Ketika dipaksa oleh keadaan harus menerima kenyataan istri bekerja, disinilah rasanya satu potensi kegagalan lahir. Namun yang namanya potensi masih bisa dicegah dengan banyak-banyak mendekatkan diri kepada Yang Maha Pengasih, karena dengan Dia-lah kehidupan ini bahagia. Tapi pendekatan itu akan seimbang jika dibarengi usaha, sebagaimana burung yang meninggalkan sarangnya dan kembali membawa perbekalan untuk anggota keluarga yang ia cintai.
Kok jadi ngebahas burung sih, heheh.
Keikutsertaan istri terjun ke dunia kerja bukan pula karena gaya-gayaan untuk ikut menaikan gengsi dengan titel sarjananya, bukan. Apalagi menganut system emansipasi, ya, setidaknya berpikiran kesetaraan gender. insyaAllah, tidak. Melainkan sekedar untuk membantu bergeraknya roda ekonomi rumah tangga, sehingga akan berdampak pada asap-asap yang mengepul dari dapur, walau kini memasak sudah menggunakan gas, itu artinya tidak ada lagi yang namanya asap seperti dulu nenek kita saat memasak di dapur.
Mana tega seorang lelaki sejati harus membiarkan orang yang dinikahi dengan atas cinta untuk terus beraktivitas dari pagi sampai malam, siang di kantor, pagi dan malam mengurus anak di rumah. Walau kini baru ada satu buah hati yang sudah mulai bisa berlari-lari dan berbicara dengan bahasa balita. Bisa membayangkan dong ya bagaimana aktifnya anak seusia itu. Â
Ternyata di luar motif meringankan beban istri dalam mengasuh anak ada dampak positif yang tercipta untuk buah hati dan pasangan. Yaitu akan lahir kekuatan pada  perkembangan anak secara sosial, emosi, fisik, dan kognitif. Hal ini didasarkan kepada penelitian yang berjudul "The Effect of Father Involvement: An Updated Research Summary of the Evidence" oleh peneliti dari Univesity of Guelph Canada tahun 2007, dikutip dari Republika.co.id.
Dalam teorinya saat usia anak memasuki enam bulan sampai satu tahun ia yang mendapatkan pengasuhan dari ayah sejak dini akan memiliki kemampuan kognitif lebih. Selain itu nilai IQ anak akan lebih tinggi ketika menginjak usia tiga tahun serta akan akan berkembang menjadi  individu yang mampu memecahkan permasalahan dengan baik.
Disamping itu, karena rumah tangga diawali oleh suami dan istri maka dalam pengasuhan anak pun keduanya harus saling mendukung, terkomunikasikan sehingga mendapatkan hasil sebuah kesepakatan bersama dalam merancang pola asuh yang seimbang, berkelanjutan berdasarkan fitrah dan bakat anak alami buah hati.
Kesimpulannya untuk kita para ayah muda, jangan hanya memfokuskan diri menggapai karir di tempat kerja, toh tujuan akhir dari kita bekerja adalah untuk memenuhi kebutuhan keluarga.
InsyaAllah jika kita melaksanakan dua tugas ini secara ikhlas akan tercipta generasi berkualitas. Selamat menemani tumbuh kembang buah hati, bersama-sama dan bekerjasama dalam kolaborasi bersama pasangan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H