Pencalonan Gibran Rakabuming Raka dalam Pemilukada Kota Solo 2020 menjadi isue yang menarik perhatian kita. Menjadi topik berita utana di media televisi dan media cetak maupun media online. Berbagai analisa dan ulasan di berbagai media dari berbagai sisi dan sudut seolah tak habis-habis untuk ditulis.
Pencalonan Gibran memang sebuah fenomena yang sangat menarik. Setidaknya ada 2 hal besar yang menjadi alasannya. Pertama, dari sisi usia Gibran masih sangat muda dan minim pengalaman politik. Kedua, dan ini menjadi alasan utama, Gibran adalah anak dari Presiden Jokowi.
Saya tidak ingin mengulas lebih jauh tenting keriuhan isue pencalonan Gibran tersebut.
Bagi saya, status Gibran sebagai anak dari Presiden Jokowi adalah sebuah kenyataan yang memang layak untuk diperbincangkan. Tetapi yang menjadi pertanyaan sekarang adalah, jika Gibran bukan anak Presiden Jokowi akankah pencalonan Gibran bisa semenarik ini ? Menjadi topik hangat media pemberitaan dan meriuhkan jagat media sosial ?
Geliat kaum muda dalam pemilukada sebagaimana ditunjukkan oleh Gibran dan beberapa yang lainnya, juga fenomena AHY dalam kepemimpinan partai, harus dibaca sebagai oase dalam kaderisasi dan estafet kepemimpinan politik kita.
Kepala daerah bukanlah jabatan karir, melainkan jabatan politik. Sebuah jabatan politik hanya lahir dari sistem dan mekanisme politik juga yang tidak akan pernah terputus dengan budaya politik kepartaian. Dan harus diakui kenyataan bahwa kaderisasi dan estafet kepemimpinan politik di negara kita masih belum berjalan mulus.
Kepemimpinan politik kita secara mainstream masih didominasi oleh generasi tua. Sementara kaum muda terus diragukan kesiapannya untuk menerima estafet kepemimpinan. Inilah problema kaderisasi kepemimpinan politik kita
Berbicara kaderisasi kepemimpinan politik sudah barang tentu terkait dengan sumber rekrutmen kader. Dunia politik harus memperluas pandangan terhadap sumber rekrutmen kader. Eksklusifisme atau inklusifisme adalah pilihan sikap dan idealisme kepartaian. Tapi tidak boleh mempersempit sumber rekrutmen kader. Partai harus membuka diri terhadap berbagai sumber yang bisa memperkaya khasanah perpolitikan.
Tapi partai politik sebagai simbol demokrasi negara, tidak bisa berjalan sendiri. Masyarakat punya peran besar untuk menjadikan partai politik bisa bermaslahat bagi bangsa.
Masyarakat tidak boleh apriori terhadap bisnisman yang terjun dalam politik, misalnya. Apa yang salah ketika seorang bisnisman sukses, seorang artis atau seorang dari kalangan “darah biru” partai menjadi kader partai.
Partai politik adalah sebuah keniscayaan karena partai politik adalah representasi dari demokrasi. Partai politiklah yang menjadi pemeran utama dalam proses politik dalam kehidupan bernegara.