Beberapa hari yang lalu, di Menteng Raya 62 Jakarta, saya dan beberapa teman merancang sebuah komunitas muda yang bergerak dalam pengembangan kewirausahaan. Komunitas ini kami beri nama WIRAMUDA yang berfungsi sebagai wadah inkubasi, jaringan dan akses permodalan bagi para pelaku usaha. Di komunitas ini nantinya anak-anak muda yang ingin berwirausaha dan yang ingin mengembangkan usahanya akan saling belajar dan menguatkan satu sama lainnya.
Dan kemarin, saya baru teringat, digedung yang sama walau berbeda lantai, ada organisasi kepemudaan yang akan melangsungkan hajatan besar, yakni Muktamar Pemuda Muhammadiyah. Event 4 tahunan ini akan digelar pada bulan November besok, tanggalnya saya lupa, bertempat dikota Padang, Sumatera Barat. Terkait Muktamar ini, saya sebagai outsider, memiliki sedikit catatan. Saya melihat perhelatan akhbar yang tinggal beberapa minggu ini terkesan kurang greget. Atau memang karena bukan anggota, saya menjadi kurang aware mengikuti dinamika dalam menyambut perhelatan ini, walau berkantor di gedung yang sama, di Gedung Pusat Dakwah Muhammadiyah. Namun, berpijak pada kebesaran nama Pemuda Muhammadiyah yang telah berusia puluhan tahun, seharusnya keriuhan dalam menyambut muktamar ini tidak hanya menjadi konsumsi internal anggota semata, setidaknya harus juga dirasakan oleh minimal keluarga besar Muhammadiyah, syukur-syukur didengar oleh publik secara luas. Saya membayangkan, dalam rangka menyambut hajatan besar ini, akan digelar berbagai macam diskusi dan seminar, bazar, parade, bakti sosial serta ajang perlombaan. Akan ada pula liputan khusus di media besar, ada adu debat antar calon yang diberitakan semua media massa. Setidaknya, diera social media ini, timeline facebook, twitter dan path mengalir banyak perbincangan perihal Pemuda Muhammadiyah, akan ada tagar (#) khusus Pemuda Muhammadiyah yang menjadi trending topic Indonesia. Sayang bayangan tersebut sepertinya tidak akan terwujud. Semua masih terlihat dingin-dingin saja. Semoga hal ini bukan tanda meredupnya sinar Pemuda Muhammadiyah, namun hanya karena kurangnya perencanaan dan persiapan panitia pusat dalam mensukseskan agenda besar ini. *** Tidak ada hubungan apapun antara WIRAMUDA dengan Pemuda Muhammadiyah, sebatas bahwa sebagian besar inisiator komunitas Wiramuda adalah Anak (bukan angkatan lho…hehe) Muda Muhammadiyah (AMM). Lebih dari itu, kebetulan diantara keduanya berada dalam ruang gerak yang sama yaitu dunia kepemudaan. Menghadirkan komunitas Wiramuda dalam konteks ini sebatas sebagai contoh bahwa ada konsep baru ( untuk tidak sekedar menyebutnya sebagai tren baru) bagaimana orang berkelompok atau berorganisasi. Diluar Wiramuda, bak jamur tumbuh dimusim hujan, telah banyak berdiri komunitas dengan eksistensi yang telah teruji. Sekedar menyebut nama, ada komunitas TDA, IIBF ( Indonesia Islamic Business Forum), Komunitas ODOJ (One Day One Juz), Hijabers, Sedekah Rombongan, akademi berbagi, Indonesia Berkebun, aneka komunitas otomotif, komunitas hobby, dan masih banyak lagi yang tidak mungkin disebutkan satu persatu. Salah satu ciri komunitas tersebut adalah dibentuk atas dasar kesamaan minat, kebutuhan dan nilai-nilai yang sama diantara anggotanya. Didalam menjalankan organisasi, mereka lebih fleksibel, tidak mau dibebani berbagai aturan birokrasi yang menghambat aspirasi mereka. *** Tumbuh suburnya komunitas dengan berbagai latar belakang ini, setidaknya dapat dijelaskan oleh fenomena ledakan demografi dan revolusi kelas menengah di Indonesia. Ada sekitar 130 juta jiwa kelas menengah di Indonesia dengan motor penggerak utamanya adalah youth, women dan netizen. Bagi para marketer, mereka adalah pasar potensial. Bagaimana dengan aktifis organisasi? Youth, women dan netizen adalah subkultur baru yang hidup didunia yang berbeda dengan para