Perjuangan sebagian kecil orang Papua untuk mendirikan negara papua yang terlepas dari Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), saat ini tengah menjadi isu seksi yang hampir tiap hari menghiasi halaman sejumlah situs dan berbagai media massa. Para pejuangnya kini hadir dengan berbagai nama organisasi baru. Ada KNPB, ada ILWP/IPWP, ada DAP dan masih banyak lagi yang lain. Dari sekian banyak nama tersebut, ada sebuah nama yang nyaris tak pernah lekang dimakan zaman, dan tak pernah kalah populer dari organisasi-organisasi baru bikinan para petualangan politik yang kini menjamur di banyak tempat, baik di wilayah Papua maupun di luar negeri. Nama itu ialah Organisasi Papua Merdeka atau OPM. Nama ini telah menjadi icon dari perjuangan papua merdeka. Wadah gerakan separatis papua yang didirikan tahun 1965 ini memang sudah sangat mendunia. Gerakan yang lahir sebelum terjadinya integrasi Papua Barat ke dalam NKRI ini merasa bahwa mereka tidak memiliki hubungan sejarah dengan negara yang bernama Indonesia maupun negara-negara Asia lainnya. Menurut cerita yang diwariskan kepada mereka oleh generasi sebelumnya, penyatuan wilayah ini ke dalam NKRI tahun 1969 merupakan buah dari perjanjian antara Belanda dengan Indonesia di bawah tekanan Amerika dan PBB. Perjanjian tersebut oleh OPM dianggap sebagai penyerahan dari tangan penjajah yang satu kepada penjajah lainnya. Sebagai bentuk protes sekaligus sikap politik para pejuang awal (OPM), maka pada 1 Juli 1971, Nicolaas Jouwe dan dua komandan OPM yang lain, Seth Jafeth Raemkorem dan Jacob Hendrik Prai menaikkan bendera Bintang Fajar serta memproklamasikan berdirinya Republik Papua Barat. Sikap politik yang persis sama dengan yang dilakukan oleh Soekarno-Hatta di Pegangsaan Timur, Jakarta, pada 17 Agustus 1945. Republik Papua Barat ternyata hanya seumur jagung karena segera dapat ditumpas oleh militer Indonesia dibawah perintah Presiden Soeharto. Mereka tak patah arang. Tahun 1982 mereka mendirikan Dewan Revolusioner OPM. Sementara sayap militernya diberi nama Tentara Pembebasan Nasional atau TPN-OPM. Wadah baru ini didirikan untuk menggalang dukungan masyarakat internasional agar mau merestui kemerdekaan wilayah tersebut. Mereka mencari dukungan antara lain melalui PBB, GNB, Forum Pasifik Selatan, dan ASEAN. Dukungan yang mereka harapkan tampaknya tinggal harapan, karena lembaga-lembaga itu juga menghargai etika berbangsa dan bernegara termasuk kepada Indonesia yang memang sudah berdaulat penuh. Di bawah permukaan mungkin mendukung, namun tidak “berani” memberikan restu secara terang-terangan. Orientasi perjuanganpun dibenahi, tidak lagi semata-mata untuk merdeka, tetapi juga untuk meminta perhatian Pemerintah pusat untuk serius mengurusi persoalan yang menyebabkan Papua tertinggal dari wilayah-wilayah lainnya. Foto-foto ini memperlihatkan sekelumit sisi keseharian mereka di tengah belantara Papua yang bergerilya demi mewujudkan negara papua barat yang terpisah dari Negara Kesatuan Republik Indonesia. Tak ada yang bisa memastikan, mereka ini generasi ke berapa dari pejuang awal OPM. Mereka tampak menyatu dengan alam. Alam Papua nan asri, warisan nenek moyang mereka yang setiap jengkalnya harus dipertahankan dengan segenap jiwa dan raga. Mereka seakan tak peduli bahwa di kampung-kampung sudah ada program RESPEK untuk menyerap dana Otsus triliunan rupiah. Mungkin mereka juga tak tahu bahwa di ibukota para elit politik papua merdeka tengah sibuk mempersiapkan kongres rakyat papua ke-3. Mungkin mereka juga tak peduli kalau para elit itu kini sedang saling sikut untuk menjadi yang terpopuler dari pejuang lainnya. Dan mungkin mereka juga tak peduli, apakah papua merdeka itu sudah tercapai, sudah dekat, masih lama atau bahkan mustahil untuk dicapai. Yang ada dalam pikiran mereka adalah berjuang….dan terus berjuang serta “menikmati” perjuangan itu sebagai sebuah panggilan jiwa. SELAMAT BERJUANG KAWAN…..!!!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H