Mohon tunggu...
Husni Magz
Husni Magz Mohon Tunggu... Guru - Guru, pembelajar dan seorang ayah

Seorang bibliofilia yang menemukan gairah lewat dunia literasi

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Label 'Best Seller' yang Menipu

25 November 2018   17:35 Diperbarui: 25 November 2018   18:09 76
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Hal apa yang melatari kita membeli sebuah buku? Banyak faktor kenapa kita membeli sebuah buku. Mungkin saja kita membelinya karena direkomendasikan oleh teman kita yang sudah pernah membacanya. Atau kita membelinya karena memang butuh dan membaca reviewnya. Dan ada juga diantara kita yang membeli buku hanya karena ada label 'best seller' di sampul depannya.

Label 'best seller' seakan-akan menjadi sebuah jaminan bahwa buku tersebut bagus, berkualitas dan layak dibeli dan dibaca. Maka tak heran jika kemudian label best seller ini menjadi daya tarik. Daya tarik bagi penulis, penerbit dan konsumen. (baca: pembaca)

Lalu apa sih yang dimaksud dengan buku best seller itu? Best seller disematkan untuk buku-buku yang populer dan laris dipasaran. Sehingga tidak heran jika di toko buku besar seperti Gramedia selalu ada rak khusus untuk memajang buku-buku 'best seller.'

Akan tetapi, tidak ada aturan khusus yang menyebutkan seperti apa kriteria sebuah buku layak dinyatakan best seller. Kita tidak tahu berapa ribu eksemplar yang harus terjual untuk bisa mendapat predikat best seller. Sehingga tak heran jika label 'best seller' ini seakan-akan masih misterius bagi kita.

Yang lebih luar biasa lagi adalah ada buku best seller sejak cetakan pertama. Yang saya maksudkan adalah buku tersebut dilabeli best seller ketika pertama kali cetak. (Bukan best seller dalam artian laris sejak cetakan pertama lho). Saya jadi mikir bahwa akan lebih masuk akal jika label itu disematkan di cetakan kedua atau cetakan ketiga, karena kita bisa memahami bahwa mungkin buku itu laris di cetakan pertama. Lalu jika cetakan pertama sudah dilabeli best seller, larisnya darimana? Oh, saya husnudzon mungkin laris diterbitkan secara self publishing sebelum diterbitkan secara mayor.

Kemudian label ini juga biasa disematkan di buku terjemahan edisi cetakan pertama. Ya, buku tersebut laris di Negara asalnya, kemudian penerbit melabelinya dengan label 'best seller' tanpa memberi keterangan bahwa buku itu laris di Negara asalnya, bukan di indonesia. Karena bisa saja kan laris di Negara asal, tapi nggak laris di Negara kita karena ada banyak faktor.

Yang jelas, sejatinya label ini hanya untuk bahan promosi bagi penerbit dan penulis untuk menggaet pembaca. Terlepas dari kenyinyiran saya di artikel ini, pada akhirnya saya bisa memaklumi hal ini dan hal ini wajar saja. toh saya juga pasti akan merasa senang ketika buku saya best seller. Hehe. setidaknya, anggaplah label tersebut sebagai doa.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun