[caption caption="Meme Lintasan Gerhana Matahari Total. Sumber : www.facebook.com/radityariefananda"][/caption]Dikisahkan dalam sebuah dongeng, ada seorang pemimpin Negara yang begitu mencintai rakyatnya. Dia tau, beberapa saat lagi akan terjadi sebuah gerhana yang penuh fenomena. Karena ingin membahagiakan rakyat, diam-diam dia melaksanakan inisiatifnya.
Dalam kesendirian, pemimpin itu mengajukan proposal pada Sang Matahari. Dia meminta, agar gerhana itu terlihat total di negaranya saja, diseluruh provinsinya, bukan di negara lain. Proposal dikabulkan, meski ada beberapa koreksian.
Dari seluruh provinsi yang diminta, hanya 12 yang dikabulkan. Tidak apa. Yang penting rakyatnya senang. Sebagian dapat melihat fenomena itu secara langsung, sebagian lagi bisa melihatnya dari televisi atau streamingan. Begitu batinnya berbicara.
Baginya, yang terpenting adalah fenomena itu terjadi di negerinya, ditonton rakyatnya. Rakyat bahagia, dia ikut bergembira. Tidak penting baginya, fenomena itu terjadi dimasa pemerintahan siapa.
Hari bersejarah pun tiba. Semua rakyat menanti gerhana penuh suka cita. Berbagai persiapan dilakukan.
Tidak hanya rakyatnya saja, para ilmuwan dan pemburu fenomena dari berbagai Negarapun, ikut berbondong-bondong berdatangan ke negerinya. Untuk satu tujuan yang sama, gerhana.
Namun aneh.
Diantara ribuan manusia yang menyaksikan fenomena gerhana, terdapat pula para nyingnying yang ikut menikmatinya. Mereka asik mempersiapkan kacamata yang akan dipergunakan untuk menyamankan mata agar tidak buta. Mereka tertawa-tawa. Ikut bergembira.
Para nyingnying seakan lupa, fenomena alam tersebut terjadi di masa pemerintahan siapa. Para nyingnying sepertinya juga lupa, siapa yang mereka persalahkan jika terjadi fenomena alam serupa namun dalam tampilan bencana.
Gunung njeblug, banjir, crane roboh blablabla,…adalah beberapa daftar fenomena alam yang pernah menjadi perbincangan media. Kala itu, nyingnyingers sibuk menghubung-hubungkan peristiwanya dengan siapa yang menjabat ditampuk kursi pimpinan tertinggi negeri.
“Si Cungkring ini, selalu menghadirkan bencana!”, kata mereka kala itu.