Mohon tunggu...
Kang Win
Kang Win Mohon Tunggu... Wiraswasta - Penikmat kebersamaan dan keragaman

Ingin berkontribusi dalam merawat kebersamaan dan keragaman IG : @ujang.ciparay

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Adakah yang Lebih Buruk dari Diriku Sendiri?

18 Juli 2020   18:51 Diperbarui: 18 Juli 2020   20:11 216
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Alkisah ada seorang santri yang telah menyelesaikan pendidikannya di sebuah Pondok Pesantren. Beberapa hari menjelang kepulangannya ke kampung halamannya, santri tersebut dipanggil oleh Ajengan (Kiai) pengasuh pondok pesantren itu.

Dengan tergopoh-gopoh ia mendatangi kediaman Kiainya. Dengan penuh takzim, ia menghaturkan salam kepada Sang Kiai.

“Assalamu'alaikum, Mama. Hapunten, aya pikersaeun naon,  Mama Ajengan nyaur jisim abdi” (Ada apakah gerangan saya dipanggil menghadap Kiai)”, ucap Santri itu kritikan sudah berada di hadapan Kiai.

“Waalaikumsalam. Bagea, kadieu Cu” (Kemarilah anakku)” Jawab Sang Kiai. “Engkau telah 15 tahun mondok di sini. Ketika orang tuamu membawamu kesini, usiamu baru menginjak 7 tahun” sambung Sang Kiyai. Kini engkau sudah mengkhatamkan seluruh pelajaran. Saatnya pulang. Kembali ke kampung halamanmu untuk mengamalkan ilmu yang sudah Kau dapatkan di sini”.

“Leres Kiai, saya sudah menyelesaikan semua pelajaran dan saya hendak pamit pulang”. Kata si Santri. “Adakah pesan dan amanat untuk saya, Kiai. Agar saya bisa mengamalkan ilmu yang saya peroleh dengan sebaik-baiknya”. Sambung Santri itu.

“Engkau adalah salah satu santri terbaik di pondok ini. Sebelum Engkau pergi dari pondok ini, aku ingin engkau melakukan satu tugas terakhir”. “Carilah seseorang atau makhluk hidup lain, yang menurut engkau lebih buruk dari dirimu”. Sang Kiai melanjutkan perintahnya : “waktumu 3 hari untuk melaksanakan tugas itu. Kembalilah sebelum waktu 3 hari itu berakhir”

Maka berangkatlah Santri itu untuk melaksanakan tugas terakhir itu. Ia terus berjalan meninggalkan komplek pesantren, menyusuri jalan, melintasi perkampungan. Sampai pada satu ketika ia bertemu dengan seorang pemabuk. Kepada penduduk di sekitarnya ia bertanya siapakah pemabuk itu itu.

Penduduk yang ditemuinya menjelaskan pemabuk itu pekerjaan sehari-harinya “malak”, memajaki para pedagang di pasar dan para pengemudi angkot di terminal. Celakanya, kata penduduk itu, uang yang didapatnya dari hasil malak itu hanya digunakan untuk mabuk-mabukan, judi dan main perempuan.

Santri itu senang, ia merasa sudah menemukan orang yang lebih buruk dari dirinya. Ia merasa, pekerjaannya sehari-hari selama 15 tahun mondok hanya mengaji kitab-kitab dan beribadah seperti yang diajarkan guru-guru dan kiainya. 

Dia tidak pernah punya masalah dengan santri-santri lainnya, karena ia senantiasa berusaha menjalankan akhlakul karimah dalam kesahariannya. Tidak ada iri dengki dalam hatinya.

Karena itulah ia merasa laki-laki pemabuk itu tentulah lebih buruk dari dirinya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun