Badan Keamanan Laut Republik Indonesia (BAKAMLA RI) mencatat setidaknya ada tujuh kejadian laut pada rentang waktu 29 Maret s.d. 4 April 2016 (http://bakamla.go.id).Â
Kelompok Abu Sayyaf  yang menyerang kapal Indonesia dan menyandera 10 orang WNI merupakan salah satu kejadian laut yang berhasil diexspose media. Ini merupakan catatan penting bagi Bakamla untuk perlu dikaji ulang mengenai seluruh kejadian laut di perairan Indonesia. Tidak hanya tentang kriminalitas perlautan tetapi juga kejadian laut lainnya harus menjadi fokus utama kajian tersebut.
Rekapitulasi kejadian laut menyimpulkan sebagian besar perairan Riau dan Banda mengalami beberapa kejadian pada akhir - akhir minggu ini. Tidak heran karena mata pencaharian warga sekitar adalah  nelayan.Â
Tenggelamnya KM Fiktoria, Terbakarnya kapal bermuatan arang 24.000 karung di perairan Riau, dan hilangnya speedboat di perairan Tulehu Banda merupakan cerminan kejadian laut yang harus kita cermati. Setidaknya meminimalisir kejadian laut adalah tujuan jangka pendek dari semua pihak, baik nelayan ataupun Bakamla.
Deputi Kebijakan dan Strategi Bakamla Laksma Maritim Satria F. Maseo sudah melakukan tindakan tegas untuk mengamankan perairan laut. Sanksi yang berdasarkan intruksi Menteri Kelautan dan Perikanan RI Susi Pudjiastuti untuk mengebom kapal – kapal yang melakukan illegal fishing adalah langkah tegas dalam mengamankan perairan Indonesia.
Regulasi menjadi bagian penting dalam sektor kelautan. Sebagai negara hukum sekaligus negara maritim, perlu adanya sentralisasi kebijakan terutama dalam mengatur perijinan dan undang – undang kelautan. Perizinan perikanan tangkap dengan kapal kecil yang dipermudah membuat nelayan kecil bisa melakukan aktivitas mata pencahariannya dengan mudah.Â
Perizinan perikanan tangkap dari perusahaan besar yang selalu memakai pukat harimau harus ditindak tegas. Melarang alat tangkap seperti pukat harimau dan senjata kimia ringan juga merupakan upaya perbaikan tata ruang laut. Selain itu, demi terciptanya kesejahteraan nelayan kecil yang masih menggunakan alat tangkap sederhana.
Inovasi berbasis teknologi juga perlu digalakkan di kalangan nelayan. Hilangnya beberapa kapal motor di perairan Indonesia merupakan bentuk kecil dari minimnya pemanfaatan teknologi untuk keamanan dan keselamatan laut. Tetapi ini merupakan peluang digunakkannya teknologi kelautan.Â
Sistem pelacak bisa memudahkan dalam kejadian kehilangan atau tenggelamnya kapal – kapal di perairan Indonesia. Sistem ini digunakan oleh nelayan sebagai objek dan Bakamla sebagai controller. Sehingga jika teknologi ini bisa diterapkan dan ditingkatkan maka jumlah kejadian laut di Indonesia akan semakin berkurang.
Revitalisasi kerja sama bidang pengawasan radiologi (bulan Maret 2016) yang dilakukan oleh Bakamla dan Bapeten merupakan langkah besar dalam meningkatkan keamanan laut di Indonesia. Di samping itu juga, pengawasan di bidang kriminalitas harus terus jadi fokus utama Bakamla.Â
Penangkapan 2 kapal dan 11 ton solar yang diselundupkan pada bulan Maret 2016 adalah bukti nyata yang menunjukkan kriminalitas di perairan Indonesia masih terus ada dan harus terus diberantas.