**HIPOTESIS: SEKIRANYA ADA PILKADA LANGSUNG PADA TAHUN 1988, SIAPA YANG AKAN MENANG?**
Pada tahun 1988, Indonesia berada dalam masa situasi politik yang menarik dan kompleks. Meskipun pilkada langsung baru diterapkan pada tahun 2005, menarik untuk membayangkan skenario hipotetis tentang bagaimana hasilnya jika sistem tersebut sudah ada pada tahun 1988. Artikel ini akan mengeksplorasi siapa yang mungkin menang jika pilkada langsung diadakan pada tahun tersebut, dengan mempertimbangkan konteks politik, Peluang Prakiraan Suara, dan dinamika sosial yang ada pada waktu itu.
PERKIRAAN PEROLEHAN SUARA DAN PEROLEHAN KURSI PPP-GOLKAR-PDI JIKA DILAKSANAKAN PILKADA LANGSUNG PADA 1988
Untuk memperkirakan perolehan suara PPP, Golkar, dan PDI jika ada pilkada langsung pada tahun 1988, kita perlu mempertimbangkan beberapa faktor, termasuk konteks politik saat itu, popularitas partai, dan dinamika sosial.
### Konteks Politik
Pada tahun 1988, Indonesia berada di bawah pemerintahan Orde Baru dengan Presiden Soeharto yang sangat dominan. Golkar, sebagai partai pemerintah, memiliki akses penuh terhadap sumber daya negara dan dukungan militer, yang membuatnya sangat kuat secara politik. Sementara itu, PPP dan PDI berada dalam posisi oposisi yang lemah dengan keterbatasan dalam bergerak akibat kontrol ketat dari pemerintah.
### Popularitas Partai
1. **Golkar**: Sebagai partai pemerintah, Golkar memiliki basis dukungan yang kuat dari birokrasi, militer, dan banyak kelompok masyarakat yang diuntungkan oleh kebijakan pemerintah. Dengan kampanye yang dibiayai oleh negara dan jaringan yang luas, Golkar diprediksi akan meraih suara mayoritas.
 Â
2. **PPP**: Partai Persatuan Pembangunan (PPP) merupakan partai yang berbasis agama, khususnya Islam. Pada tahun 1988, PPP memiliki basis dukungan dari kalangan umat Islam tradisional, terutama dari organisasi seperti Nahdlatul Ulama (NU). Namun, kontrol ketat pemerintah terhadap aktivitas politik partai ini membatasi ruang geraknya.