Mohon tunggu...
Taufan E. Prast
Taufan E. Prast Mohon Tunggu... karyawan swasta -

orang kampung dan kampungan...

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Dicolek Caleg

28 Januari 2014   12:52 Diperbarui: 24 Juni 2015   02:23 35
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Siapa selebriti politik paling ngetop sekarang ini? Tentu orang akan menyebut Jokowi. Magnetnya kuat, apa yang dilakukan, diucapkan, jadi berita. Semua media mengutipnya. Ada beberapa lagi lainnya, tapi tarikan magnet media masih di bawah Jokowi. Ada tokoh-tokoh tenar lain. Tenar karena integritasnya, terkenal karena kontroversialnya, popular karena hal positifnya, ada juga yang ngetop karena menampakkan kebodohan dan kekonyolannya.

Nah, rumus sederhananya, pengen wangi main minyak wangi. Siapa pun caleg yang ingin ngetop ya kudu mendekat ke medan magnet yang bisa menularinya jadi ngetop. Kalau ngetop banget tidak mungkin, setidaknya 'agak ngetop, sedikit ngetop, atau hampir ngetop'. Minimal, satu frame sama orang ngetop, dan kalau ada yang iseng nanya, 'Ini siapa ya, yang laen gue kenal." Cukup lah. Sayangnya tidak semua punya akses. Alih-alih ingin melakukan ngetop, mengimitasi hingga mengiming-imingi. Tapi mentok-mentok segitu saja…

Sementara, Pemilu semakin dekat, elektabilitas rasanya butuh popularitas.

“Sabar saja, lihat apa pertunjukannya,” kata Maman, pengamat politik modal nonton televisi saja. “Bakal banyak akrobrat politik demi mendongkrak popularitas.”

“Kenapa nggak niru selebriti yang bikin ribut-ribut setingan itu, Om…” ujar Molen, keponakannya yang kuliah komunikasi dan gemar nonton infotainment.

“Bisa jadi akan terjadi. Tunggu saja.”

“Kita lihat sambil ngopi ya, Om…”

“Kopinya mbahmu! Bawa sendiri dong, jangan ngabisin jatah kopi sasetku,” sergah Maman, yang sebenernya pengangguran. Pernah kerja tapi di PHK, sok idealis, tapi kantongnya tipis.

Selain modal besar, menuju Senayan juga butuh modal popular. Mungkin faktor itulah yang membuat beberapa partai politik memasang ‘caleg artis’. Populer sudah tentu, berarti ngirit tenaga dan biaya iklan. Uangnya banyak, bayaran sekali show bisa buat logistik kampanye se-dapil.

Nah, yang tidak punya modal. Ya nebeng tenar lah!

Salah satunya ya mepet yang punya nama beken seperti Jokowi atau tokoh beken lainnya. Pasang iklan di media cetak mahal, di media online juga tak semua ngeklik beritanya, pasang badan di televisi, selain sudah dikuasai yang punya tivi, juga ibarat membakar duit saja.

Jadi berita!

Ya itu cara mudah, murah, dan meriah. Persoalannya, menjadi berita positif atau negatif. Jangan-jangan itu ada caleg yang menculik, memerkosa, yang jadi berita beberapa waktu lalu juga dalam rangka ingin menjadi berita.

“Itu masalah moral sama kelakuan bawaan, Mol!” kata Maman mengomentari berita ada caleg yang melakukan tindak kriminalitas dan kejahatan seksual.

“Berarti nggak usah dipilih ya Om?”

“Ngapain, belum jadi aja begitu, kalau jadi, punya duit, ada fasilitas, terus kesempatannya banyak, ya makin-makinan deh kelakuannya.”

“Kalau yang keluar foto syurnya gimana tuh Om…” Molen seperti ngeledek.

“Ya salah sendiri mau foto begitu, ketika masuk politik apa saja mungkin terjadi. Apalagi zaman begini, semua bisa jadi duit…”

“Dipilih nggak Om?”

Maman tidak bisa langsung menjawab. Berlagak menyeruput kopi. Otak kotor laki-lakinya bikin bimbang. “Ya terserah saja, Mol. Kalau dipilih ngaruh nggak sama perubahan nasib hidup kita.”

Molen tersenyum. Sejauh ini, walaupun banyak foto caleg berkeliaran dari mulai jalan keluar rumah hingga tempat-tempat tersembunyi yang jarang dijamah. Tak satu pun dari mereka datang, menyapa, mengenalkan diri, apalagi berbuat sesuatu yang penting buat orang-orang di dapilnya.

“Tapi ini pemilu pertama saya, Om…”

“Cinta pertama akan terkenang sepanjang masa, Mol. Pilih jangan hanya pakai rasa, ini soal nasibmu lima tahun ke depan sana. Lu bakal lulus, lapangan kerja tersedia nggak? Kalau nggak yakin, tinggalin aja…”

“Kayaknya dari hati banget tuh Om, dalem…”

Maman senyum kecut. Molen belum paham, orang nganggur itu sensitif. Hanya rilis BPS yang membuatnya besar jiwa, bahwa dia hanya salah satu saja dari 7,39 juta penganguran di Indonesia. Artinya, dia tak sendiri. Angka fantastis kalau dikonversi jadi kursi di pemilu nanti…


Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun