Kekuatan itu bernama, cinta.
Ya, Cinta.
Semacam perangai bulshit, jika manusia tidak ada yang menginginkannya. Untuk dirinya, kerabat dan teman, maupun untuk anak cucunya.
Semua manusia membutuhkan cinta. Bahkan dalam kondisi terburuk sekalipun, manusia menginginkannya. Bukankah bentuk protes terhadap ketidaknyamanan juga merupakan perwujudan dari mendambakan cinta?
Semua jiwa mendambakan cinta, begitu pula dengan mereka yang berpasangan.
Penulis jadi teringat pada kisah seorang sahabat yang begitu mencintai pasangannya. Tak disangka, mencintai wanita yang kala itu belum menjadi isterinya adalah awal yang berat untuk berhadapan dengan keluarga dari pihak wanita.
Ditentang, tak direstui, dengan berbagai alasan yang sebelumnya tidak ada. Dalil agama dan etika norma di bentangkan dihadapan mereka. Satu intinya, mereka berpisah. Dengan penjelasan yang berupa-rupa halusnya, demi menutupi ketidaksukaan pada sang pria.
Lalu apa pasangan itu menyerah?
Tidak!
Mereka meyakini kekuatan cinta yang mereka miliki. Mereka tetap berjalan dengan keyakinan serta pembuktian.
“Orang tua akan mati, saudara dan teman pun akan pergi. Bersama pasangan yang saya pilihlah akan saya lewati hari sampai tua nanti”, begitu tutur sahabat tersebut pada penulis.