dok.pri
Kalau menurut KBBI kata "manusia" artinya makhluk yang berakal budi. Saya kira definisi ini sudah sangat tepat sekali. Dengan definisi ini kita sudah bisa membedakan antara manusia dengan makhluk lain, hewan misalnya, ia tidak berakal dan tidak berbudi. Letal kekuatan manusia itu pada akalnya dan budi akhlaknya. Maka pembangunan manusia pasti di arahkan kedua ranah tersebut yaitu ranah akal dan ranah budi pekerti. Ranah akal manusia di bangun melalui pendidikan dan pelatihan untuk meningkatkan sumber dayanya. Semakin tinggi pendidikannya bisanya semakin cerdas nalar akalnya. Namun terkadang silogisme ini juga tidak berbanding lurus. Adapun ranah budi bangun melalui pendidikan karakter dimulai dari lingkungan keluarga, lingkugan masyarakat dan lingkungan pendidikan.
Dalam kajian ke-Islaman kata "manusia" sering di sandarkan pada kata "al-insan" yang akar katanya adalah "anisa" yang mempunyai varian arti yaitu jinak, ramah, senang. (lihat: Kamus Al-Munawwiri, hal. 43). Semantara dalam kajian Al-Qur'an akar kata "al-ins" bisa kita jumpai dibeberapa ayat seperti  Q.S. Al-furqan ayat 9:  " " artinya manusia yang banyak. Ada juga yang mengatakan bahwa diberi nama "insan" itu berasal dari kata "insiyanun" yang artinya lupa, sebab manusia mempunyai sifat pelupa. (lihat: Mu'jam Musfrad Al-fadz al-Qur'an, hal. 25).
Berangkat dari informasi ini mungkin bisa disimpulkan bahwa manusia adalah makhluk yang memiliki sifat jinak, pemalu, ramah, periang dan disatu sisi juga pelupa. Sifat-sifat itu semua merupakan tabiat manusia. Jika diperhatikan secara tabiatnya, manusia tidak ada yang bersifat kejam, kasar, buas. Jika dikemudian ada yang bersifat demikian maka manusia sudah keluar dari tabiatnya. Bisa jadi ada unsur kebinatangan (hayawaniyyah) atau setan (syaithaniyyah) yang masuk.
Jika unsur binatang masuk ke dalam diri manusia, maka manusia akan bersikap persis binatang yang cenderung buas, rakus, senang makan, dan semena-mena kepada yang lemah. Begitu juga ketika unsur setan masuk maka manusia akan bersikap pemarah dan gampang emosi sesuai dengan unsur api yang selalu bergejolak.
Kembalikan diri kita ke tabiat aslinya, yakni manusia yang menggunakan hati, akal sehat, panca inderanya untuk melihat ayat-ayat Tuhan. Terkadang kita dibutakan dan ditulikan oleh keadaan, bisa nafsu dan dunia. Manusia yang tidak bisa menggunkan potensi dirinya akan tersesat, bahkan lebih sesat daripada hewan. Allah Swt. berfirman dalam Q.S. Al-A'raf/7: 179
Artinya:
"Sungguh, Kami benar-benar telah menciptakan banyak dari kalangan jin dan manusia untuk (masuk neraka) Jahanam (karena kesesatan mereka). Mereka memiliki hati yang tidak mereka pergunakan untuk memahami (ayat-ayat Allah) dan memiliki mata yang tidak mereka pergunakan untuk melihat (ayat-ayat Allah), serta memiliki telinga yang tidak mereka pergunakan untuk mendengarkan (ayat-ayat Allah). Mereka seperti hewan ternak, bahkan lebih sesat lagi. Mereka itulah orang-orang yang lengah."
Sebenarnya mudah untuk mengembalikan tabi'at manusia ke asalnya yakni dengan membuang sifat-sifat kebinatangan dan mencegah untuk tidak menuruti bujuk rayu setan. Maka baginda Nabi berpesan: "Berbuat baiklah kepada manusia dengan akhlak yang baik"(lihat: Mukhtar Ahadis, hal. 4). Apa kriteria akhlak baik, Baginda Nabi bersabda: "Seorang muslim yang baik adalah seseorang yang orang lain selamat dari kejahatan lisan dan tangannya." Tidak berbuat buruk kepada orang lain itu adalah cara mengembalikan fitrah tabi'at manusia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H