Mohon tunggu...
kangsamad
kangsamad Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Money

Tabung Gas yang Tidak Bisa Meledak

27 Juli 2010   08:20 Diperbarui: 26 Juni 2015   14:34 3044
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bisnis. Sumber ilustrasi: PEXELS/Nappy

Ibu Atik yang tinggal di Kp. Cibedug, Ds. Cikole, Kecamatan Lembang, sekarang ini tidak kuatir lagi dengan kejadian meledaknya tabung gas LPG ketika sedang memasak.

Saat ini dia dengan senang hati memanfaatkan gas yang dia punya untuk segala macam keperluan rumah tangganya.

[caption id="attachment_206207" align="alignleft" width="240" caption="Awas LPG!"][/caption] Suara kompor yang menderu-deru di dalam dapurnya tak membuatnya merasa kuatir dengan bahaya ledakan, tetapi justru membuatnya lebih bersemangat untuk bekerja di dapur.

Ibu Atik tidak perlu kuatir bila listrik tiba-tiba mati di daerah tersebut, hal yang biasa dialami di banyak daerah di Indonesia, karena dia sudah menyediakan lampu petromak yang berbahan bakar gas di dalam rumahnya.

Ibu Atik tidak perlu setiap kali harus bolak-balik membeli tabung gas baru sebanyak 6 tabung per bulan karena persediaan gas yang dia miliki sudah cukup untuk memenuhi kebutuhan di dapurnya, bahkan dia bisa membagi gas tersebut ke rumah orang tuanya yang terletak tidak jauh dari rumahnya. Semua kompor yang ada, sebanyak tiga mata api, dicukupi dengan persediaan gas dari dalam tabung tersebut.

Setiap hari dia hanya mengisi tabung itu hanya dengan kotoran sapi sebanyak satu setengah ember cat, atau kira2 40 kg, ditambah dengan air sebanyak kotoran yang sapi kemudian diaduk sampai rata baru kemudian dimasukkan ke dalam tabung tersebut.

Pengalaman Ibu Atik juga dialami oleh ibu-ibu lainnya di kampung itu, setelah mereka menyingkirkan tabung hijau LPG 3 Kg dan menggantinya dengan tabung reaktor biogas.

Tabung tersebut adalah sebuah digester anaerobik (biogas) yang di dalamnya koloni bakteri melakukan proses penguraian bahan-bahan organik kotoran sapi yang dimasukkan yang kemudian dihasilkan biogas yang mempunyai kandungan gas methane yang tinggi. Gas (biogas) ini lah yang kemudian dimanfaatkan untuk menggantikan gas LPG yang selama ini dipakai oleh rumah tangga-rumah tangga. Tabung tersebut terbuat dari beton, sehingga dengan pemeliharaan yang sederhana, bangunan tabung digester tersebut dapat bertahan lama, bahkan kalau mau dapat diwariskan kepada anaknya.

[caption id="attachment_206199" align="alignleft" width="300" caption="Sketsa Tabung Digester Biogas"][/caption] Tabung tersebut memang bentuknya mirip dengan tabung gas elpiji, namun ukurannya bukan 3 kg atau 12 kg, tetapi 4 m3, 6 m3 atau sesuai dengan kebutuhan dan terbuat dari konstruksi semen. Tabung digester ini yang menggunakan model fix-dome ini tidak dapat dibawa-bawa atau disimpan di dalam dapur, tetapi diletakkan (dibangun) di pekarangan, atau dekat dengan kandang sapi, tertimbun tanah dan hanya pipa gas saja yang tampak dari luar. Tabung digester biogas yang dibangun mengikuti contoh sukses model biogas dari Nepal ini merupakan sebuah cara yang efektif untuk menunjang kemandirian energi di pedesaan.

Selain mendapatkan gas, yang tidak kalah penting adalah bahwa tabung digester tersebut membantu proses penguraian unsur organik kotoran sapi yang setiap hari dimasukkan, sehingga keluarannya (bio-slurry) ditampung dan dan sudah menjadi pupuk organik yang berkualitas. Para petani sudah tahu kualitas dari pupuk ini, dan mereka berebutan untuk mendapatkan barang tersebut, setiap kali dilakukan pengurasan dari penampungan tersebut. Ibu Atik mendapatkan keuntungan dari hal ini, karena pupuk organik yang ditampung dibeli oleh para petani, dan para petani juga diuntungkan mendapatkan produk yang berkualitas dengan harga yang baik.

