Siapa yang tak suka ngegosip ? Rasanya semua kita pernah ngegosip. Di pasar, sekolah ataupun juga di majelis taklim, gosip itu sering terdengar, terkadang nyaring dan terkadang berbisik-bisikan. Temanya pun beragam: tentang janda muda, tetangga yang membeli mobil baru, atau perselingkuhan. Rasanya ngegosip sudah menjadi bagian keseharian masyarakat kita. Bahkan kini ngegosip menjadi tren tayangan televisi.
Tapi sadarkah kita bahwa ngegosip telah memberi dampak yang tidak kecil bagi kehidupan bermasyarakat? Gara-gara terbiasa hidup dalam gosip, banyak dari kita yang sibuk membicarakan keburukan orang daripada melakukan hal-hal baik yang dapat memuliakan kehidupannya; tidak sedikit sebagian kita yang harus bertengkar akibat begitu mempercayai gosip sehingga melukai orang lain.
Akhir-akhir ini tayang berbagai gosip seputar artis yang dimasukan hotel prodeo dengan embel-embel bahwa hakimnya telah disuap. Lalu, sang hakim melaporkan pihak yang menyebar gosip karena dianggap merusak kredibiltas dan kehormatan lembaga peradilan. Sang hakim ingin orang tidak mudah menebar gosip yang sangat tidak memiliki dasar dan fakta, karena hal tersebut sangat merusak tatanan sosial-kemasyarakatan hingga hukum. Ini adalah sebuha pelajaran berharga bahwa gosip dapat menjerumuskan orang pada masalah hukum dna berujung di pengadilan.
Istilah ngegosip memiliki persamaan dengan menggunjing, yaitu dua-duanya bermakna ngomongin keburukanoranglain tanpa disertai fakta dan data. Artinya gosip lebih merujuk pada pemberitaan yang bersumber dari katanya dan katanya. Karena bersumber dari katanya dan disebarkan melalui mulut ke mulut, sangat mungkin ada reduksi dari cerita aslinya. Bisa ditambah ataupun dikurangi. Dalam kata lain, ngegosip susah untuk dibuktikan secara faktual.
Bahaya gosip atau menggunjing telah diingatkan melalui surat al-Hujarat ayat 12:” Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan prasangka, karena sebagian dari prasangka itu adalah dosa. Dan janganlah mencari-cari kejelekan orang dan janganlah menggunjingkan satu sama lain. Adakah seorang diantara kalian yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kalian merasa jijik kepadanya. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang.”
Ini adalah ajaran mulia al-Qur’an, bahwa menggunjing, ngegosip dan sejenisnya merupakan sifat tercela karena ibarat memakan bangkai sahabatnya. Bagaimana mungkin kita tega menyebar gosip sahabat, tetangga dan saudara, padahal sesungguhnya kita semua adalah bersaudara? Haruskah kita telanjangi saudara yang tengah terlibat musibah, sementara mungkin saja ia tengah berjuang untuk bangkit dari keterpurukan?. Maka alangkah naifnya jika sesama saudara saling membuka aib dan menyebarkannya.
Pusat dari aktifitas gosip adalah lidah. Mengapa lidah? Karena dari lidah inilah muncul berbagai perkataan baik maupun buruk. Lidah lebih tajam dari pisau. Jika lidah telah melukai hati, maka akan sulit untuk disembuhkan. Karena itulah maka kita diminta untuk menjaga lidah agar tidak berucap sesuatu yang tidak perlu dan kurang bermanfaat. Tujuannya agar manusia selamat dari malapetak dunia, fitnah yang sangat merusak tatanan sosial kemasyarakatan.
Dalam konteks yang lebih luas, lidah bisa kita artikan dengan facebook, twitter, instagram, email dan media sosial lainnya. Tanpa kendali, kesemuanya dapat menjadi sarana untuk menjelekan, menggunjing hingga memfitnah. Akibatnya, akan banyak dampak negatif seperti terputusnya persaudaraan, pelanggaran hukum hingga retaknya sistem sosial kembangsaan. Bisa dibayangkan, jika media sosial tidak kita jaga dari tradisi ngegosip, maka kita akan menyaksikan ngerinya ngegosip bagi anak-anak dan generasi muda di masa depan.
Tanpa kita peduli, gosip-gosip yang berterbangan di berbagai saluran televisi hingga media sosial, akan menjadikan negeri ini sebagai negerinya gosip. Lalu, haruskah kita berikan estafet kepemimpinan kepada generasi gosip? Mari kita renungkan. Wallahua’lam bishowab.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI