[caption id="attachment_176959" align="aligncenter" width="550" caption="salah satu pesawat cargo buatan Rusia, Antonov Tipe AN-48 yang sudah beroperasi di wilayah Papua. Gambar : wikipedia"][/caption] Heboh jatuhnya pesawat Sukhoi Superjet 100 di Gunung Salak, Bogor beberapa hari lalu, jelas akan mempengaruhi masa depan pemasaran pesawat tersebut di Tanah Air. Tetapi sebetulnya, Sukhoi Superjet 100 bukanlah pesawat pertama buatan Rusia yang beroperasi di Indonesia. Sudah adajenis lainnya yang sudah lama digunakan, seperti Pesawat Antonov dengan tiga tipe, yaitu Antonov tipe AN-12, AN-26 dan AN-48. Pesawat ini beroperasi di wilayah Papua dan digunakan sebagai pesawat cargo. Antonov Tipe AN-12 digunakan oleh Perusahaan Jayawijaya Dirgantara Air, dengan kapasitas angkut 40 ton. Sedangkan Antonov tipe AN-26 dan AN-48 adalah milik PT Manunggal Air dengan kapasitas angkut di atas 40 ton. Setiap harinya pesawat-pesawat itu mengangkut berbagai bahan logistik, besi konstruksi jembatan, serta beras bulog yang melayani rute Jayapura-Wamena. http://www.metrotvnews.com/read/newsvideo/2012/05/12/150882/Pesawat-Bikinan-Rusia-Ternyata-Digunakan-di-Papua/ Rabu, 13 Juli 2011, Pesawat cargo AN-12 pernah tergelincir di Bandara Wamena, Jayawijaya, Papua, karena ban belakang pecah saat mendarat. Saat itu AN-12 sedang dikontrak oleh PT Survai Udara Penas dan dipiloti warga Rusia yaitu Kapten Victor Sichev dengan kopilot Igor Avramenko. [caption id="attachment_176960" align="aligncenter" width="421" caption="Antonov AN-12 dengan dua baling-baling terperosok di Bandara Wamena (13/7/2011). Foto : Antara"]
Pesawat AN-12 tadinya adalah pesawat angkut militer Rusia. Kini Rusia telah memproduksi jenis baru, yaitu AN-70 untuk menggantikan AN-12 sebagai pesawat angkut militer.
Rusia Pernah Berjasa di Papua
Terlepas dari musibah yang menimpa Sukhoi Superjet 100 di Gunung Salak Bogor,di masa lalu kehebatan teknologi militer Rusia telah berjasa bagi Indonesia dalam rangka mempertahankan kedaulatan NKRI di Papua. Tahun 1960-an, sebelum Bung Karno mengeluarkan maklumat Trikora di Yogyakarta, ia sudah mengirim utusan ke Sovyet untuk membeli peralatan perang guna mengusir Belanda dari Tanah Papua.
Dengan pasokan armada perang baru dari Rusia senilai US$ 2.5 milyar, kekuatan militer Indonesia saat itu menjadi yang terkuat di seluruh belahan bumi selatan. Salah satu kapal yang dibeli dari Sovyetadalah kapal perang paling hebat, yaitu Sverdlov, dengan 12 meriam raksasa kaliber 6 inchidengan bobot raksasa 16.640 ton. Kapal ini kemudian diberi nama KRI Irian.
[caption id="attachment_176965" align="aligncenter" width="495" caption="KRI Irian, buatan Rusia. Foto : /www.indonesiamatters.com"]
KRI Irian memang belum pernah sedikit pun terlibat perang hebat di permukaan laut di perairan Indonesia. Karena ketika KRI Irian memasuki perairan Indonesia tanggal 5 Agustus 1962, kapal induk Kerajaan Belanda Hr.Ms. Karel Doorman segera diperintahkan untuk menyingkir dari perairan NKRI guna menghindari kontak langsung dengan KRI Irian.
Belanda yang dengan dukungan Barat sedang merancang muslihat membentuk negara boneka di Papua, akhirnya angkat kaki, meninggalkan janji merdeka kepada tentara OPM yang dibentuknya. Kini OPM kebingungan, mau menagih janji kepada siapa : kepada Belanda atau kepada PBB. Padahal kemerdekaan itu sudah ada di tangannya bersama Indonesia. Janji merdeka ini seakan menjadi virus bagi orang Papua sendiri.
Kiranya tragedi Sukhoi tidak membuat kita sebagai bangsa kapok untuk berhubungan baik dengan bangsa lain yang memiliki keunggulan di bidang teknologi, termasuk Rusia. Apalagi, teknologi perang Rusia di masa lalu telah berjasa bagi perjuangan bangsa Indonesia dalam mempertahankan Papua dari arogansi bangsa Barat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H