Mohon tunggu...
Kangmas Hejis
Kangmas Hejis Mohon Tunggu... lainnya -

Pembelajar saja.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Jangan Hentikan YKS!

2 Januari 2014   06:39 Diperbarui: 24 Juni 2015   03:15 8214
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hiburan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Rawpixel

Tayangan YKS (Yuk Kita Smile) sebuah tayangan hiburan di TV mendapatkan perlawanan keras dari berbagai kalangan. Ada yang dari kalangan anggota DPR, ada pula dari KPAI. Masyarakat juga banyak yang menyatakan bahwa YKS merupakan program televisi yang tidak mendidik.

Menurut anggota Komisi I (penyiaran) DPR, Tjahjo Kumolo, salah satu adegan dalam goyang oplosan yang ada di tayangan YKS mengarah ke pornografi. Politikus itu berharap Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) memberi peringatan terhadap stasiun televisinya (MerdekaCom, 30/12/2013).

Beberapa orang juga menandatangani petisi yang meminta YKS dihentikan tayangnya. Mereka kebanyakan keberatan dengan tayangan itu yang tidak mendidik, tidak bermutu, dan goyangan oplosan dianggap merusak moral anak-anak.

Sampai sejauh ini KPI (Komisi Penyiaran Indonesia) yang berwenang untuk mengawasi, memberikan peringatan, bahkan menghentikan sebuah tayangan di televisi belum menentukan sikap.

Pada prinsipnya keberatan sebagian masyarakat terhadap ada dua hal: tayangan itu dianggap tidak bermutu atau tidak mendidik dan goyangan oplosan yang dianggap porno.

Tulisan ini mengajak pembaca untuk tidak buru-buru berburuk sangka apa lagi sampai pada simpulan bahwa tayangan itu harus dihentikan. Mengapa? Beberapa hal yang perlu dipertimbangkan sebelum menilai tayangan itu perlu dihentikan di bawah ini mungkin perlu dikedepankan.

Pertama, sebuah tayangan TV tidak harus dihentikan hanya karena “tidak bermutu.” Tidak bermutu merupakan hasil pemikiran yang subjektif kalau itu dilekatkan pada sebuah program televisi. Mungkin ada pihak yang dapat membutiri indikator-indikator seperti apa tayangan yang bermutu itu. Tetapi, pihak produser juga memiliki kriteria sendiri tayangan seperti apa yang dianggapnya bermutu. Baru bila sebuah tayangan merusak atau melanggar norma negara, tayangan itu harus dihentikan.

Kedua, YKS adalah program TV yang melibatkan banyak orang yang juga berarti sumber nafkahnya. Artis-artis utama dan kru-kru pendukung produksi tak terbilang banyaknya. Sebagian dari mereka adalah berasal dari strata sosial-ekonomi menengah bawah.

Olga Syahputra, Caisar, Soimah, Deni, Wendi adalah sekadar contoh. Mereka representasi orang-orang dari strata sosial yang tidak tinggi. Mereka berjuang dengan gigih dan sering jatuh bangun. Usaha-usaha mereka menginspirasi banyak orang. Orang disadarkan betapa tidak mudah untuk meraih kesuksesan.

Kini mereka mulai menikmati perjuangannya untuk memperbaiki kondisi dirinya dan keluarganya. Jika tiba-tiba acara YKS dihentikan, maka pihak yang menghentikan dirasakan tidak fair.

Di acara itu juga sering diberikan hadiah untuk penonton dalam lomba joget. Di antara penonton yang mendapat hadiah itu sebagian juga dari kalangan tidak mampu. Hadiah yang mereka terima ada yang akan digunakan untuk membeli obat yang selama ini tidak mampu dibelinya.

YKS adalah tayangan yang memelopori aktivitas para kru teknis sebagai bagian dari shoot kamera ketika acara sedang berlangsung. Selama ini mereka dianggap orang-orang di belakang layar untuk sebuah acara di televisi. Para penonton tidak kenal sama sekali karena wajahnya tidak pernah ditampilkan di layar TV pada program yang mereka juga turut membuatnya. Sekarang dengan adanya YKS mereka dinaikkan derajatnya dengan seringnya melibatkan mereka dengan goyangan-goyangannya, diundang ke panggung utama, dilibatkan dalam kuis, dsb.

Ketiga, YKS adalah acara yang menarik bagi jutaan orang penontonnya. Mungkin jumlah penggemarnya jauh lebih banyak daripada penentangnya. Tidak adil kiranya bila tayangan televisi yang penggemarnya berpuluh-puluh juta (terlihat dari jam tayang prime time) dihentikan oleh kelompok minoritas.

