Mohon tunggu...
Kank Erry
Kank Erry Mohon Tunggu... Programmer - Abdi Negara

Saya tertarik dalam SAINS, Filsafat , Agama dan Kosmologi serta kajian ilmu perbandingan Agama

Selanjutnya

Tutup

Metaverse

Kita Hanya Sebuah Avatar dalam Simulasi Semesta

30 Mei 2024   09:40 Diperbarui: 30 Mei 2024   09:55 84
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber gambar : Zoe Saldana in Avatar. Photo: Moviestore Collection Ltd/Alamy Stock Photo 

Metaverse dan virtual reality (VR) telah menjadi bagian dari perkembangan teknologi yang menarik. Metaverse adalah sebuah dunia digital yang diciptakan melalui software dan algoritma, di mana individu dapat berinteraksi melalui avatar yang mereka kendalikan menggunakan perangkat VR. Dalam metaverse, segala sesuatu tampak nyata meskipun sebenarnya hanya hasil dari coding dan algoritma.

Di dalam metaverse, terdapat berbagai elemen seperti bangunan, museum, lukisan, pakaian, dan kolam renang yang dapat diakses oleh avatar. Namun, semua elemen tersebut tidak benar-benar ada; mereka hanyalah produk software yang dibangun dari kumpulan algoritma. Bangunan, kolam renang, dan semua elemen lainnya dalam metaverse adalah virtual dan hasil dari coding. Dengan demikian, pemahaman tentang algoritma dan kode program sangat penting dalam menciptakan dunia digital ini.

Setiap individu yang terhubung dengan metaverse diwakili oleh sebuah avatar yang memiliki tangan, kaki, tubuh, dan organ-organ seperti jantung dan otak. Namun, organ-organ ini juga hanya produk algoritma dan tidak nyata. Dalam simulasi atau permainan metaverse, avatar harus mencari sumber energi agar dapat terus berpartisipasi dalam dunia tersebut, mirip dengan mekanisme dalam permainan video game  yang mengharuskan pemain mengumpulkan sumber daya untuk tetap hidup.

Simulasi alam semesta tempat manusia hidup memiliki banyak kesamaan dengan metaverse. Alam semesta ini adalah simulasi yang lebih luas, canggih, dan detail sehingga tampak sangat nyata. Namun, pada dasarnya, segala sesuatu di dalam alam semesta ini, termasuk kulit, lidah, dan otak, adalah properti avatar yang diciptakan melalui algoritma tertentu oleh programernya.

Dalam alam simulasi ini, terdapat banyak produk algoritma seperti bintang, galaksi, dan seluruh jagat raya. Dalam alam simulasi ini kesadaran kita yang sudah terhubung dengan alam simulasi mulai berfikir dan mencoba menjelaskan bagaimana bintang dan galaksi terbentuk serta bagaimana evolusi terjadi. maka dibuatlah alat ukur dan penelitian untuk mengamati fenomena tersebut lalu munculah apa yang disebut SAINS.  

Sains kemudian mendefinisikan fenomena-fenomena dalam alam simulasi ini, tetapi pada dasarnya, apa yang didefinisikan oleh sains hanyalah hasil dari produk algoritma dan bukan realitas sesungguhnya. Manusia sering kali tidak menyadari bahwa mereka hidup di dalam simulasi ini dan menganggap bahwa segala sesuatu adalah nyata.

Pemahaman tentang sains dalam konteks ini menunjukkan bahwa sains tidak dapat mengukur sesuatu di luar platform alam simulasi. Selama manusia berada dalam platform tersebut, mereka hanya akan berinteraksi dengan alat ukur dan objek yang merupakan produk algoritma yang berlaku dalam simulasi dan bukan realitas sesungguhnya.

Untuk mengetahui sesuatu di luar alam simulasi, seseorang harus keluar dari simulasi tersebut dan kembali ke realitas sesungguhnya. Itulah mengapa hal ini bukan menjadi ranah Sains lagi sebab Pendekatan ilmiah membutuhkan pengukuran yang obyektif dan empiris, yang hanya dapat dilakukan jika seseorang keluar dari platform simulasi dan menyadari bahwa dirinya sebenarnya adalah entitas ruhani yang terhubung ke alam simulasi.

kesadaran tentang keberadaan ruhani yang terhubung ke alam simulasi lebih merupakan ranah filsafat dan agama. dalam konteks agama dan filsafat , mengetahui adanya ruhani yang terhubung ke alam simulasi tidak memerlukan pembuktian empiris seperti yang dibutuhkan oleh sains. Hal ini dapat dipahami melalui pendekatan logika dan atau informasi wahyu jika dipandang dari sudut agama. Tentu saja kita akan berdebat panjang dan berbicara banyak hal tentang agama termasuk kredibilitas wahyu dan sejauhmana informasi wahyu dapat divalidasi kebenarannya. Saya telah mengupas bagaimana Metode pembuktian agama dan uji kredibilitas informasinya melalui artikel yang berjudul : Segel Ketuhanan Bukti Agama yang Benar di link artikel berikut ini :
https://www.kompasiana.com/kangerry8174/664d7dc4c57afb7a7a0d79a2/segel-ketuhanan-bukti-agama-yang-benar
Lalu bagaimana agama mendukung teori simulasi semesta ini? hal ini telah saya jelaskan pada artikel sebelumnya , silahkan cek di artikel saya yang berjudul : "Eksistensi Materi Hanya Permainan Untuk Menguji Kesadaran" di link berikut ini:
https://www.kompasiana.com/kangerry8174/664c3a48de948f5df9341502/eksistensi-materi-hanya-permainan-fikiran-untuk-menguji-kesadaran
Apakah teori Alam Simulasi mendapat dukungan dari para ilmuwan dan memiliki akar yang kokoh?  hal ini telah saya bahaa di Artikel yang berjudul : "Mekanika Quantum dan Teori Simulasi: Menghubungkan Titik-titik dari Hadiah Nobel Fisika 2022"  yang bisa dibaca di link berikut ini :
https://www.kompasiana.com/kangerry8174/6656fd0fed64157cef019672/mkeanika-quantum-dan-teori-simulasi-menghubungkan-titik-titik-dari-hadiah-nobel-fisika-2022

Mohon tunggu...

Lihat Konten Metaverse Selengkapnya
Lihat Metaverse Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun