Di tengah pesatnya perkembangan budaya dan kuliner yang melimpah, Indonesia telah lama dikenal sebagai surga bagi para pencinta makanan. Salah satu bahan yang tak terpisahkan dalam setiap hidangan Indonesia adalah gula. Sebelumnya, apakah kalian tahu kapan pertama kali gula ditemukan?
Para ahli menyebutkan gula sudah dikenal sejak 8000 tahun sebelum masehi (SM). Gula dikenal oleh masyarakat di Polinesia sejak ribuan tahun lalu dari tanaman yang kini kita sebut sebagai tebu. Gula pertama kali diketahui tercatat di Inggris pada tahun 1099. Pada masa ini gula menjadi barang yang berharga atau mewah sampai disebut sebagai emas putih. Tapi, seiring dengan berjalannya zaman dan bertumbuhnya teknologi industri yang semakin efesien, gula akhirnya bisa diproduksi dengan jumlah melimpah dan harganya menjadi semakin murah.
Kini, semua orang dari berbagai kalangan bisa menikmati manisnya gula baik pada makanan, minuman hingga camilan. Hal ini menjadikan gula menjadi bagian tak terhindarkan dari pola makan sehari-hari kita. Gula hadir dalam berbagai bentuk dan varian, dari teh manis khas pedagang kaki lima, jajanan pasar tradisional, dan hampir di dalam setiap bumbu masakan.
Kebiasaan mengonsumsi makanan dan minuman manis ini juga dipengaruhi dengan kemudahn aksesibilitas dan popularitasnya. Makanan dan minuman tersebut dapat mudah ditemukan di supermarket dan sekitaran masyarakat Indonesia. Tidak heran jika makanan minuman manis ini sudah menjadi budaya bagi sebagian masyarakat Indonesia.
Tentu saat hari-hari besar, seperti lebaran atau sekedar menjamu tamu, masyarakat sudah terbiasa untuk menyuguhkan makanan dan minuman manis. Mulai dari olahan sendiri sampai makanan dan minuman manis dalam kemasan. Budaya ini tidak akan ditolak dari kalangan apapun. Anak-anak hingga lansia pun sudah terbiasa mengonsumsi dan menyukai rasa manis dalam olahan apapun, ini membuktikan bahwa gula sudah menjadi bagian tak terpisahkan dari pola makan sehari-hari.
Berdasarkan hasil survei Kurios-Katadata Insight (KIC), hanya sedikit masyarakat Indonesia yang terbiasa menghitung asupan gula harian. Secara total, hanya ada 30% responden yang sering menghitung asupan gula hariannya, dengan rincian 24,5% responden mengatakan sering, dan 5,4% sangat sering. Di sisi lain, ada 70% responden yang tidak terbiasa melakukan hal tersebut. Rinciannya, 21,3% responden mengatakan tidak pernah, 15,4% sangat jarang, dan 33,5% jarang. Survei tersebut menjelaskan tidak sedikit masyarakat Indonesia yang masih belum sadar asupan gula hariannya.
Berdasarkan hal tersebut, perlu dilakukan upaya untuk mengatur tingkat konsumsi gula harian. Pemerintah Indonesia melalui Permenkes nomor 30 tahun 2013, telah mengatur kewajiban badan usaha untuk mencantumkan kandungan gula dalam bentuk label gizi makanan. Dengan tujuan memudahkan konsumen mengetahui berapa jumlah asupan gula harian yang telah dikonsumsi. Namun sayangnya, masih rendahnya keinginan masyarakat untuk membaca dan memahami label gizi makanan.
Ditambah maraknya iklan produk makanan dan minuman manis ditayangkan secara massif dalam televisi dan media sosial, ternyata memberikan pengaruh terhadap pola konsumsi masyarakat. Tak jarang juga dalam media sosial para food vlogger berlomba-lomba membuat konten dan mempromosikan makanan minuman manis dari berbagai merek dagang. Salah satu tren makanan manis yang sudah tidak diragukan lagi kepopulerannya yaitu martabak manis yang kerap disebut terang bulan. Tren martabak manis ini cukup ramai membuat para food vlogger membuat konten dan membagikan video di media sosial yang mana mereka tengah menyantap martabak dalam porsi jumbo dengan topping yang menggunung.
Di dalam video akun TikTok @hendry.jonathan ditunjukkan martabak yang diolesi mentega dan diberi topping menggoda lalu ditambah pula kental manis di atasnya dengan maksud membuat para followersnya menelan air liur dan segera ingin menyantapnya. Tidak hanya satu konten video itu saja, berbagai akun food vlogger lainnya ikut membuat konten dan mengajak para followersnya untuk mecoba juga. Melansir dari halaman hello sehat hanya dalam sepotong martabak manis sudah terdapat 270 kalori. Jumlah kalori ini didapat dari komposisi bahan pembuatan dan tambahan topping.
Konon katanya, segala yang berlebihan itu bukan hal yang baik. Pernyataan tersebut juga berlaku pada martabak manis. Dengan ukuran porsi dan topping 'berlebihan' itu menjadikan sebuah makanan dengan level manis yang berlebihan. Bayangkan dalam setiap gigitan martabak jumbo tersebut berapa banyak gula yang akan masuk ke dalam tubuh kita. Mengonsumsi makanan manis berlebihan tentu akan berdampak terhadap aspek kesehatan, salah satunya dapat menyebabkan diabetes. Penyakit diabetes adalah kondisi terganggunya produk insulin, yakni hormon yang bisa mengontrol kadar gula dalam darah dan mengubah glukosa menjadi energi. Jika produksi insulin terganggu bisa menyebabkan gula menumpuk di dalam darah, dan berpotensi menimbulkan penyakit seperti serangan jantung, tekanan darah tinggi, kebutaan, dan gagal ginjal. Menurut laporan International Diabetes Federation (IDF), jumlah penderita diabetes tipe 1 di Indonesia mencapai 41.8 ribu orang pada 2022. Angka tersebut menjadikan Indonesia sebagai negara dengan penderita diabetes terbanyak di ASEAN.