pendahulunya. Perkembangan teknologi informasi serta perubahan sosial, politik dan budaya menjadikan subkultur ini memiliki cara berfikir, pandangan, sikap dan aspirasi yang berbeda dengan generasi sebelumnya. Inilah era kita, orang bilang kita adalah generasi ”New Wave” yang berbeda dengan generasi senior yang legacy. Generasi legacy membaca dengan membawa bertumpuk-tumpuk buku, generasi “New Wave” cukup membaca ebook via ipad atau netbook. Generasi legacy belajar agama dengan mendatangi banyak pengajian, generasi new wave cukup dengan membaca via internet, mengikuti milist kajian dan menonton ceramah via youtube. Setiap ada persoalan, generasi new wave sudah memiliki jawaban bakunya, “butuh apapun,silahkan tanya pada om Google !”. Suka tidak suka inilah kecenderungan baru generasi baru. Era new wave ditandai dengan pola hubungan dan komunikasi yang lebih horizontal, berfikir dan bersikap lebih inklusif dan memiliki kecenderungan social yang cukup tinggi. Kemampuan untuk menyerap informasi dari manapun tanpa batas menjadikan generasi new wave tidak bisa didekte lagi, bagi generasi ini yang ada adalah dialog karena setiap individu memiliki sikap, minat dan aspirasi yang berbeda. *** Kecenderungan baru generasi baru, dengan salah satu pilar utamanya angkatan muda tersebut, berkonsekuensi logis terhadap cara mereka berkumpul dan berorganisasi. Menjamurnya berbagai macam komunitas tersebut adalah wujud cara berorganisasi mereka, inilah New Wave Organisasi. Bagi mereka organisasi-organisasi mapan seperti Pemuda Muhammadiyah adalah legacy organisasi yang kurang begitu menarik lagi. Legacy organisasi sudah tidak bisa menampung seluruh minat dan aspirasi mereka. Ditengah perubahan lanskap kepemudaan, setting kompetisi antar organisasi kepemudaan juga sudah berubah. Kompetitor Pemuda Muhammadiyah bukan sekedar OKP sejenis seperti GP Ansor, Pemuda Pancasila, KNPI dan seterusnya. Telah lahir kompetitor baru berupa komunitas-komunitas kepemudaan yang bergerak cukup lincah dan handal dalam menyerap dan menampung minat dan aspirasi generasi muda. Menghadapi perubahan lanskap dengan kecenderungan baru generasi muda ini, perubahan gerak dalam Pemuda Muhammadiyah adalah keharusan. Ketidakmauan dan tidakmampuan Pemuda Muhammadiyah untuk berubah dan mereposisi dirinya akan menjadikan organisasi tua ini semakin tinggalkan kalangan Muda. Tanda-tanda seperti ini sudah mulai terasa bukan? Menurut saya, setidaknya ada tiga hal yang perlu dilakukan oleh Pemuda Muhammadiyah dalam menghadapi perubahan lanskap kepemudaan di Indonesia. Pertama, sudah waktunya Pemuda Muhammadiyah menjadi organisasi terbuka, membuka pintu seluas-luasnya bagi siapapun untuk bergabung dan berkiprah didalamnya. Menjadikan Pemuda Muhammadiyah hanya sebatas wadah baru keberlanjutan kaderisasi IPM dan IMM tentu akan menjadikan posisi Pemuda Muhammadiyah kurang strategis. Kedua, berpijak pada prinsip customer oriented, orientasi gerakan Pemuda Muhammadiyah harus lebih banyak melihat berbagai kecenderungan baru kaum muda serta menyerap aspirasi dan minat kaum muda. Dengan orientasi seperti ini, kehadiran pemuda Muhammadiyah ditengah generasi new wave ini akan bisa diterima dengan tangan terbuka. Ketiga, konsep organisasi Pemuda Muhammadiyah juga harus berubah. Pemuda Muhammadiyah harus merubah struktur organisasinya yang rigit dan vertical menjadi fleksibel dan horizontal. Dengan struktur baru ini, Pemuda Muhammadiyah akan dapat menyerap dan menampung minat generasi muda dari berbagai latar belakang. Nantinya Pemuda Muhammadiyah akan menjadi tenda besar bagi persemaian berbagai komunitas minat bakat angkatan muda. Barangkali itu, selamat bermuktamar. Selamat tinggal Legacy Pemuda Muhammadiyah, selamat datang New Wave Pemuda Muhammadiyah !
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H