Mohon tunggu...
kangsamad
kangsamad Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Hidup Ini Adalah Anugrah

13 Oktober 2010   03:17 Diperbarui: 26 Juni 2015   12:28 803
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bagi saya, memahami frase "hidup ini adalah anugrah" adalah merupakan anugrah.

Ternyata sangat sulit bagi saya untuk memahami hal ini, karena sepertinya segala sesuatu tidak ada yang gratis. Namun yang terpenting bagi kehidupan saya, dan yang saya sering tidak sadari ternyata pun adalah sebuah anugrah, misalnya : udara yang saya hirup atau gaya gravitasi yang membuat saya tetap menjejak bumi dsb. Saya tidak perlu membayar untuk mengkonsumsinya, dan jika saya tidak mengkonsumsinya lagi, saya sudah tidak hidup lagi alias mati.

Kata tersebut memetakan sebuah relasi antara pihak yang memberi dan pihak yang diberi, dan lebih khusus lagi, sepertinya kata itu lebih sering digunakan di dalam hubungan antara manusia dengan Tuhan. Sangat jarang kata tersebut di dalam makna generiknya anugrah/kasih karunia dipakai di dalam hubungan antara manusia.

Kata itu mengandung sebuah makna bahwa tanpa "anugrah" maka kehidupan ini sebenarnya tidaklah benar-benar "hidup".

Ketika tidak memahami hal ini maka kehidupan ini sepertinya sebuah perjalanan memburu-buru berlelah untuk mencapai ini dan itu yang sangkanya akan memberikan makna bagi kehidupan kita, sebelum akhirnya kita tiba kepada kondisi bahwa segala sesuatu berlalunya buru-buru, kemudian tinggal lenyap.

Tanpa anugrah, kehidupan ini seperti semak bulus di padang belantara, yang  gersang, bagaikan tanah angus di padang gurun, di negeri padang asin yang tidak berpenduduk. Kehidupan demikian seperti halnya menunda kekalahan untuk akhirnya bertelut di hadapan kematian.

Manusia merindu akan anugrah. Hal ini bagaikan tetesan embun yang memuaskan kedahagaan jiwa kita. Kita bukan hanya ingin mencercap tetesan itu, tetapi kita juga ingin meneguk dari sumbernya bahkan tenggelam di lautan anugrah itu.

Bagai rusa berteriak mencari sumber air sejuk, demikianlah jiwa kita merindu akan Dia yang penuh dengan anugrah dan kebenaran.

Hidup ini adalah anugrah.

Jikalau hidup ini adalah anugrah, maka perjalananan kehidupan ini adalah sebuah proses mengalami anugrah demi anugrah. Sebuah perjalanan menuju kedewasaan adalah sebuah kemampuan untuk memperbesar kapasitas untuk menikmati anugrah demi anugrah yang semakin besar.

Bagaimana saya memulai perjalanan ini?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun