Semenjak terjun ke dalam dunia literasi–dari sekadar hanya hobby berpuisi lalu meluas menjadi cerpenis, ditambah terima pesanan sebagai editor dan content writer–banyak yang meragukan kemampuan gue. Mereka pikir kalau menulis itu ya cuma coret-coret kata menjadi kalimat di kertas–yang sekarang berubah menjadi mengetik di laptop. Awalnya gue meng-iyakan, toh ini sekadar hobby kok. Nggak peduli nasib naskah-naskah gue. Mau dibaca sama orang lain syukur … kalau nggak, ya nggak masalah.
Tapi ternyata, semakin banyak gue kenal penulis berbakat dan terkenal, kata hobby lambat laun berubah menjadi profesi. Yang gue maksud profesi di sini bukan seperti halnya seorang karyawan. Tapi gue mencoba untuk sedikit serius bergelut dengan naskah-naskah yang gue garap sekarang.
Mencoba, itu yang selalu gue tanam di dalam pikiran. Gue gak mau langsung bilang “gue nggak bisa,” tanpa mencoba dulu ngerjain sesuatu hal. Sebagai drafter pun dulu awalnya gue cuma coba-coba, tapi malah jadi rezeki. Sama halnya dengan dunia literasi. Mencoba jadi editor naskah kecil-kecilan, DONE. Mencoba jadi PJ event menulis, DONE. Mencoba jadi admin grup kepenulisan, DONE, mencoba jadi content writer, DONE, sampai akhirnya gue pun mencoba untuk jadi marketing buku. Semuanya DONE. Alhamdulillah untuk semua kelancaran ini.
Mencoba bukan berarti lost tanpa bekal. Sebelum mencoba dan atau selagi mencoba, gue cari-cari informasi bagaimana caranya untuk handle tanggung jawab itu. Tanya-tanya sama Om Google atau ke teman-teman yang sudah terlebih dahulu berpengalaman. Contoh, sebagai editor, gue buka lagi semua buku-buku bacaan, gue baca bukan lihat alur ceritnya lagi tapi gue perhatikan benar-benar cara menulisnya. Kamus EYD dan KBBI jadi contekan. Sebagai PJ event, gue ikut dulu event-event yang ada, bukan lihat tema eventnya, tapi gue pelajari bagaimana PJ-nya bekerja.
Kesalahan-kesalahan yang tidak dibilang kecil juga, masih gue lakuin. Gue anggap itu proses buat belajar lebih lagi. Catat semua kesalahan yang terjadi, Buat catatan tersendiri “daftar kesalahan” untuk terus dibuka setiap saat sesuai dengan tanggung jawab yang sedang diemban.
Akhirnya, dari sekadar hobby yang tidak menghasilkan–dalam materi–sekarang gue bisa dapat harga dari naskah-naskah gue tersebut. Gue bisa pasang pengalaman-pengalaman gue sebagai portfolio. Tanpa gue rencanakan, beberapa tawaran pun berdatangan untuk melakukan pekerjaan literasi.
Yang nggak gue sangka-sangka, ada satu perusahaan besar di kawasan Radio Dalam nawarin pekerjaan sebagai content writer dari empat web mereka. Sama sekali nggak pernah terpikirkan akan sejauh ini.
So, kalau memang kita mau untuk mencoba, nggak bakalan ada yang sia-sia kok. Mungkin hasilnya saja yang sedikit belum maksimal. Kalaupun nantinya gagal, jadikan itu sebagai protfolio pribadi untuk bisa mencobanya di lain kesempatan.
Sekarang, gue lagi garap editing naskah cerpen di grup penerbit indie, lagi handle event menulis cerpen bersponspor, lagi handle salah satu grup penerbit indie, dan menunggu proses wawancara sebagai content writer di perusahaan baja. Semua itu berawal dari MENCOBA.
Mau mencoba atau menyerah sebelum berperang? Silakan memilih.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H