[caption id="attachment_188678" align="aligncenter" width="250" caption="Anak Hilang"][/caption]
-IX-
(Bagian ke ix dari Anak Yang Hilang - Cerita Yang Tidak Berakhir)
Lukas 15 : 20c. Ayah itu berlari mendapatkan dia lalu merangkul dan mencium dia. Ayah itu terlebih dahulu melihatnya. Ketika ia yakin bahwa itu adalah anaknya ia langsung berlari mendapatkannya. Sang anak tidak menyadari semua kondisi yang dihadapinya saat ini. Ia tertegun ketika menjumpai orang yang ingin dia sujudi ternyata terlebih dahulu berlari untuk mendapatkan dirinya. Ia terpaku melihat semua peristiwa yang begitu cepat terjadi di depannya. Bukannya ia berinisiatif untuk berlari, tetapi ternyata ayahnya terlebih dahulu berinisiatif untuk mendapatkannya. Ia terpukau terhadap penerimaan dirinya yang luar biasa. Ia terpaku dan terpukau. Orang-orang lain dibuat bingung dengan peristiwa ini. Mereka memandang hal ini sebagai ketidakwajaran. Bagaimana mungkin seorang bapak yang telah begitu didurhakai rela untuk berinisiatif berlari untuk menjumpai orang yang telah mendurhakainya. Bagaimana ia rela menanggalkan segala kehormatan dan martabatnya di tengah masyarakat untuk menjumpai anak yang tidak tahu diuntung? Ia mempunyai hak untuk menghajar dan memaki si bungsu, tetapi ia tidak mengambil hak itu. Ia mungkin memerlukan klarifikasi dari kelakukan si bungu, tetapi ia mengabaikannya. Ia sangat pantas untuk mendapatkan kejelasan kepulangannya, tetapi ia tidak memerlukan pembelaan dari si bungsu. Ia mempunyai hak untuk menolak kedatanngannya, tetapi ia malah menerimanya tanpa syarat. Orang-orang ini adalah saksi dari pergumulan bapak-anak yang terjadi. Seorang saksi biasanya mengikutkan nilai-nilai normatif dirinya untuk menilai peristiwa yang terjadi. Kisah yang terjadi di atas semuanya seperti diluar nilai normatif yang dipunyai para saksi tersebut. Bagi mereka tidak mungkin seorang bapak merendahkan diri sedemikian rupa untuk menjumpai orang yang mendurhakainya tanpa terlebih dahulu sang anak mengakui kesalahannya. Mereka tidak tahu yang bergumul di hati sang bapaknya. Kasihnya begitu besar, dan ia ingin mengaruniakan itu kepada orang yang sangat dikasihinya. Ia sudah menunggu lama kepulangannya, dan ia tidak ingin menunda-nunda kasihnya karena alasan gengsi dirinya. Ketika akhirnya dijumpai anaknya, ia merangkul dan menciumnya. Suatu drama yang luar biasa. Suatu drama yang tidak terjadi didalam rumah atau di tempat-tempat yang pribadi, tetapi itu terjadi di depan umum. Semua orang melihat itu dan menjadi saksi perjumpaan dan pendamaian yang luar biasa. Seluruh semesta rasanya berhenti menyaksikan rangkulan dan ciuman itu. Pertunjukkan kasih yang agung tersebut dinyatakan. Kasihnya mengalahkan segala gengsinya, dan kasihnya membenarkan tindakannya. Si bungsu yang ingin menggunakan bibirnya untuk mengungkapkan penyesalannya, sekejap dibungkam tindakan ayahnya nya yang ingin supaya ia menggunakan bibirnya untuk membalas mencium dirinya. Keberandalan dan kekumuhan anaknya tidak menghalanginya untuk melakukan semuanya itu. Ketika rangkulan tangan ayahnya menyelimuti lehernya, dan ciuman bapanya jauh pada pipinya, dan mereka saling berpelukan, maka tidak ada yang dapat membantah betapa sebuah pertunjukan cinta yang agung sedang diungkapkan. Rangkulan dan ciuman itu membuktikan bahwa ayahnya sudah melupakan segala dosa pelanggarannya. Sepenuh rangkulan dan ciuman ayahnya jauh lebih bermakna dari serangkaian upacara penyambutan. Rangkulan dan ciuman itu menghapuskan masa lalunya yang kelam dan membarui hatinya yang kelam. Rangkulan dan ciuman itu menegaskan tanda kasih setia ayahnya yang tiada berkesudahan terhadap anaknya. Ciuman dan rangkulannya murni tanpa kepalsuan dan penghianatan. Ia mencium sepenuh cinta. Ciuman dan rangkulannya merupakan wujud cinta yang dinyatakan sepenuhnya. Ciuman dan rangkulannya penuh dengan belas kasihan dan kemurahan. Dan si bungsu tahu, bahwa ayahnya sangat mengasihi dirinya. Semua ketakutannya hilang, kasih bapanya menghancurkan segala ketakutannya dan digantikan dengan sukacita. Rangkulan dan ciuman sang bapak kepada anaknya yang kembali bagaikan suatu tetesan-tetesan air yang melepaskan dahaga jiwanya. Mereka rasanya ingin berlama-lama untuk saling merangkul sambil melakukan kilas balik di dalam hati mereka masing-masing. Sang anak merasakan kedamaian dan penerimaan yang sangat dalam. Sumber gambar :Â http://aaronautics.files.wordpress.com/2009/11/prodigal-son.jpg
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H