Mohon tunggu...
Kang Syukron
Kang Syukron Mohon Tunggu... -

:: Suka Minum Susu Asli Boyolali ::

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Dari Tertawa Terbahak hingga Senam Jantung (Catatan 1 Tahun Menjadi Kompasianer)

5 Desember 2013   22:38 Diperbarui: 24 Juni 2015   04:16 32
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tepat pada Jumat, 6 Desember 2013, saya menjadi salah satu Kompasianer. Meski jarang menulis karena lebih memilih menjadi pembaca setia, banyak pengalaman dan ilmu yang saya dapatkan dari forum citizen media (Media Warga) ini.

Di Kompasiana, saya tak hanya belajar dan mengetahui beragam perspektif cara warga Kompasiana menilai sebuah peristiwa atau wacana yang tengah menjadi headline di sejumlah media. Di Kompasiana, saya bisa merasakan senam jantung hingga tertawa terbahak-bahak ketika membaca karya warga Kompasiana saat naik  bus rapid transit hingga disebut "gila" oleh penumpang yang duduk di hadapan saya. Di kemudian hari, saya tidak memutuskan untuk membaca Kompasiana di kamar sendirian atau di kamar mandi sambil "sibuk", tetapi tetap saja membaca Kompasiana dimana saja, kapan saja.

''Mau dibilang gila ya terserah, gitu aja kok repot,'' pikirku.

Kompasiana, yang resmi menjadi Social Blog pada 22 Oktober 2008 telah turut "mewarnai" peristiwa penting di Indonesia. Misalnya saja akun kawan kita, Jilbab Hitam. Meski oleh pengelola Kompasiana, Pepih Nugraha, "karya" Jilbab Hitam dinilai mengandung unsur provokatif, mampu membawa Kompasiana ini dikenal tak hanya kalangan peselancar lautan cyber.

Kompasiana, bagi saya menjadi wadah untuk masyarakat yang memiliki perspektif sama hingga cara pandang yang berbeda, saling bertukar wawasan serta ide, untuk menemukan solusi tepat terhadap suatu masalah. Tak salah pula jika para pembuat kebijakan ini wajib membaca Kompasiana agar mengetahui bahwa rakyat yang dipimpinnya memiliki sudut pandang yang mungkin bisa menjadi solusi yang lebih tepat dan merakyat.

Bicara soal perspektif berbeda inilah yang membuat saya merasa sedikit takut untuk menulis dan mengekspresikan apapun di Kompasiana ini. Apa yang dialami Mbak Prita Mulyasari bisa saja menimpa saya dan mungkin warga Kompasiana yang lain. Saya pribadi mendukung atas nama kemanusiaan dan juga atas nama kebebasan berekspresi secara bertanggung jawab di internet.

Namun apa yang dipikir para pembaca tulisan saya, mungkin akan jauh berbeda dengan apa yang saya pikirkan. Apalagi karakter setiap orang berbeda-beda, ada yang mudah tersinggung, tapi ada juga yang pemaaf. Ada yang bisa menerima kritik, tapi ada juga yang anti kritik.

Tujuan ideal UU-ITE sebenarnya sangat baik yaitu  untuk mewujudkan suatu kondisi perilaku masyarakat yang santun, tertib dan teratur dalam menggunakan media elektronik, seperti internet. Namun jika UU-ITE ini justru membuat situasi dan kondisi masyarakat internet menjadi resah dan tidak nyaman. Bisa jadi ini merupakan satu indikator bahwa ada yang salah dari UU-ITE ini.

Pada akhirnya, di "negeri" kecil yang bernama Kompasiana ini, saya harus belajar karakter tulisan dan bisa lebih fokus pada minat yang saya miliki. Tahu tata krama ketika berinteraksi di media online,  bagaimana berargumen lewat tulisan dan membalas komentar-komentar yang mungkin saja memojokkan tanpa terbawa arus untuk ikut mengeluarkan kata-kata yang kasar. Dan tentunya, tidak akan melakukan pelanggaran terhadap UU ITE khususnya Pasal 27 ayat 3. Semoga.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun