Kasus viral yang melibatkan Gus Miftah, Utusan Khusus Presiden Bidang Kerukunan Agama, dengan seorang penjual es teh di Magelang, menyentuh hati banyak pihak. Dalam situasi yang terekam kamera, candaan Gus Miftah terhadap penjual es teh di tengah guyuran hujan menyulut berbagai reaksi, terutama karena kejadian ini berlangsung di hadapan publik. Meskipun Gus Miftah, telah meminta maaf secara terbuka. Namun, hikmah di balik kejadian ini jauh lebih besar dari sekadar insiden viral. Ini adalah panggilan untuk kita semua, baik pemimpin, pejabat publik maupun rakyat biasa, agar menata ucapan, memperhatikan tindakan, dan menjaga hati. Â Kejadian ini memberi pelajaran penting bagi semua, bagaimana kita menjaga adab dalam setiap interaksi
Islam menempatkan adab sebagai elemen fundamental dalam kehidupan bermasyarakat. Rasulullah SAW bersabda, "Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlak yang mulia."* (HR. Ahmad).Â
Adab tidak hanya mengatur hubungan manusia dengan Allah SWT, tetapi juga hubungan antar sesama makhluk-Nya. Dalam situasi seperti yang dialami Gus Miftah, penting untuk memahami bahwa setiap individu, baik tokoh agama maupun rakyat kecil seperti penjual es teh, memiliki hak untuk dihormati.Â
Allah SWT berfirman, "Wahai orang-orang yang beriman, janganlah suatu kaum mengolok-olok kaum yang lain (karena) boleh jadi mereka (yang diolok-olokkan itu) lebih baik daripada mereka (yang mengolok-olok) dan jangan pula perempuan-perempuan (mengolok-olok) perempuan lain (karena) boleh jadi perempuan (yang diolok-olok itu) lebih baik daripada perempuan (yang mengolok-olok). Janganlah kamu saling mencela dan saling memanggil dengan julukan yang buruk. Seburuk-buruk panggilan adalah (panggilan) fasik setelah beriman. Siapa yang tidak bertobat, mereka itulah orang-orang zalim." (QS. Al-Hujurat: 11).Â
Ayat ini mengingatkan kita bahwa olok-olok, meskipun dalam konteks bercanda, dapat melukai hati seseorang. Humor yang tidak terkontrol, apalagi di depan khalayak ramai, berpotensi mencederai kehormatan orang lain. Â Selain itu, ayat ini bukan hanya teguran, tetapi juga pelajaran bahwa penghormatan kepada sesama adalah bagian dari iman. Bahkan dalam candaan sekalipun, seorang muslim dituntut untuk berhati-hati agar tidak melukai hati orang lain.Â
Meskipun bercanda, kita harus berhati-hati agar tidak melukai perasaan orang lain, terutama orang yang mungkin dalam kondisi lemah atau tidak mampu membela dirinya. Mengolok-olok atau berkata kasar, meskipun dalam suasana bercanda, bisa merusak hubungan dan menimbulkan rasa sakit hati.
Sebagai manusia, tidak ada yang luput dari kesalahan. Gus Miftah telah menunjukkan kebesaran hati dengan mengakui kekhilafannya. Ini adalah contoh nyata bahwa setiap manusia, bahkan mereka yang berilmu sekalipun, tidak luput dari kesalahan. Namun, keindahan Islam terletak pada kesadaran untuk memperbaiki diri dan bertaubat.Â
Dalam Islam, pengakuan kesalahan dan permintaan maaf adalah tanda hati yang bersih dan sikap rendah hati. Â Terlepas, permintaan maaf tersebut tulus atau tidak, karena yang mengetahui hanya Gus Miftah dengan Allah SWT., namun yang kita saksikan secara lahir, beliau telah mengakui kesalahannya, menjadi instropeksi baginya.
Permintaan maaf Gus Miftah adalah pelajaran bahwa kekuatan seorang pemimpin atau tokoh agama tidak terletak pada kesempurnaan, tetapi pada keberanian untuk mengakui dan belajar dari kekhilafan.Â
Rasulullah SAW bersabda: Â "Setiap anak Adam berbuat kesalahan, dan sebaik-baik orang yang berbuat kesalahan adalah mereka yang bertaubat."* (HR. Tirmidzi).Â