Mohon tunggu...
Kanis WK
Kanis WK Mohon Tunggu... -

Pelayan Umat di Mindiptana, dan guru keliling di Merauke.\r\nPeduli pada masalah sosial dan kesejahteraan orang kecil

Selanjutnya

Tutup

Politik

Di PBB, Status Politik Papua Belum Final?

18 April 2012   05:15 Diperbarui: 25 Juni 2015   06:29 920
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
13347260261831656798

[caption id="attachment_172366" align="aligncenter" width="400" caption="Gambar : westpapuansunitednations.blogspot.com"][/caption]

Judul tulisan ini persis sama dengan judul berita media online lokal “Bintang Papua” yang mengulas pendapat seorang praktisi hukum Yan Christian Warinussy tentang status politik wilayah Papua. Sebuah tema yang sudah terlalu sering disuarakan oleh para aktivis Papua merdeka, namun hingga kini belum ada kemajuan yang cukup berarti.

Menurut Yan Christian Warinussy, berdasarkan dokumen-dokumen penting yang terdapat di Sekretariat Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang ia pelajari terkait PEPERA atau Act of Free Choice, status politik Tanah Papua di PBB sebenarnya belum final. Karenanya, masih dapat digugat dan atau dipersoalkan kembali oleh rakyat Papua secara hukum.

http://bintangpapua.com/headline/21775-di-pbb-status-politik-papua-belum-final

Pendapat Wariussy itu didukung seorang politisi lokal Yulius  Miagoni,  SH (Sekretaris Komisi  A  DPR Papua). Menurutnya,  rakyat Papua secara hukum dapat mempersoalkan status politik Tanah Papua di Pengadilan Internasional. Selama ini Indonesia selalu disoroti, padahal kemajuan kasus Papua tidak ada sama sekali. Justru yang ada adalah adu domba dan akhirnya nyawa manusia tidak bersalah yang jadi korban.

http://bintangpapua.com/headline/21856-sekjen-pbb-dituntut-bertanggung-jawab

Pendapat kedua tokoh Papua tersebut memang menarik untuk diulas. Kendati hal ini sudah sering dilakukan, tetapi upaya untuk meluruskan sebuah persepsi yang terlanjur “miring” atau “dimiringkan” oleh kepentingan politik tertentu, memang butuh kesabaran ekstra, dan harus continu.

Saya bukan ahli sejarah, dan juga bukan politisi. Saya adalah bagian dari anak bangsa yang kebetulan terlahir di Tanah Papua. Opini-opini yang terus dikembangkan oleh para aktivis Papua Merdeka terkait status politik wilayah Papua adalah sama dan sebangun dengan pendapat kedua tokoh diatas. Bahkan saat ini sudah ada ILWP (International Lawyer for West Papua) yang bermarkas di London. Lembaga ini didirikan tahun 2008 yang katanya akan membawa kasus Papua ke Mahkamah Internasional.

Tapi faktanya, belum ada satupun langkah hukum yang sudah mereka kerjakan sebagaimana semangat awal ketika lembaga itu dibentuk. Yakni membawa PEPERA ke ranah hukum internasional. Justru apa yang mereka kerjakan saat ini cenderung hanya berkampanye dari satu benua ke benua lain terkait isu-isu pelanggaran HAM di wilayah Papua.

Mengapa? Karena membawa PEPERA ke ranah hukum internasional tidaklah semudah membalikkan telapak tangan. Ada sejumlah prasyarat yang harus dipenuhi, dan itu tidaklah mudah.

Pendapat Pakar Hukum Internasional

Yang berhak meminta untuk meninjau kembali sebuah Resolusi PBB adalah negara anggota atau alat-alat perlengkapan yang ada dalam PBB. PBB merupakan organisasi dimana anggotanya adalah negara. Bahkan untuk melakukan judicial review terhadap resolusi yang dikeluarkan oleh PBB adalah sesuatu yang tidak dikenal. (Hikmahanto Yuwana, status yuridis Pepera di Irian Jaya dalam perspektif Hukum Internasional).

Sejalan dengan itu, seorang ahli hukurn internasional dari Inggris, ND White, dalam penelitiannya menyebutkan bahwa “There is no established procedure in the UN Charter or in the Statute of the ICJ for decisions of the organs of the UN to be reviewed by the Court …” (Tidak ada prosedur yang ditetapkan dalam Piagam PBB atau dalam Statuta ICJ, bahwa keputusan dari organ-organ PBB dpat ditinjau kembali oleh Pengadilan ..)

Selain kendala teknis tersebut, dari sisi substansi PEPERA sudah memiliki landasan hukum, yakni Resolusi PBB No. 2504  yang dikeluarkan Majelis Umumn PBB tanggal 19 Nopember 1969. Resolusi ini diusulkan oleh 6 negara dan diterima oleh Majelis Umum PBB dengan imbangan suara 84 setuju, tidak ada yang menentang dan 30 abstein. Dengan tidak dipermasalahkan PEPERA oleh negara manapun menunjukan bahwa, Pepera diterima oleh masyarakat internasional. Artinya, Irian Jaya sebagai bagian dari NKRI telah diakui oleh masyarakat internasional.

Dengan demikian, maka Resolusi PBB 2504 merupakan penegasan pengakuan PBB atas kedaulatan NKRI terhadap Papua, dan karena itu setiap upaya untuk memisahkan Papua dari NKRI merupakan penentangan terhadap hukum internasional yang berlaku, termasuk piagam PBB itu sendiri.

Pada tahun 1965, misalnya, PBB mengeluarkan sebuah Resolusi yang menolak keabsahan secara hukum dari deklarasi sepihak atas kemerdekaan dari Rhodesia. Dalam Resolusi tersebut, PBB meminta negara-negara anggota untuk tidak mengakui proklamasi yang dilakukan oleh Rhodesia.

Dalam konteks tersebut diatas resolusi yang dikeluarkan oleh PBB untuk mengakui hasil PEPERA harus dianggap sebagai dokumen yang menentukan bahwa act of free choice telah dilakukan (walaupun dengan sistem perwakilan) dan hasil Pepera diterima dengan baik sebagai suatu hal yang FINAL.

Sehebat apapun ILWP, ia bukan negara atau alat kelengkapan PBB. Mungkin lebih pas kalau ILWP disejajarkan dengan lembaga swadaya masyarakat (LSM / NGO). Karena itu, tidak mungkin sebuah NGO atau gerakan (movement) meminta peninjauan kembali atas putusan atau resolusi yang dikeluarkan oleh PBB.

Kepada para ahli hukum dan politisi lokal di Papua serta para aktivis Papua merdeka, tolong stop sudah membohongi kami generasi muda Papua, dengan opini-opini sesat tentang PEPERA. Saya menggaris bawahi pesan wakil rakyat Papua (Yulius  Miagoni,  SH) di atas,  mari kita hentikan adu domba.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun