Mohon tunggu...
Kang Win
Kang Win Mohon Tunggu... Wiraswasta - Penikmat kebersamaan dan keragaman

Ingin berkontribusi dalam merawat kebersamaan dan keragaman IG : @ujang.ciparay

Selanjutnya

Tutup

Kurma Pilihan

Menghargai Orang yang Tidak Puasa

1 Mei 2020   02:42 Diperbarui: 1 Mei 2020   02:34 515
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Hari-hari ini kita menerima kabar "tidak bagus" dari Deli Serdang Sumatera Utara. Sekelompok orang berlabelkan salah satu "ormas" memporakporandakan sebuah warung milik salah seorang warga.

Sebuah kabar yang tidak bagus, dalam suasana ibadah Ramadhan. Sebuah kejadian yang senantiasa berulang setiap tahun. Alasan utama dari kejadian-kejadian seperti ini adalah bahwa aktifitas berjualan makanan dan minuman di siang hari merupakan aktifitas yang mengganggu kekhusuan umat Islam dalam menjalankan ibadah puasa.

Bagi saya ini adalah pemahaman yang keliru tentang hakikat ibadah puasa.

Ibadah puasa adalah ibadah yang sangat khusus. Tidak ada bilangan numerasi pahala puasa, seperti misalnya pahala sholat wajib berjamaah yang nilainya 27 derajat dari sholat yang dilaksanakan secara munfarid (sendirian).

Pahala puasa semata-mata menjadi urusan Alloh SWT. Karena pada hakekatnya, puasa seseorang hanya dirinya dan Alloh SWT yang tahu. Ketika sholat, orang bisa lihat dan tahu. Ketika menunaikan zakat, baik itu zakat fitrah maupun zakat mal, orang juga tahu. Begitu juga saat menunaikan ibadah haji. 

Tapi puasa, siapa yang tahu bahwa seseorang itu puasa. Orang hanya tahu seseorang itu puasa, hanya dari pengakuan. Pengakuan bisa benar bisa tidak. Pengakuan itu bisa jujur bisa tidak.

Puasa hanya diperintahkan bagi orang yang beriman, agar menjadi orang yang taqwa. Maka taqwa-lah yang harus menjadi fokus dari orang-orang yang beriman ketika berpuasa.

Karena taqwa menjadi fokus, dan puasa hanya wajib untuk orang yang beriman, maka sejatinya puasa tidak ada urusan dengan orang yang tidak berpuasa. Kalaupun ada, maka urusannya ada pada sisi kepedulian sosial yang menjadi ciri orang yang beriman dan menjadi hal yang sangat dianjurkan ketika berpuasa.

Puasa memang sarat dengan godaan. Tapi godaan itu tidak datang dari orang lain, tidak juga datang dari setan (bukankah katanya setan diisolasi selama ramadhan). 

Godaan dalam puasa datang dari diri sendiri (termasuk setan yang sudah terpersonifikasi pada diri sendiri). Orang beriman yang berpuasa tidak akan tergoda dengan makanan dan minuman yang dijajakan di pinggir jalan, di warung-warung makan, di restoran-restoran. Tapi diri sendiri akan menggoda dirinya untuk menyantap makanan dan minuman yang tersedia di rumah ketika tidak ada seorangpun manusia lain yang ada tempat itu. 

Jadi, adalah sangat mengada-ada ketika ada orang yang mengaku beriman dan berpuasa merasa terganggu dengan makanan dan minuman yang dijajakan di luar.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun