Kebebasan berinternet menjadi telah menjadi gaya hidup dan kebutuhan masyarakat dewasa ini.
Tren penggunaan internet di Indonesia pun mengalami peningkatan yang cukup signifikan. Sampai hari ini saja, dari sekitar 250 juta penduduk Indonesia 55 juta diantaranya merupakan pengguna internet dan menempatkan Indonesia pada peringkat terbesar lima besar di Asia.
Pengguna facebook sendiri telah mencapai 50 juta orang (terbesar kedua di dunia), 7,7 pengguna Blogger, pengguna internet mobile 35 juta orang dan pengguna handphone mencapai 200 juta orang.
Di sisi lain, kebebasan mendapatkan informasi pun kini tidak hanya didapat dengan cara konvensional. Hadirnya new media telah membuat masyarakat lebih simpel mendapatkan segala macam akses informasi maupun akses sosial.
Di era globalisasi semua orang menginginkan sesuatu yang lebih ringkas dan cepat. Saat ini pula, berita – berita update dapat kita buka dengan website melalui handphone, computer ataupun notebook. Selain mempersingkat waktu dan biaya, tampilan yang diberikan oleh website dapat memberikan daya tarik lebih kepada sang pembaca. Ditambah dengan update yang juga lebih cepat tidak seperti media konvensional yang hanya update berita pada waktu – waktunya saja.
Kemudian bagaimana dampak positif yang diberikan new media terhadap masyarakat umum. Sebagai user masyarakat yang menggunakan new media tentulah akan mendapatan hal – hal postif yang diperoleh dari new media. Jejaring sosial seperti facebook, twitter, koplor adalah jejaring sosial yang saat ini banyak dimanfaatkan oleh masyarakat umum untuk digunakan dengan orang lain diluar sana.
''Meski banyak cerita sukses belakangan ini, persoalan etika di media online juga merebak. Sejumlah pelanggaran kode etik bermunculan, mulai dari soal ketidakberimbangan, tidak menyembunyikan identitas korban kejahatan susila, dan tindakan penghapusan berita tanpa ada penjelasan,'' kata Sekretaris AJI Kota Semarang, Rofiudin saat membuka Training New Media di Hotel Muria Jl Dr Cipto, Jumat (14/12).
Dewan Pers, kata Rofiudin, bahkan menerima laporan persoalan etika jurnalistik di media online lebih banyak daripada media elektronik lain seperti televisi. Namun media cetak masih mendominasi laporan dugaan kesalahan etika dalam pemberitaan yakni mencapai 58 persen. Meski masih kalah oleh cetak, tren pengaduan terkait pemberitaan media online meningkat dibanding tahun sebelumnya.
Dewan Pers juga mencatat kategori pelanggaran terbanyak di media online terkait berita yang tidak berimbang. Tahun 2011, dari 64 pelanggaran yang dilakukan media online, 30 di antaranya adalah terkait berita yang tidak berimbang. Kemudian menyusul berita yang tidak akurat, berprasangka SARA, tidak menyembunyikan identitas korban kejahatan susila, tidak konfirmasi dan lain-lain.
Problem lain terkait user generated content. Dewan Pers mendapat laporan sejumlah komentar pembaca atas berita yang bias atau kasar tanpa moderasi. Dewan Pers misalnya menemukan, beberapa media menulis nama perempuan korban pemerkosaan yang terjadi di dalam angkutan kota.
''Media sekaliber www.detik.com pun tak luput dari pelanggaran ini. Tren inilah yang membuat AJI berperan aktif dalam mendorong perkembangan dan penguatan media online di Indonesia. Salah satunya melalui penyelenggaraan training new media di beberapa kota di Indonesia,'' paparnya.
Training yang diselenggarakan AJI Kota Semarang bersama Ford Foundation itu menghadirkan pembicara seperti Asep Saefullah (AJI Indonesia), Didik Supriyanto (Pemimpin Redaksi www.merdeka.com) dan Suwarjono (Sekjend AJI Indonesia).
30 peserta yang mengikuti training ini berasal dari sejumlah jurnalis media cetak, online dan televisi dari Kota Semarang, Yogyakarta, aktifis citizen journalism, aktifis pers kampus, serta pengajar ilmu komunikasi dari Undip dan STIK Semarang. Diskusi berjalan hangat untuk membincangkan berbagai perkembangan dan masa depan media online. Di sela-sela acara juga dilakukan praktik membuat media online.