Sementara pada surat lain, Allah juga memerintahkan manusia untuk bersikap adil. Pada Surat Al-Hujurat ayat 9 berikut ini, Allah menyatakan restu-Nya untuk mereka yang berbuat adil, yaitu "Berbuat adillah, Sungguh Allah menyukai orang-orang yang berbuat adil," (Surat Al-Hujurat ayat 9).
Adapun sebutan imam atau pemimpin yang adil dapat ditemukan dalam riwayat Bukhari dan Muslim berikut ini. Imam atau pemimpin yang adil disebut pertama sebagai kelompok yang mendapat naungan Allah di hari kiamat.
Peyebutan pertama imam atau pemimpin yang adil menandai nilai kehadirannya di tengah masyarakat karena berurusan dengan kepentingan publik dan hajat hidup orang banyak, terutama sebagai pihak yang paling pertama memenuhi kelompok dhuafa dan kelompok masyarakat yang terpinggirkan haknya.
Dari Abu Said Al-Khudri RA, Rasulullah SAW bersabda, yang artinya: Dari Abu Said Al-Khudri RA: Rasulullah SAW bersabda, "Sesungguhnya manusia yang paling dicintai Allah Azza Wajalla dan yang paling dekat tempat duduknya pada hari kiamat adalah pemimpin yang adil, sedangkan manusia paling dibenci oleh Allah dan paling jauh tempat duduknya di hari kiamat adalah pemimpin yang zalim." (HR Tirmidzi).
Selain itu keriteria ke-2. Beriman dan Bertakwa, dimana pemimpin harus memiliki akhlak Islam yang kuat, karena kebijakan yang dibuatnya akan mencerminkan nilai-nilai tersebut. Dalam Al-Qur'an, Allah memerintahkan Nabi Musa untuk berkata kepada Fir'aun dengan lembut agar dapat menyampaikan kebenaran: Â Di dalam QS. Thaha, yang artinya: "Berbicaralah kamu berdua kepadanya (Fir'aun) dengan perkataan yang lemah lembut, mudah-mudahan dia sadar atau takut." (QS. Thaha: 44).
Keriteria ke-3. Pemimpin yang Jujur. Hal ini Rasulullah SAW pernah menegaskan salah satu sahabatnya untuk tidak meminta jabatan, ucapan ini terekam dalam hadis riwayat al-Bukhari, yang artinya: "Dari Abdurrahman bin Samurah, beliau mengatakan, Nabi shallallahu 'alaihi wasallam berkata kepadaku: "Wahai Abdurrahman bin Samurah, janganlah kamu meminta jabatan, sebab jika kamu diberi jabatan dengan tanpa meminta, maka kamu akan ditolong, dan jika kamu diberinya karena meminta, maka kamu akan ditelantarkan, dan jika kamu bersumpah, lantas kamu lihat ada suatu yang lebih baik, maka bayarlah kafarat sumpahmu dan lakukanlah yang lebih baik." (HR Bukhari).
Selain itu, kriteria yang ke-4. Pemimpin yang Ahli dan Cerdas. Dimana seorang pemimpin haruslah orang yang ahli dan cerdas. Keahlian ini meliputi berbagai hal, termasuk menata kewarganegaraan yang akan membawa negara dan rakyat pada kestabilan di berbagai bidang, baik kemananan, ekonomi, politik, pendidikan, kesehatan dan lain-lain. Lebih-lebih, dalam pemilihan kepala daerah, yang sangat dekat dalam kehidupan kita.
Memberikan kepercayaan kepada yang bukan ahlinya merupakan suatu tanda kehancuran, sebagaimana Rasulullah SAW pernah bersabda, yang artinya: "Apabila sifat Amanah sudah hilang, maka tunggulah terjadinya kiamat". Orang itu bertanya, "Bagaimana hilangnya amanah itu?" Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam menjawab, "Jika urusan diserahkan bukan kepada ahlinya, maka tunggulah terjadinya kiamat". (HR Bukhari).
Keriteria yang ke-5. Berorientasi pada Maslahat Umat, hal ini sebagaimana disampaikan oleh Ustadz Adi Hidayat, pemimpin yang dipilih haruslah seseorang yang mendekatkan umat kepada maslahat-maslahat kehidupan.Â
Untuk itu, Islam mengajarkan bahwa setiap suara yang diberikan adalah amanah yang akan dimintai pertanggungjawaban di akhirat. Rasulullah SAW bersabda: "Setiap kamu adalah pemimpin, dan setiap pemimpin akan dimintai pertanggungjawaban atas kepemimpinannya." (HR. Bukhari dan Muslim).