Keempat, format YKS adalah hiburan, bukan pendidikan. Sehingga, tidak layak orang menghakimi tayangan hiburan harus bermuatan pendidikan. Idealnya memang demikian. Tetapi dalam praktik hal itu sulit diwujudkan karena biayanya mahal, waktu pembuatannya memerlukan waktu lama, melibatkan banyak ahli, memerlukan properti yang canggih (walaupun tidak harus). Mana ada tayangan TV di Indonesia yang berkonten hiburan tetapi mendidik sekaligus mengundang minat puluhan juta penonton?

Kelima, harus dipisahkan antara YKS secara keseluruhan yang isi tiap episodenya beragam dan goyang oplosan yang banyak dikecam itu. Konten YKS sering mengundang orang-orang yang memiliki kredibilitas bagus di masyarakat, misalnya petinju Chris John, ustad Maulana, olahragawan panco. Tidak proporsional kiranya sebuah acara dihentikan hanya karena salah satu komponen dianggap tidak sempurna.

Goyang oplosan yang dianggap porno, vulgar, menjurus ke aktivitas seksual, dan merusak mental anak-anak, sebenarnya merupakan persepsi pada sebagian orang. Sementara orang-orang lainnya memiliki persepsi yang berbeda. Mereka menganggap goyang oplosan merupakan tarian yang kocak dan menghibur. Salah seorang komentator di sebuah berita online mengatakan, goyang oplosan vulgar atau tidak tergantung pada apakah pikiran kita jorok atau bersih.

Orang yang mengatakan goyang oplosan merusak moral anak-anak terasa berlebihan dan tanpa bukti. Di belahan dunia lain tidak pernah terdengar ada penelitian yang menyebutkan terdapat kerusakan moral pada anak-anak hanya karena mereka meniru tari-tarian orang dewasa.

Keenam, jika YKS harus dihentikan maka banyak tayangan lainnya juga harus dihentikan kalau ukurannya tidak mendidik dan tidak bermutu. Banyak sekali tayangan yang tidak mendidik dari berbagai format.

Acara ILC yang dihadiri tokoh-tokoh nasional pun sebetulnya sering ada episodenya yang tidak mendidik. Debat kusir antara Ruhut Sitompul dan Gayus Lumbun merupakan perdebatan yang memalukan. Beberapa perdebatan yang justru dilakukan oleh para tokoh politik nasional lainnya juga tidak bermutu dan tidak mendidik. Berita-berita banyak yang berisi perkelahian, perampokan, pembunuhan, korupsi, pembohongan publik juga tidak bermutu. Infotainment, debat publik, sinetron, dunia hantu, juga banyak yang tidak bermutu. Apakah itu semua juga harus ditutup?

Ketujuh, goyang Caisar adalah goyang atau salah satu tarian fenomenal hasil kreativitas dan banyak disukai di seluruh Indonesia. Kreativitas perlu dihargai meskipun “hanya” berupa tarian kalau masyarakat ini mau menciptakan masyarakat kreatif. Jangan karena seseorang tidak suka karena seleranya berbeda lalu berhak menghakimi sebuah karya sebagai tidak bermutu.

Caisar yang dikenal sebagai ikon goyang Caisar adalah seorang pemuda lugu dan pendiam yang dulu tukang membawakan koper, menjadi sopir pribadi, dan membantu banyak hal dari komedian Yadi Sembako. Kini setelah ia terkenal bahkan melebihi mantan “majikannya”banyak yang mengatakan, sifatnya tetap rendah hati, ia masih mau membawakan koper milik Yadi Sembako. Bukankah ini juga aspek mendidik melalui praktik?

Terdapat kecenderungan yang menyedihkan dalam mengemukakan pendapat pada era sekarang ini. Orang dengan mudah menyalahkan orang lain, menghujat, menghakimi, membunuh karakter orang lain karena berbeda pendapat. Sifat bijak hampir sirna di hati orang tersebut. Merasa benar sendiri adalah segalanya. Orang lain dianggap salah bila berbeda pendapat dengannya.

Dalam konteks tayangan YKS, bila terjadi kekurangan sebaiknya dinilai secara arif, mempertimbangkan berbagai aspek, menunjukkan apa yang sebaiknya diperbaiki baru kemudian disampaikan kepada pihak yang tepat dengan cara yang tepat.

Biarlah YKS menjadi hiburan bagi sebagian dari sekelompok masyarakat yang sesuai dengan seleranya. Biarlah acara itu menjadi ajang berekspresi bagi mereka. Biarlah mereka menikmati hiburan dari program yang disukainya sekalipun bagi kita acara itu sangat membosankan. Bila kita sedang jengah melihat sebuah tayangan Trans TV yang kita anggap tidak sesuai dengan selera kita, kita bisa pindah saluran ke Alif TV, TVRI, Kompas TV, atau stasiun TV lainnya. Begitu pun sebaliknya.*****

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun