Latar belakang
Fenomena glokalisasi telah menjadi Salah satu Konsep penting dalam studi Hubungan Internasional (HI) karena menghubungkan dinamika globalisasi dengan lokalitas secara simultan atau sesuatu yang terjadi. Menurut Robertson (1992), Proses ini tidak hanya berdampak pada negara maju, tetapi juga mempengaruhi berbagai kebijakan ekonomi dan sosial di negara berkembang. Dalam Hal ini, negara-negara berkembang menghadapi dilemma antara mengadopsi kebijakan global yang cenderung liberal (bebas) Dan memenuhi kebutuhan lokal yang lebih spesifik/ Hal ini menunjukan bahwa glokalisasi tidak hanya berkaitan dengan integrasi ekonomi Dunia, tetapi juga memberi ruang bagi penguatan identitas dan kebijakan lokal yang lebih kontekstual atau berhubungan dengan konteks.
Sayangnya, pembahasan mengenai glokalisasi sering kali kurang mendapat perhatian dalam kajian hubungan internasional, terutuma dalam konteks bagaimana negara, pasar, dan masyarakat sipil di negara berkembang berinteraksi (Appadurai, 1996). Dominasi negara maju dalam menentukan arah kebijakan global menjadi tantangan tersendiri bagi negara berkembang untuk menyeimbangkan kebutuhan internal mereka. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk mengeksplorasi fenomena glokalisasi ini bertujuan untuk mengeksplorasi fenomena glokalisasi melalui kerangka liberalisme ekonomi, refleksitivisme, Dan perspektif ekonomi, dengan fokus pada adaptasi kebijakan di negara berkembang
Kerangka konseptual
Glokalisasi
Glokalisasi adalah proses di mana elemen-elemen global disesuaikan agar relevan dengan konteks lokal. Robertson (1992) mendefinisikannya sebagai proses adaptasi ide, kebijakan, atau produk global untuk memenuhi kebutuhan local, sehingga tercipta intergrasi yang harmonis antara keduanya.
Liberalisme ekonomi
Liberalisme ekonomi, yang berakar pada pemikiran Adam Smith, menekankan pentingnya kebebasan pasar dan penolakan terhadap intervensi negara yang berlebihan dalam ekonomi (Smith, 1776/1999). Dalam konteks globalisasi, liberalisme mendorong integrasi ekonomi dunia dengan harapan menciptakan pertumbuhan yang merata. Namun, negara berkembang sering kali menyesuaikan penerapan liberalisme ini dengan kebijakan lokal untuk melindungi sektor domestik (Stiglitz, 2002).
Reflektivisme
Pendekatan reflektivisme dalam studi Hubungan internasional menekankan pentingnya identitas, budaya, dan nilai-nilai sebagai elemen yang tidak bisa diabaikan dalam proses glokalisasi. Reflektivisme mengingatkan bahwa kebijakan global tidak bisa sepenuhnya diterapkan secara seragam tanpa memperhatikan keragaman lokal (keohane & Nye, 2001).
Hubungan negara, pasar, dan masyarakat sipil
dalam dinamika glokalisasi, negara memiliki peran sebaga mediator antara kepentingan pasar global Dan tuntutan masyarakat lokal. Negara dituntut untuk menciptakan kebijakan yang adaptif, yang tidak hanya memperhatikan aspek ekonomi, tetapi juga mempertahankan nilai-nilai lokal.
pembahasan
Adaptasi kebijakan global seringkali memerlukan modifikasi agar sesuai dengan konteks lokal. Contohnya, di indonesia, kebijakan pembangunan berkelanjutan seperti SDGs diimplementasikan melalui program perhutanan sosial yang mengedepankan pemberdayaan masyarakat lokal sekaligus menjaga kelestarian lingkungan (kementerian perdagangan,2022).
Di India, program make in India merupakan contoh adaptasi kebijakan global yang difokuskan pada peningkatan investasi asing dengan tetap memperhatikan kebutuhan ekonomi domestik. Hal serupa juga terlihat di Vietnam, di mana insentif diberikan kepada pelaku lokal untuk mengimbangi dominasi investor asing di sektor manufaktur (Vergara-Camus,2014).
China, melalui kebijakan Belt and Road initiative, juga menggambarkan fenomene glokalisasi. Meskipun bersifat global, kebijakan ini dirancang untuk memperkuat pertumbuhan ekonomi domestik sekaligus mendorong konektivitas regional di kawasan Asia Selatan.
Peran negara dan masyarakat sipil dalam glokalisasi perang negara sangat penting dalam menyeimbangkan tekanan pasar global Dan kebutuhan lokal. Di Indonesia misalnya, pemerintah menetapkan kebijakan perlindungan sektor pertanian dengan membatasi impor produk pangan sebagai respons terhadap tuntutan organisasi petani lokal (Appadurai,1996).
Masyarakat sipil juga berperang signifikan. Contohnya, di Afrika Selatan, gerakan aktivis berhasil menekan kebijakan perubahan farmasi multinational untuk menyediakan obat HIV/AIDS generik yang lebih terjangkau. Di Indonesia gerakan lingkungan lokal seperti Fridays for future turut mempengaruhi kebijakan global agar lebih relevan dengan kebutuhan domestik (Stiglitz,2002).
Ekonomi digital Dan tantangan glokalisasi ekonomi digital menunjukkan bagaimana glokalisasi Dan lokalitas berinteraksi secara dinamis. Di Indonesia, platform seperti Tokopedia Dan Bukalapak menjadi respons terhadap kebutuhan lokal dengan tetap memanfaatkan teknologi global. Namun, tantangan seperti ketimpangan akses teknologi (digital divide) Masih menjadi isu yang perlu diatasi (Robertson,1992).
Selain itu keamanan siber menjadi tantangan baru bagi negara berkembang dalam proses integrasi digital. Kebijakan seperti pajak digital di Indonesia adalah Salah satu upaya untuk mengimbangi dominasi perusahaan teknologi global dengan kepentingan lokal.
Kritik terhadap glokalisasi
meskipun memberikan ruang bagi keberagaman lokal, glokalisasi tetap menghadapi Kritik. dominasi perusahaan multinational sering kali menciptakan ketergantungan ekonomi bagi negara berkembang, terutama di sektor agribisnis. Selain itu, budaya populer global sering kali menggusur tradisi lokal, menciptakan tantangan bagi pelestarian budaya di negara berkembang (Stiglitz,2002).
Ketimpangan ekonomi Dan dominasi glokalisasi sering kali tidak berjalan adil, terutama untuk negara berkembang. Perusahaan multinational memiliki sumber Daya Dan pengaruh yang jauh lebih besar dibanding pelaku ekonomi lokal, sehingga mereka cenderung mendominasi pasar. Akibatnya, negara berkembang sering hanya menjadi eksportir bahan mentah, sementara nilai tambah Dari produk yang diolah oleh perusahaan global lebih besar Dan dinikmati negara maju (Vergara-Camus, 2014).
Kesimpulan
Fenomena glokalisasi dalam Hubungan Internasional menunjukan bahwa globalisasi tidak selalu menghasilkan homogenisasi, tetapi dapat menjadi ruang bagi negara berkembang untuk mengintegrasikan kebijakan global dengan kebutuhan lokal. Glokalisasi mencerminkan upaya untuk menyesuaikan elemen-elemen global agar relevan dengan konteks lokal, sehingga menciptakan dinamika yang lebih kompleks antara negara, pasar, dan masyarakat sipil. Negara berkembang memiliki peluang besar untuk menggunakan proses ini sebagai alat guna memperkuat kemandirian domestik, melestarikan identitas budaya, Dan mendorong pembangunan yang inklusif.
Namun, pelaksanaan glokalisasi tidaklah tanpa tantangan. Ketimpangan kekuatan antara aktor global, seperti perusahaan multinational, dengan aktor lokal sering kali menjadi hambatan. Dominasi perusahaan multinational dalam rantai nilai global dapat memperburuk ketergantungan ekonomi negara berkembang. Selain itu, masuknya budaya populer global sering kali mengancam tradisi lokal, menciptakan apa yang disebut sebagai hegemoni budaya. Adaptasi kebijakan global pun kadang hanya bersifat simbolis di mana kebijakan tersebut lebih di tunjukan untuk memenuhi tuntutan global di bandingkan untuk memberikan manfaat nyata bagi masyarakat lokal.
Meskipun demikian, perang negara, masyarakat sipil, Dan teknologi menjadi sangat penting dalam memastikan bahwa proses glokalisasi dapat memberikan manfaat nyata. Negara perlu bertindak sebagai mediator yang mampu menyeimbangkan antara tuntutan pasar global Dan kebutuhan masyarakat domestik. Masyarakat sipil, melalui gerakan-gerakan lokal, juga dapat berfungsi sebagai penggerak perubahan, menekan pemerintah maupun aktor global untuk lebih responsif terhadap kebutuhan lokal. Teknologi, khususnya dalam ekonomi digital, membuka peluang baru bagi negara berkembang untuk bersaing secara global sambil tetap mempertahankan karakter lokal mereka.
Di sisi lain, penting bagi negara berkembang untuk menyusun kebijakan yang lebih adaptif dan strategis agar tidak hanya menjadi pelaku pasif dalam proses glokalisasi. Hal ini mencakup penguatan ekonomi lokal, pelestarian budaya, serta pengembangan kapasitas domestik yang lebih merata. Dengan demikian, glokalisasi dapat menjadi instrumen untuk menciptakan keseimbangan yang adil sementara globalisasi Dan kebutuhan lokal, sehingga menghasilkan pembangunan yang berkelanjutan yang inklusif.
Secara keseluruhan, meskipun terdapat Kritik dan tantangan, potensi glokalisasi untuk mendorong perkembangan di negara berkembang tetap signifikan. Dengan pendekatan yang tepat, proses ini dapat dimanfaatkan untuk memperkuat kemandirian ekonomi, melindungi budaya lokal, Dan menciptakan kebijakan yang tidak hanya inklusif tetapi juga berkeadilan bagi seluruh elemen masyarakat.
Referensi
Appadurai, A. (1996). Modernity at Large: Cultural Dimensions of Globalization. University of Minnesota Press.
Keohane, R. O., & Nye, J. S. (2001). Power and Interdependence. Pearson Education.
Robertson, R. (1992). Globalization: Social Theory and Global Culture. Sage Publications.
Stiglitz, J. E. (2002). Globalization and Its Discontents. W.W. Norton & Company.
Kementerian Perdagangan. (2022). Peningkatan Penggunaan Produk Dalam Negeri (P3DN).
Vergara-Camus, L. (2014). Land and Freedom: The MST, the Zapatistas, and Peasant Alternatives to Neoliberalism. Zed Books.
Tarisya, S. (2024). Dampak globalisasi pada ekonomi negara berkembang: Peluang dan tantangan. Kompasiana.
Akbar, H., & Sumarni, T. (2023). Dampak globalisasi terhadap pertumbuhan ekonomi. Jurnal Ilmu Komputer dan Manajemen, 14(2), 89-102.
Kementerian Keuangan RI. (2024). Dinamika ekonomi global dan pengaruhnya bagi Indonesia. Media Keuangan.
Rahmawati, L., & Pranoto, B. (2023). Dampak globalisasi terhadap dinamika ekonomi politik Indonesia. Jurnal Sinar Manajemen, 3(1), 45-58.
Kementerian Keuangan RI. (2024). Menkeu sebut ada empat tantangan global ke depan. Berita Utama Kemenkeu.
Fakultas Ekonomika dan Bisnis UGM. (2024). Dampak globalisasi terhadap pertumbuhan, kemiskinan, dan ketimpangan. Dashboard Makroekonomi FEB UGM.
Sugiono, T. (2023). Ekonomi digital dalam dinamika globalisasi: Studi kasus negara berkembang. Jurnal Ekonomi Digital dan Sosial Global, 5(2), 112-130.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H