[caption id="attachment_179005" align="aligncenter" width="405" caption="Foto : zonadamai@worldpress.com"][/caption]
Pada bagian-1, sudah diuraikan tentang data-data penduduk asli Papua sesuai data Badan Pusat Statistik (BPS) Papua sesuai hasil Sensus Penduduk (SP) Tahun 2010 dan beberapa data otentik lainnya dari BPS Papua sejak tahun 2000. Juga dibeberkan hasil riset seorang akademisi dari University of SydneyJim Elmslietahun 2010.
http://politik.kompasiana.com/2012/05/25/isu-genosida-di-papua-terbantahkan-bagian-1/
Berikut ringkasannya :
1.SP 2010 yang dilakukan petugas BPS Papua tercatat jumlah penduduk di Provinsi Papua 2.83 juta jiwa, dan di Prov. Papua Barat 570 ribu jiwa. Dari jumlah tersebut, jumlah penduduk asli Papua sebanyak 2.159.318 (di Prov. Papua) dan di Papua Barat hampir 300 ribu jiwa (51,67%).
2.Sementara hasil riset Jim Elmslie dari University of Sydney tahun yang sama mencatatjumlah Orang Asli Papua di Propinsi Papua dan Papua Barat hingga tahun 2010 mencapai 3,612,85641.
3.Dalam laporan berjudul “West Papuan Demographic Transition and the 2010 Indonesian Census: “Slow Motion Genocide” or not?” yang diterbitkan oleh University of Sydney, Centre for Peace and Conflict Studies, Jim juga melaporkan bahwa jumlah Orang Asli Papua pada tahun 1971 sebanyak 887,000 dan tahun 2000 meningkat menjadi 1.505.405. Sementara SP BPS Papua tahun yang sama (tahun 2000) menunjukkan jumlah penduduk asli Papua sebanyak 1.460.846 jiwa (Kompas, 15/06/2002).
Menurut perkiraan para aktivis Papua mestinya jumlah penduduk asli Papua bisa mencapai 6 juta jiwa. Angka itu mereka bandingkan dengan pertumbuhan ras Melanesia di negara tetangganya (PNG) yang saat ini mencapai 7,7 juta jiwa. Mereka juga membandingkan tahun 1969, penduduk PNG 2,5 juta jiwa, dan tahun 2000 meningkat menjadi5.299.000 jiwa.Mengapa ras Melanesia di Tanah Papua hanya separuh dari PNG, menurut mereka lantaran telah terjadi upaya sistematis genosida oleh Pemerintah Indonesia (Tabloid Jubi,3 April 2008).Benarkah demikian ?
Faktor Penyebab
Para aktivis Papua lupa memperhitungkan bahwa ada banyak faktor penyebab mengapa penduduk asli Papua dari tahun 1971 hingga tahun 2000 pertambahannya tidak sampai 50 persen, sedangkan di PNG bertambah lebih dari 100 peresen. Beberapa diantaranya adalah masalah akses terhadap fasilitas kesehatan, masalah budaya, perang antar-suku, emigrasi akibat konflik politik di masa lalu, dsb. 1. Angka kematian bayi
Angka kematian bayi di Papua hingga kini masih tergolong tinggi. Hal itu pernah diungkapkan Kepala Bidang Kesehatan Keluarga dan Kesehatan Masyarakat Dinas Kesehatan Provinsi Papua Marthen Sagrim, SKM, M.Kes. Menurutnya, data tahun 2008 menunjukan angka kematian bayi di Papua mencapai 22 persen. Prosentase ini didasarkan pada angka cakupan pelayanan kunjungan bidan kepada ibu yang melahirkan nifas pertama (bayi baru lahir) yang hanya 32 persen di tahun 2008.”Ini artinya bahwa sebagian besar ibu-ibu hamil kita yang melahirkan belum ditolong oleh tenaga kesehatan yang terlatih,” jelasnya sebagaimana dikutip Cenderawasih Pos.
http://www.batukar.info/news/angka-kematian-bayi-di-papua-masih-tergolong-tinggi
Hal ini juga dibenarkan Kepala Dinas Kesehatan Papua, Bagus Sukasuara, dan Direktur Bina Kesehatan Ibu Departemen Kesehatan RI, Sri Hermiyanti Yunizarman, pada diskusi panel Upaya Percepatan Penurunan Angka Kematian Ibu dan Bayi, Jumat (21/11/2008) di Jayapura, Papua.
Bagus mengatakan, angka kematian ibu melahirkan menurut data BPS Tahun 2006 di Papua sebanyak 396 per 100.000 kelahiran hidup dan kematian bayi sebanyak 52. Kondisi ini disebabkan antara lain kurangnya tenaga bidan atau tenaga kesehatan terlatih.
"Bidan di Papua kurang banyak. Untuk dapat menjangkau pelayanan sampai ke masyarakat di desa-desa, berdasarkan topografi daerah dibutuhkan tenaga bidan 300 sampai 1.500 orang. Untuk bertugas di Papua diperlukan sepatu yang bagus dan kaki yang kuat," kata Bagus.
http://nasional.kompas.com/read/2008/11/21/18560181/Tinggi.Kematian.Ibu.Melahirkan.dan.Bayi.di.Papua
2. Budaya Melahirkan
Budaya melahirkan di pinggir sungai dan mengungsikan wanita Papua yang hendak melahirkan di pondok yang terpisah dari rumah tinggal. Pengalaman Dr. Antie Soleman yang sudah 25 tahun membantu orang Papua di daerah pedalaman, sebagaimana dipublikasikan The Jakarta Post 6 Januari 2012.
http://www.thejakartapost.com/news/2012/01/06/antie-soleman-fighting-papua0.html