Mohon tunggu...
Imam Maliki
Imam Maliki Mohon Tunggu... Wiraswasta - Manusia yang ingin berbuat lebih, melebihi rasa malas

Entrepreneur

Selanjutnya

Tutup

Foodie Pilihan

Kemprosnya Pedagang Bakso

27 September 2018   10:25 Diperbarui: 27 September 2018   10:53 826
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
destinasiwisatakotabatu.wordpress.com

                Bakso adalah makanan favorit hampir semua orang. Penyebutan bakso di Malang berbeda dengan di Jakarta ataupun daerah lain. Di Malang Bakso itu menu sebuah makanan yang terdiri pentol, mie kuning, mie putih, siomay, goreng (pangsit goreng), tahu isi dan tahu putih. Sedangkan di Jakarta atau daerah lain bakso itu pentol daging.

                Kempros adalah bahasa Jawa kampung yang berarti jorok atau rusuh. Artikel ini saya tulis setelah penulis pulang dari sebuah pasar tradisional untuk menggiling daging bahan pentol.

                Cerita tentang kemprosnya pedagang bakso sebenarnya sudah lama mendengar. Saya pun juga berkali-kali mengetahui sendiri, betapa mereka memperlakukan daging dengan tidak manusiawi. Seakan daging itu di peruntukkan untuk hewan. Ketika saya mengetahui prosesnya yang kurang beres itu, seketika itu saya tidak mau makanan bakso. Tapi karena sudah terlanjur suka, beberapa bulan lagi beli lagi. Maka, tidak aneh jika dulu pernah ada kabar bakso menggunakan daging tikus. Saya percaya kabar itu ada.

                Saya sebagai penyuka bakso akhirnya membuat standar minimal bakso yang akan saya beli, meskipun tidak jaminan standar saya ini berhasil menyelamatkan perut saya dari masukan pentol yang najis. Standar minimal bakso itu adalah: pertama, pedagangnya harus bersih pakaian dan rombongnya. Ini mutlak, jika pakaian dan rombongnya kotor, mana mungkin akan menghasilkan bakso yang bersih dan suci.

                Kedua, Pedagangnya harus beragama. Lho kok? Iya memang sulit untuk mengetahui pedagangnya beragama atau tidak. Tapi setidaknya, jika hari minggu dia ke gereja jika beragama Kristen, ke Masjid jika hari jumat. Ke Pura dan ke Wihara jika beragama Hindu atau Budha. Ataupun jika sulit untuk mengetahui parameter itu, penulis biasanya akan melihat seberapa sering memakai kopyah ataupun sudahkah dia berangkat haji. Penulis meyakini jika orang beragama dengan sesungguhnya, dia tidak akan tega menjual makanan yang tidak halal.

                Ketiga, tidak pernah terdengar meskipun kabar burung tentang keburukan penjual atau warung bakso itu. Di Malang ada sebuah bakso yang laris, suatu ketika penulis berkunjung ke seorang ulama, putri ulama itu ternyata indigo, dia bercerita, jika di depan warung bakso yang ramai itu terdapat banyak orang menari-nari dengan wajah yang buruk rupa di depan warung. Ayahnya yang seorang ulama, menjelaskan warung bakso itu memang memakai jasa jin untuk penglaris.

                Standara minimal di atas kemarin jebol juga. Agak siang saya berangkat ke pasar. Setelah membeli daging ayam dan sapi, kemdian membeli bahan-bahan untuk pentol. Di salah satu bahan, penjual bahan memberi 1 sachet borak. Saya bilang tidak memakai itu pak. Di belakang saya seorang bapak, sepertinya pedagang bakso dengan memakai kopyah. Dia mengambil borak yang saya taruh untuk di masukkan ke keranjangnya. Dia bilang " gak apa-apa mas di kasih ini, wong di jual saja." Kaget.. betapa bejat orang berkopyah ini. Saya bilang " pak, seharusnya yang di jual itu harusnya juga layak untuk dikonsumsi keluarga kita".

                Tidak berhenti disitu. Di penggilingan daging saya mau diambil untuk di giling, saya bilang mau mencuci dulu. Penggiling bilang "dagingnya tidak usah di cuci mas, nanti lembek". Saya bilang " biar lembek mas, asal suci". Beberapa penjual bakso yang menggiling ternyata tidak ada yang memperhatikan kebersihan. Daging kotor bercampur darah langsung di masukkan mesin penggilingan. Saya lihat pedagang bakso berkopyah, juga menggiling daging di dekat saya. Saya perhatikan dagingnya jatuh di kotoran langsung di ambil dan di masukkan penggilingan.

                Dulu almarhum ayah saya benar-benar melarang anaknya untuk membeli bakso karena proses menggilingnya yang tidak bersih dan suci. Fenomena pedagang bakso kempros ini hampir saya jumpai di semua pasar. Tapi memang meskipun banyak yang kempros, ada pula yang benar-benar menerapkan standar kebersihan dan kesucian. Bahkan ada pula yang sudah memiliki sertifikat MUI. Dengan tulisan ini, saya mengharapkan pembaca cermat untuk memilih makanan yang layak konsumsi. Karena makanan yang kita konsumsi akan menjadi darah, yang selanjutnya akan menjadi energy. Jika makanan yang kita makan halal, kebaikan juga yang akan mengiringi hari-hari kita. Wallohua'lam

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Foodie Selengkapnya
Lihat Foodie Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun