Mohon tunggu...
Kang Sahhal
Kang Sahhal Mohon Tunggu... Guru - Senang akan hal-hal baru

ingin berbagi

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Semedo Manise, Manisnya Senyum di Semedo

31 Desember 2019   23:20 Diperbarui: 31 Desember 2019   23:29 13
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Varian produk Kelompok Tani Manggar Jaya | dokpri

Pada era sebelum tahun 2000-an Desa Semedo sempat dicap sebagai desa tertinggal. Akses yang cukup sulit, jalanan mendaki, tak beraspal seolah-olah mendukung stempel tadi. Perekonomian warga yang lemah menjadikan para orang tua menganggap enteng pendidikan. Para orang tua yang merupakan kaum penderes berprinsip bahawa kalau sudah bisa membaca dan menulis, maka tidak perlu lagi melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. "Siapa yang akan membantu kami di ladang, jika mereka sekolah jauh-jauh?" begitu pikir para orang tua. Apakah pemikiran itu masih ada di benak kaum penderes di Desa Semedo? Berikut adalah hasil perbincangan saya dengan Akhmad Sobirin, ketua Kelompok Tani Manggar Jaya dan pimpinan CV Karya Muda Jaya.

Bagaimana kehidupan penderes dalam pandangan Anda ?

Memprihatinkan. Itu yang saya lihat di Desa Semedo, Kecamatan Pekuncen, Kabupaten Banyumas ini. Apalagi keluarga dari bapak maupun ibu saya sebagian besar adalah para penderes. Jadi, saya tahu betul seperti apa kehidupan penderes pada umumnya.  Kebanyakan para penderes di desa ini mengolah niranya menjadi gula cetak. Alhasil rata-rata penghasilan per hari hanya berkisar Rp30.000,00. Penghasilan sebesar itu belum dapat dikatakan cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.

Belum lagi para penderes ini juga banyak yang terikat hutang dengan bank harian. Bank harian ini bunganya sangat memberatkan. Beberapa penderes pun tidak berdaya dalam menentukan harga jual gulanya. Hal ini terjadi karena mereka terikat hutang dengan para tengkulak gula. Ketika penderes membutuhkan beras, si tengkulak kasih. Penderes butuh uang untuk membeli kebutuhan atau berobat, tengkulak kasih. Hal ini menjadikan penderes manut saja dengan harga jual gula yang ditetapkan tengkulak.

Masalah kesehatan dan keselamatan penderes juga menjadi masalah yang perlu diperhatikan dengan serius. Hal ini disebabkan karena sebelum tahun 2017 seorang penderes tidak mendapat jaminan kesehatan dan keselamatan. Padahal aktivitas seorang penderes tidak jauh dari risiko kecelakaan maupun kematian. Bayangkan saja seorang penderes harus memanjat pohon kelapa setinggi 10 s.d. 20 meter tiap pagi dan sore. Bukan satu atau dua pohon, melainkan mencapai 30 pohon kelapa. Bahkan bisa mencapai 60 pohon kelapa, jika sedang membutuhkan biaya banyak. Belum lagi jika kondisi pohon licin setelah hujan.

Bantuan bagi penderes di Desa Semedo dari pemerintah daerah setempat atau pemerintah pusat pun belum ada yang singgah. Boro-boro singgah, lewat saja nggak he..he... Tidak ada itu yang namanya bantuan. Baik bantuan yang sifatnya materi maupun non materi. Hal ini dikarenakan para penderes di Desa Semedo belum tergabung dalam organisasi yang disebut kelompok tani.

Bagaimana kisah terbentuknya kelompok tani dan apa kiprahnya ?

Melihat keprihatinan yang dialami penderes itulah saya punya tekad untuk memperbaiki nasib desa saya. Sebetulnya waktu itu konsepnya belum jelas. Saya cuma modal nekat dan yakin saja ha... ha... Akhirnya, tahun 2012 saya berinisiatif membentuk kelompok tani yang waktu itu disepakati bersama diberi nama Kelompok Tani Manggar Jaya. Harapannya dengan terbentuk kelompok tani ini akan menjadikan rantai produksi gula kelapa lebih efektif. Fasilitas atau bantuan berupa materi maupun pembinaan diharapkan diperoleh para penderes di Desa Semedo.

Terbentuknya kelompok tani ini tidak berjalan mulus begitu saja. Salah satu tantangannya adalah mengubah kebiasaan para penderes, karena belum terbiasa berkelompok. Ada juga penderes yang menyerah pada keadaan, "Wis awit kuna lereng nyong kaya kiye, bakale ya kaya kiye bae Mas (sudah dari dulu sekali saya seperti ini, pasti akan tetap seperti ini Mas)." Bahkan keponakan saya yang saya ajak untuk membentuk kelompok tani berkata "Iya, sekarang dibentuk kelompok, paling besok-besok bubar sendiri."

Tapi saya tetap berjuang meyakinkan para penderes, bahwa kelompok tani ini dibentuk untuk jangka panjang dan untuk kepentingan mereka. Bukan kepentingan saya pribadi. Ibu-ibu perajin gula kelapa juga mengeluh kalau harus dibuat gula semut itu repot dan melelahkan. Namun saya tetap melakukan sosialisasi dari pintu ke pintu, dari dapur ke dapur.

Tantangan itu akhirnya bisa teratasi, sehingga kelompok tani yang awalnya hanya berjumlah 25 orang, kini sudah menjadi 500-an orang. Jumlah anggota yang semakin banyak tidak memungkinkan diwadahi oleh satu organisasi saja. Selain itu, jarak antara satu desa dengan desa yang lain juga cukup berjauhan. Maka dibentuklah kelompok tani anakan dari Manggar Jaya. Saat ini sudah ada satu kelompok tani induk dan enam kelompok tani anakan. Desa Semedo memiliki 4 kelompok, Manggar Jaya (induk), Manggis Berkarya, Mugi Lestari, dan Tirta Nira. Desa Karangkemiri terdapat 2 kelompok, yakni Nira Kencana dan Gendis Barokah. Sedangkan Desa Petahunan hanya 1 kelompok yaitu Nira Berkah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun