Mohon tunggu...
Husni Magz
Husni Magz Mohon Tunggu... Guru - Guru, pembelajar dan seorang ayah

Seorang bibliofilia yang menemukan gairah lewat dunia literasi

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Ketika Agama Menjadi Alat Manipulasi

11 Juni 2024   14:23 Diperbarui: 11 Juni 2024   14:30 90
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Masyakarat kita memang terkenal religius. Itu menurut data survey yang diinisiasi oleh Gallup dan dirilis  Pew Research Center pada tahun 2019 silam. Survey tersebut bisa jadi benar, bisa juga salah. Karena faktanya, negara kita justru didapuk sebagai negara dengan judi online tertinggi. 

Lalu bagaimana mungkin masyarakatnya yang gemar judi online bisa disebut masyakarat religius? Oke, mungkin masyarakat kita tidak terlalu religius, tapi kalau untuk masalah simbol-simbol agama dan tradisi agama, mereka begitu lekat dan akrab. Ada jutaan masjid di negara kita dan ada ribuan tradisi, simbol dan ritual berbasis agama yang menjadi nafas masyarakat kita.

Untuk alasan itulah agama sangat laku 'diperjualbelikan' di negara kita. Mulai dari sinetron-sinetron yang menyisipkan aktor-aktor agamis lengkap dengan ustadz-ustadznya. Bahkan, konon ada ustadz sinetron yang justru jadi ustadz beneran,  saking seringnya main karakter ustadz di banyak sinetron. 

Lalu muncul sinetron-sinetron azab yang memperjualbelikan 'ancaman Allah' untuk orang-orang berdosa yang justru terkesan cringe. Dan kemarin, ramai pula orang bicara film-film horror yang selalu memuat unsur-unsur simbol agama semacam mushaf, kyai, mukena dan segala tetek bengeknya. Yang sayangnya, justru kehadiran simbol-simbol agama itu membuat kesakralan agama menjadi ternodai karena menempatkan simbol agama sebagai 'sarang' keberadaan setan.

Well, sebelum masuk ke ranah seni peran dan perfileman, sebenarnya masyakarat kita sudah akrab dengan bisnis agama sejak dahulu. Dimana, unsur dan simbol agama seringkali dijadikan ladang bisnis untuk keuntungan pribadi. Bahkan terkesan memanipulasi umat dengan memakai kedok agama.

Sebagai catatan, tolong bedakan antara memanipulasi agama dengan berbisnis untuk agama demi kemaslahatan ummat.  Nanti, jika tidak mampu membedakan keduanya bisa jadi kita terjatuh pada sikap mengolok-olok keberadaan insan-insan yang bergerak di ranah pelayanan umat berbasis agama. Semisal, travel umrah, gaji guru agama/ustadz, dan semisalnya. Dua contoh tersebut tentu sah-sah saja, karena ini menyangkut jasa yang secara nalar masuk akal.

Tapi berbicara tentang jasa, ada juga sebagian orang yang berkamuflase menjual jasa atau produk tapi pada faktanya justru menjual agama untuk keuntungan pribadi. Misal, dukun-dukun berjubah kyai. Barangkali, ketika disodorkan kata 'dukun', yang ada di benak kita adalah seorang lelaki paruh baya berkumis tebal, memakai pangsi hitam dan ikat kepala hitam, dengan setangkai keris, secawan air dan kemenyan serta mantra-mantra yang didesiskan. 

Tapi faktanya, ada pula dukun bersorban, membawa tasbih, berjubah putih dan akrab dengan unsur agama. Ketika mengobati pasien, hakikatnya sama, dia menjual mantra-mantra dalam bentuk isim/rajah, simbol-simbol arab yang tidak dipahami maknanya dan sama-sama bekerjasama dengan setan. Ini tentunya memiliki konsep yang berbeda dengan ruqyah syar'iyyah.

Tapi orang-orang kadung menganggapnya kyai dan berbondong-bondong datang untuk menyembuhkan penyakit atau bahkan meminta mantra pengasihan/pelet atau penglaris. Jika melihat apa yang mereka lakukan, pada hakikat sama-sama dukun.

Kemudian ada pula penipuan memakai istilah-istilah agama. Sebagai contoh adanya investasi syariah yang ternyata bodong dan menipu umat hingga ratusan juta. Ada pula travel umrah yang menggelapkan duit jamaahnya. 

Mungkin di benak para konsumen terbetik pikiran bahwa tidaklah mungkin orang-orang yang berbisnis 'syariah' bertindak lancung. Padahal, mereka hanyalah orang-orang bermental kriminal yang memanfaatkan simbol dan istilah agama untuk mengelabui orang-orang beragama yang kehilangan daya kritisnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun