[caption id="" align="aligncenter" width="250" caption="kemarin tak kasih 12 instruksi, masih kurang 1 lagi nich...."][/caption]
Setiap kali ada permasalahan yang menimpa negeri ini Pak Beye cenderung mendiamkannya. Mungkin kata bijaknya seperti yang biasanya kita dengar dan kita perhatikan adalah , " Biarkan proses berjalan sesuai dengan koridornya". Terdengar sangat bijak sekali. Dan ketika permasalahan itu memuncak, membuat semua orang geram, gemas dan gelisah maka seperti biasanya akan ada sebuah respon dari pihak istana. Layaknya sebuah pertandingan sepak bola seluruh rakyat dibuat menunggu, mendengarkan pernyataan dari orang yang paling berpengaruh di negeri ini. Seperti pertandingan sepak bola saja, rakyat beramai-ramai mengadakan " nonton bareng" pidato SBY. Namun apalah dikata, jangankan rakyat mendapatkan pencerahan atau mungkin sekedar harapan. Pidato yang disampaikan itu bersikap normatif, datar dan tidak menyentuh pada akar permasalahan.
Begitu pula yang terjadi baru-baru ini, saat negeri ini harus tertawa terpingkal-pingkal hingga tersedu-sedan melihat tingkah polah Gayus Tambunan yang untuk kesekian kalinya mencoreng kepolisian dan kejaksaan dengan berpolah keluyuaran dan kelayapan padahal dia adalah seorang tahanan. Sebuah fenomena yang menunjukkan bahwa di negara ini hukum ditegakkan. Hukum itu hanya berlaku untuk pencuri ayam di desa-desa, pencuri buah cokelat di pedalaman dan untuk seorang pencopet. Maka di tengah kegelisahan itu, berkumpullah sejumlah tokoh lintas agama dan membuat sebuah pernyataan "9 Kebohongan Pemerintahan SBY"
Sebagaimana disebutkan dalam Hukum Newton III, di mana ada aksi pasti ada reaksi, begitulah yang dilakukan oleh SBYyang cukup reaktif dengan mengadakan pertemuan tertutup dan mengeluarkan "12 Instruksi "sesaat sebelum diadakannya pertemuan dengan para tokoh lintas agama. Seolah ingin menunjukkan keseriusannya sehingga hal itu dilakukan sebelum pertemuan tersebut. SBY pun jadi lebih siap saat bertemu dengan tokoh lintas agama, karena telah merasa "berbuat" sesuatu. Ibarat kata sudah menggugurkan sutau kewajiban yang dalam hal ini adalah "merespon".
Mari kita pelajari lagi pernyataan tokoh lintas agama yang berisi 9 kebohongan itu. Isinya kurang lebih pada masalah kemiskinan, ketahanan pangan, HAM, pendidikan dan beberapa masalah yang cenderung spesifik pada kasus tertentu. Dalam hal ini adalah kasus Newmon, freeport dan lapindo. Tidak ada satupun pernyataan yang menyinggung masalah hukum.
Apabila kita bandingkan dengan respon yang terdiri dari 12 instruksi SBY, semua isinya terkait masalah hukum. Mungkin memang pada saat sekarang yang paling menjadi perhatian adalah perkara hukum dan lebih spesifik pada kasus Gayus Tambunan. Sehingga kalau kita cermati sebenarnya tidak nyambung kalau kemudian 12 instruksi ini untuk menjawab pernyataan tokoh lintas agama. Dan barangkali "memang" bukan itu tujuannya
Tetapi agaknya jika 12 instruksi itu ditambah lagi 1 instruksi lagi mungkin bisa menjadi pemecahnya. Dalam benak saya, SBY perlu menginstruksikan Pembentukan Satgas Anti "Pencitraan" sebagai instruksi ke-13. Pasalnya, menurut banyak kalangan gagalnya pemerintah selama ini dalam menyelesaikan permasalahan bangsa adalah pada faktor "Pencitraan"
Maka pantaslah saja Buya Syafi'i Ma'arif menolak untuk menghadiri undangan pertemuan tokoh lintas agama dengan presiden. Dengan alasan ada agenda yang tidak bisa ditinggalkan, mantan Ketua Umum PP Muhammadiyah ini hanya bisa berpesan kepada tokoh lintas agama supaya tetep teguh dan tidak terbuai dalam rayuan manis dan 'pencitraannya".
Tugas dari satgas anti pencitraan ini adalah untuk mengingatkan atau bahasa jawanya "menjewer" setiap pejabat yang berpotensi membohongi rakyatnya dengan tampilan yang dibuat-buat, dengan data statistik yang juga dibuat-buat, testimoni yang dibuat-buat dan hal-hal yang mengarah pada kebanggaan diri pribadi yang mengalahkan kepentingan bangsa.
Sudah kita pahami bahwa diera Pak Beye inilah ribuan macam profesi "pembantu" dicetak. Ada pembantu utama berupa mentri, ada pembantu bagian dalam berupa staf ahli, yang dimana si staf ahli ini juga punya staf ahli yang punya pembantu juga. Ada juga Unit Kerja Presiden, Dewan Pertimbangan Presiden, Komisi A, B, C sampai Z. Maka bukanlah hal yang susah untuk membentuk sebuah satgas, Satgas Anti "Pencitraan".
Bagaimana Pak Beye?