dinding Facebook saya. Falsafah tersebut bunyinya sebagai berikut:
"Pergilah dan temuilah masyarakatmu. Hiduplah dan tinggalah bersama mereka. Cintai dan berkaryalah dengan mereka. Mulailah dari apa yang mereka miliki. Buatlah rencana dan bangunlah rencana itu, dari apa yang mereka ketahui. Sampai akhirnya ketika pekerjaan usai mereka akan berkata 'kami telah mengerjakannya' "
Setelah kembali dari meeting yang cukup panjang, saya coba membaca lagi falsafah ini. Dari hasil permenungan singkat terbersit sosok pemimpin yang menurut saya sangat memahami dan mendalami falsafah ini. Dialah Joko Widodo (Jokowi), Presiden Republik Indonesia sekarang ini dan mantan Gubernur DKI.
Sejak dilantik menjadi Gubernur dan juga Presiden hingga saat ini, Jokowi selalu melakukan ‘blusukan’ (mengunjungi tempat-tempat yang jarang dikunjungi) untuk melihat dari dekat kehidupan masyarakat. Meski ia dicerca oleh berbagai pihak terutama dari para wakil rakyat di DPR dan MPR, ia sepertinya tidak peduli.
Ia mendatangi warga terutama masyarakat kecil (akar rumput), berdiskusi dan menyelami seluruh kehidupan mereka. Ia temui mereka, tinggal bersama mereka meski untuk beberapa jam. Dengan tinggal dan ada bersama masyarakat, Jokowi kemudian tahu betul persolaan mendasar yang dihadapi oleh masyarakatnya. Semua keluhan, harapan dan keinginan masyarakat diserap dan ditampungnya. Dengan cara seperti ini ia langsung mengetahui persoalan dasar yang dihadapi oleh masyarakatnya. Ia tidak dengar hanya dari para Menteri, Gubernur dan Bupati yang dalam tanda kutip mungkin hanya menginformasikan yang baik-baik saja (ABS= asal bapa senang).
Dengan cara ini Jokowi menunjukan kepada kita bahwa menjadi pemimpin yang dicintai rakyat harus dekat dan ada bersama rakyatnya. Pemimpin yang hebat bukan dengan jarik telunjuk didepan tapi meransek tanah (menggengam) dengan tanganya bersama rakyatnya. Ia memimpin bukan dari balik meja tapi dari lapangan. Bak seorang pemimpin perang, Jokowi memimpin perang tidak dari atas kereta perang tetapi ikut berperang untuk membakar semangat para serdadunya.
Ia menunjukan cintanya yang sungguh kepada masyarakatnya. Kecintaan yang sungguh itu ia wujudkan dalam kesungguhan ia bekerja. Ia meluangkan banyak waktu untuk bersama dan memikirkan nasib rakyatnya. Tidak seperti kebanyakan para pemimpin daerah yang lebih enjoy studi banding untuk sekedar mencari hiburan tambahan dan tentu uang saku dari uang perjalanan dinas.
Ia berkarya bersama mereka. Dia berusaha menepati janji-janjinya. Bukan seperti kebanyakan pemimpin yang suka janji-janji tapi tidak pernah menepatinya. Janji-janji pada saat ia berkampanye terus ditepati tahap demi tahap sesuai prioritas yang telah dia rancang secara sangat sistimatis.
Ia bersama wakilnya Jusuf Kalla dan sebelumnya Basuki Tjahaja Purnama memulai dari apa yang masyarakat Indonesia dan Jakarta miliki. Ia membuat rencana dan membangun rencana itu dari apa yang masyarakat ketahui dan alami. Pola partisipasi masyarakat ini sungguh-sungguh dilakukan oleh Jokowi.
Sikap tegas Jokowi terlihat jelas. Ia tegas terhadap semua orang tidak padang bulu baik itu para biroktrat maupun para pengusaha kakap. Netralitas sikap Jokowi ini patut diteladani. Terkadang para pemimpin lemah ketika berhadapan dengan para cukong-cukong berkantong tebal atau para birokrat berpengaruh.
Ia tidak takut kehilangan jabatannya, karena ia yakin ia mengerjakan itu untuk kepentingan rakyat. Saya percaya dihati kecil Jokowi, ia bergumam “kalau anda (birokrat dan cukung-cukong) melawan saya, anda akan berhadapan dengan rakyat saya”. Sepertinya Jokowi yakin bahwa ‘People Power’ telah terbukti kekuatannya dalam sejarah peradapan manusia. Ini yang membuat Jokowi semakin yakni dengan apa yang dia lakukan untuk masyarakatnya. Ia ada, bersama dan untuk masyarakat. Tak heran ia sekarang menjadi model kepemimpinan di dunia.