Ujian Nasional (UN) 2020 akhirnya dihapuskan oleh Pemerintah. Hal ini kami ketahui secara resmi melalui Surat Edaran (SE) Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 4 Tahun 2020, yang berbunyi (tentang Ujian Nasional): (a) UN Tahun 2020 dibatalkan, termasuk Uji Kompetensi Keahlian 2020 bagi Sekolah Menengah Kejuruan; (b) Dengan dibatalkannya UN Tahun 2020 maka keikutsertaan UN tidak menjadi syarat kelulusan atau seleksi masuk jenjang pendidikan yang lebih tinggi; (c) Dengan dibatalkannya UN Tahun 2020 maka proses penyetaraan bagi lulusan program Paket A, program Paket B, dan program Paket C akan ditentukan kemudian.
Saya menilai keputusan pemerintah yang diteken oleh Mendikbud Mas Nadiem, adalah keputusan yang tepat di tengah wabah virus corona (Covid-19) yang seolah belum terkendali ini, sehingga berefek pada proses pembelajaran siswa di sekolah. Akan sangat sulit dilakukan jika UN tetap berlangsung, sementara terdapat protokol yang melarang berkumpulnya orang banyak.
Saya mengapresiasi keputusan ini, yang sejatinya harapan UN dihapuskan sudah jauh-jauh hari digaungkan. Awalnya, UN akan dihapus tahun 2021, dengan kondisi saat ini memaksa memajukan penghapusan UN terjadi di tahun ini.
Lantas, apa yang tersisa dari kebijakan Penghapusan UN Tahun 2020 ini, berikut beberapa analisa yang saya berikan :
Pertama, bagi pemerintah pusat (Kementerian Pendidikan dan kebudayaan) dan pemerintah daerah (Dinas Pendidikan), agar memberikan kemudahan pada proses kelulusan yang ditentukan oleh satuan pendidikan, dengan mengacu pada nilai rapor semester 1-5, atau jungan nilai US bagi sekolah yang mampu melaksanakan secara daring.
Terkadang, dilapangan muncul berbagai penafsiran dalam bentuk beragamnya format tagihan nilai siswa, sehingga merepotkan satuan pendidikan dalam kondisi yang tidak siap ini.
Kedua, perangkat komputer yang dimiliki sekolah dijadikan sarana pengembangan sekolah berbasis IT. Yang dikhawatirkan, justru akan muncul mata pelajaran baru, yaitu pelajaran TIK dengan dalih pemanfaatan komputer yang sudah ada agar bermanfaat. Jika melihat usia perangkat komputer, bisa jadi hanya bertahan dua sampai tiga tahun saja. Habis itu, akan tergantikan dengan spek yang lebih baru dan lebih canggih.
Jadi, keberadaan perangkat kompouter ini pun diserahkan ke sekolah untuk dijadikan sebagai bahan pengembangan pembelajaran, tdk dalam bentuk mata pelajaran khusus, pasti akan memberatkan.
Ketiga, satuan pendidikan (sekolah) harus memastikan diri memiliki kesiapan untuk melakukan penyiapan perangkat penilaian memalui berbagai bentuk, baik portofolio, proyek, penugasan, penilaian sikap, praktik,dan sebagainya.
Pembekalan guru-guru yang mempu berpikir kreatif dan inovatif dalam merancang dan mendesain pembelajaran, sehingga pembelajaran mengarah pada pembentukan sikap dan keterampilan, tidak semata mengutamakan pengetahuan.
Pendidikan kita memang perlu berubah, selain dipengaruhi oleh perkembangan teknologi dan informasi, permasalahan kehidupan juga harus menjadi bagian dari kurikulum sekolah. Sebagai contoh, kemampuan menghadapi kondisi di tengah wabah virus corona menjadi tolak ukur keberhasilan pendidikan kita, wallahu a'lam.