Pada kurikulum 2013 telah ada upaya cukup serius mengelaborasi literasi membaca dan menulis bagi siswa. Dikembangkan kemudian oleh Kurikulum Merdeka (KM). Meskipun dalam tataran praksisnya belum mendekati ideal, pembelajaran literasi patut diapresiasi.
Kemampuan literasi tidak muncul dengan sendirinya---pada satuan pendidikan misalnya diperlukan membangun ekosistemnya terlebih dahulu. Mulai dari ketersediaan perpustakaan, majalah dinding, ruang literasi bagi peserta didik, ataupun kesediaan pendidik yang literat.
Dari ekosistem yang ada, kemudian dibangun pembiasaannya. Pembiasaan literasi tahap permulaan adalah pembiasaan pembaca. Setiap satuan pendidikan punya kiat tersendiri meramu pembiasaan membaca.
Hanya saja pembiasaan membaca sering kali tidak memberi impak apapun alias stagnan. Alih-alih pembiasaan menghasilkan karakter dan budaya, yang terjadi pembiasaan bersifat formalitas belaka.
Gagalnya mengelaborasi pembiasaan membaca menjadi karakter, karena berbagai faktor salah satunya kurangnya keteladanan pendidik memberi contoh. Pemberian contoh dapat dilakukan dengan pembiasaan pendidik membaca buku cetak. Serta contoh kebiasaan membeli buku dan membedah isinya.
Belajar dari satuan pendidikan yang sumber dayanya lengkap---membedah buku-buku pendidikan dari berbagai pakar jadi kegiatan rutin per semester. Â Bedah buku ini sekian dari ragam cara meningkatkan kualitas pembelajaran. Secara tidak langsung hal semacam ini akan menyentuh literasi dasar peserta didik.
Selain itu teladan yang bisa dijadikan alternatif memberikan reward/hadiah terhadap siswa-siswi berprestasi bidang akademik dan non-akademik berupa buku bacaan. Pun pemberian hadiah yang sifatnya seremonial semisal perayaan ulang tahun diupayakan kadonya berupa buku.
Memberi keteladanan dengan pembiasaan membaca sangat relevan dengan kekinian. Menurut pakar, membaca buku cetak lebih menguatkan memori jangka panjang daripada membaca buku digital. Mengingat kita sedang transisi dari era digital ke era kecerdasan artifisial (AI) membiaskan buku cetak untuk penguatan literasi menemukan momentumnya.
Bahkan di negara dengan pendidikan terbaik di dunia seperti Finlandia dan Swedia. Sebagaimana dilansir media Kompas, yang tersebut terakhir mengembalikan pola membaca buku cetak bagi siswa-siswi pendidikan dasar setelah menemukan dampak negatif dari Gawai. Oleh karena itu pembiasan membaca diseleraskan dengan keteladanan peserta didik agar penguatan literasi menjadi optimal.
Lombok Tengah, 110124