[caption id="attachment_206204" align="alignright" width="300" caption="Siklus Biogas"][/caption] Dengan mengisi setiap hari sebanyak 40 kg, dalam satu bulan Ibu Atikbisa mendapatkan 2,5 m3 pupuk cair yang siap diaplikasikan ke lahan pertanian, atau jikalau dikeringkan bisa di dapatkan 500 kg pupuk yang sangat bagus dipakai di lahan pertanian atau untuk media pembibitan tanaman, dan memberi peningkatan produktivitas lahan pertanian. Hal ini merupakan keuntungan besar bagi peternak, karena sebelumnya mereka menyadari betapa tidak berharga dan mengganggunya kotoran sapi ini, namun setelah diolah di dalam tabung digester biogas, ternyata memberi manfaat yang berlipat, selain mendapatkan gas, juga mendapatkan pupuk.

Sedangkan Pak Mii, yang membangun reaktor 6 m3 sangatlah bergembira dengan hasil gas yang dihasilkan, sehingga dia perlu untuk membaginya kepada tetangganya supaya mereka pun dapat menikmati kelebihan gas tersebut. Sedangkan Pak Fandi mempunyai kemudahan baru, karena dia bisa mengembangkan usaha penggorengan keripik dengan kompor biogas. Sedangka Pak Cahya sangat bersemangat membangun reaktor biogas ini, karena dia dapat memanfaatkan bidang diatasnya untuk dipakai menjadi kandang lagi, dan kemudian ternyata dia juga bisa menjadikan reaktor biogas ini sebagai septic tank bagi WC keluarganya, ”all in one” semua menjadi satu.

Lain halnya dengan Pak Is, selain diambil gasnya, keluaran (bio-slurry) dari tabung digester tersebut dipisahkan antara padatan dan cairan, dan kemudian cairan tersebut ditampung di dalam kolam ikan lele. Pak Is tidak perlu memberi makanan ikan lele tersebut, karena mereka dengan cepat sekali berkembang biak di kolam tersebut.

Tabung digester biogas yang dibangun Pak Is memang sangat besar, yaitu 25 m3, oleh karenanya gas yang dihasilkan cukup untuk memenuhi 4 dapur rumah tangga di sekitarnya dan sebuah dapur umum yang intensif dipakai setiap hari untuk kebutuhan penginapan yang dia miliki.

Dampak lainnya adalah kandang menjadi bersih, sungai yang biasanya menjadi tempat pembuangan kotoran sapi tidak lagi berwarna hijau, tepi justru mengalirkan air sungai yang bening. Sapi menjadi sehat, karena setiap hari harus dibilas dengan air panas supaya kualitas susunya meningkat. Pendapatan keluarga peternak meningkat, pengeluaran keluarga menurun. Para petani tidak kesulitan lagi mendapatkan pupuk, karena pupuk organik yang berkualitas telah tersedia setiap saat. Sehingga lingkungan alam dan keluarga para petani sama-sama diuntungkan. Dengan investasi yang tidak mahal, maka dalam jangka waktukurang dari 2 tahun, pemilik tabung digester biogas sudah kembali investasinya.

Ibu Atik, Pak Is, Pak Mii, Pak Cahya dan Pak Fandi dan para peternak lainnya tidak banyak mengerti tentang hal-hal berkaitan dengan mengenai efek rumah kaca, efek pemanasan global, emisi karbon, carbon trading atau Clean Development Mechanism, … atau istilah yang lain sejenisnya, tetapi mereka merasakan manfaat dari tabung digester biogas yang dia buat, bahwa dengan membuat tabung digester biogas maka kebutuhan dia akan gas untuk kebutuhan rumah tangga dan pupuk bagi lahan pertaniannya sudah dicukupkan. Tetapi yang lebih penting juga adalah, para peternak, khususnya para ibu-ibu tersebut terhindar dari rasa takut. Karena  tabung reaktor biogas ini tidak bisa meledak, sehingga para ibu dibebaskan untuk menikmati pekerjaan di dapurnya dengan tenang dan gembira.

Salam Taklim

Kang Samad

Catatan : Tulisan tersebut merupakan hasil pendampingan para peternak yang menggunakan biogas di daerah Lembang, Subang, dan Garut selama satu tahun terakhir ini.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun