Mohon tunggu...
MUSHOFA
MUSHOFA Mohon Tunggu... Guru - KHODIM PP. DAARUL ISHLAH AS-SYAFI'IYAH TANAH BUMBU KALSEL

Hobby Baca Buku-Buku Islami Klasik

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Bid'ah = Kreatifitas

15 Desember 2022   21:00 Diperbarui: 15 Desember 2022   21:09 193
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

BID'AH = KREATIFITAS

Telinga kita sudah terlalu sering mendengar kata "bid'ah" dalam artian "sesat" yang sering diucapkan oleh mereka yang suka menyesatkan orang lain. Apa benar kata bid'ah memang demikian itu. Mari kita membiasakan berpikiran jernih dan memandang segala sesuatu dari segala sudut, agar kita tidak terborgol oleh kebodohan kita sendiri. Dalam kajian linguistik kata bid'ah berasal dari bahasa arab bada'a artinya mencipta, memulai, mendirikan, membuat (lihat: Kamus Al-Munawwiri, hal. 65). Arti mencipta disini adalah hal yang tidak ada contoh sebelumnya. Dalam bahasa sehari-hari jika mencipta sesuatu yang belum ada contoh sebelumnya adalah sebuah krativitas, karya original, karya asli, dan itu penemuan baru.

Manusia dengan bekal kemampuan kecerdasannya tidak akan berhenti menciptakan segala sesuatu untuk menyeimbangkan kebutuhan hidupnya. Mereka akan terus mencoba-mencoba dan mencoba mencari sesuatu hal yang menurut mereka akan memudahkan urusan mereka. Dengan bekal keingintahuan yang besar dan kreatifitas yang tinggi inilah perkembagan zaman semakin canggih. Lihat saja perkembangan teknologi komunikasi misalnya yang tak terbendung lagi. Setiap detik selalu ada inovasi-inovasi baru perkembangan yang kecepatanya melampau kecepatan pikiran manusia. Inilah manusia adalah makhluk yang suka menciptakan karya. Apa yang dilakukan manusia kreatif ini bisa juga disebut bid'ah.

Bid'ah semacam ini menurut penulis bid'ah yang sangat membawa berkah. Dunia pendidikan semakin maju, teknologi komunikasi informasi semakit cepat, transportasi semakin canggih, perdagangan online semakin luar biasa, dan peradaban-peradaban lainnya yang menjadikan hidup semakin nyaman. Sampai urusan ibadahpun semakin mudah dan leluasa. Sekarang apabila kita ingin membaca Al-Qur'an tidak repot-repot membawa mushaf kemana-kemana, cukup download aplikasi al-Qur'an di gadget kita tidak sampai lima menit kita sudah bisa membaca Al-Qur'an sekaligus tafsirnya. Ketika kita ingin mendalami hadis, kita tinggal download aplikasi mesin pencari hadis. Ini semua adalah berkahnya ada bid'ah. Orang yang baru belajar shalat yang tidak ada waktu untuk secara rutin datang ke tempat guru, bisa melihat video tutorial di kanal-kanal chanel youtube yang mengajarkan tuntunan shalat. Sungguh luar biasa bid'ah teknologi ini.

Dulu para ustadz dan kyai jika ada acara bahtsul masa'ail (musyawarah membahas kajian-kajian hukum Islam) membawa kitab satu pick-up yang dikemas di dalam kardus. Karena memang sangat diperlukan dalam mencari refrensi atau rujukan-rujukan mu'tamad untuk acara tersebut. Sekarang tidak perlu repot-repot seperti itu, tinggal membawa satu flasdis yang berisi ribuan kitab kuning yang siap digunakan. Bahkan lebih cangggih dari itu sudah ada maktabah samilah mesin aplikasi untuk mencari rujukan dalil. Bahkan yang tidak mau repot-repot membawa flasdis semua file sudah di simpan di google drive yang sewaktu-waktu dimanapun berada siap dibuka. Ini semua akibat bid'ah.

Lantas bid'ah seperti apa yang mereka teriakkan sesat dan haram yang mengancam pelakunya masuk neraka. Apakah semua bid'ah?, tentu tidak. Jangan mentang-mentang karena teks sabda sucinya Baginda Nabi berupa kata "Kullu bid'atin" terus diartikan semua bid'ah tanpa pengecualian. Inilah langkah sembrono menurut saya. Ada ulama' yang sangat bijak dan mempunyai ide brilian yakni Syeikh 'Izzuddin bin Abdis Salam, beliau mengemukakan bahwa bid'ah itu dibagi menjadi lima, yaitu: wajibah, muharramah, mandzubah, makruhah, dan mubahah. (lihat: Qawa'idul Ahkam fi Mashalihil Anam, hal. 133)

Bid'ah wajibah (wajib) contohnya sibuk mempelajari ilmu nahwu, yang mana ilmu ini sangat dirperlukan dalam memahami teks-teks wahyu (Al-Qur'an) dan hadis karena menggunakan bahasa Arab. Saya jamin anda tanpa ilmu nahwu tidak akan mungkin bisa memahami teks-teks Al-Qur'an dan hadis yang notabene menggunakan Bahasa Arab Murni. Maka jalan satu-satunya untuk bisa memahami Al-Qur'an harus belajar ilmu nahwu. Pertanyaannya sekarang apakah disiplin ilmu nahwu pernah diajarkan di zaman Nabi? Jawabannya tentu tidak, lantas beranikah anda mengatakan kalau belajar nahwu hukumnya sesat dan haram dan siapa yang mempelajarinya kemudian masuk neraka. Jika iya, umat Islam di dunia ini akan bodoh karena mereka tidak faham isinya Al-Qur'an, lebih-lebih seperti saya yang ditaqdirkan di Indonesia, jika mengikuti fatwa serampangan bahwa belajar nahwu itu bid'ah sesat.

Ulama'-ulama' ahli nahwu seperti imam Sibawaih, Ibn Malik, Al-Imrithi, Imam Shon Haji dan pakar nahwu lainnya. Mereka adalah orang-orang hebat yang menghasilkan karya luar biasa di bidang Ilmu nahwu. Dengan karya mereka kemudian umat ini menjadi mengerti ilmu nahwu, dan bisa memahami isi dari Al-Qur'an yang pada akhirnya bisa membaca pesan-pesan Tuhan yang ada di dalamnya. Apa yang mereka lakukan ini adalah sebuah perbuatan bid'ah, namun bid'ah yang wajib. Bid'ah yang harus ada. Contoh lain sangat banyak sekali.

Al-hasil, jangan mudah membid'ahkan orang lain, jadilah manusia yang normal yang menggunakan rasional akal dan kebijaksanaan hati dalam memandang sesuatu. Justru dengan bid'ah peradaban dunia dan Islam semakin maju.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun