Wanitaku, pernah kutulis puisi tentang pohon. Tentang pohon karet yang pernah terbuang, kupungut dan kutanam kembali di bahu sungai. Aku bangga melihatnya tumbuh subur menjadi pohon yang kuat melindungi bibir sungai dari terjangan derasnya arus. Juga tentang pohon kemuning yang kurawat sejak kecambah, kemudian tumbuh dan berbunga. Bunga yang khas yang menyebar wangi ketika hari beranjak malam. Kemuning bukan sekedar bunga, ia adalah pohon yang dari buahnya menurunkan generasi baru yang kualitasnya sama dengan dirinya.
Wanitaku, pernah kutulis puisi tentang air dan hujan. Tentang hujan yang hanya menjalankan kodratnya, turun dari langit sebagai anugrah Tuhan untuk seisi semesta alam. Tentang air yang mengalir dari bagian bumi yang lebih tinggi ke bagian lain yang lebih rendah, mengisi relung-relung kosong dan membasahi yang kering.
Wanitaku, pohon dan bunga, air dan hujan, adalah anak kandung semesta. Yang dengan ketulusannya memberi manfaat dan dengan kearifannya memberi inspirasi. Ada spirit lebih ketika kutulis tentang mereka.
Wanitaku, ketika kutulis tentangmu semesta memberiku beribu kata yang bisa kutemukan. Tapi hanya ada satu kata yang layak untuk dirimu yakni KETULUSANMU.
< Kang Win, Oktober 09, 2020 >
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H