Mohon tunggu...
DIMAS MUHAMMAD ERLANGGA
DIMAS MUHAMMAD ERLANGGA Mohon Tunggu... Mahasiswa - Ketua Gerakan mahasiswa nasional Indonesia (GmnI) Caretaker Komisariat Universitas Terbuka
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Membaca Buku Dan Mendengarkan Musik

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop

Threshold pada Pemilu: Masalah bagi Demokrasi?

5 Juli 2024   04:20 Diperbarui: 5 Juli 2024   04:20 118
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://www.kompas.id/baca/english/2024/03/01/en-soal-putusan-mk-yang-hapuskan-ambang-batas-parlemen-4-persen-mahfud-bagus

Di Indonesia, electoral threshold telah menimbulkan banyak perdebatan. Pada pemilu 2019, threshold parlemen ditetapkan sebesar 4%. Beberapa partai kecil gagal mencapai ambang batas ini, meskipun mereka memiliki basis dukungan yang signifikan. Sebagai akibatnya, suara dari jutaan pemilih tidak terwakili di DPR, yang memunculkan pertanyaan tentang keadilan dan representasi demokratis.

Selain itu, penerapan threshold di Indonesia juga menyebabkan fragmentasi politik yang tidak seimbang. Meskipun tujuannya adalah untuk menciptakan stabilitas, hasilnya sering kali adalah koalisi yang terlalu besar dan tidak kohesif, yang justru menghambat efektivitas pemerintahan.

**Alternatif untuk Parliamentary Threshold**

Untuk mengatasi masalah yang ditimbulkan oleh parliamentary threshold, beberapa alternatif dapat dipertimbangkan:

1. **Menurunkan Ambang Batas**: Menurunkan threshold dapat meningkatkan representasi politik dan memastikan bahwa lebih banyak suara pemilih terwakili di parlemen.

2. **Sistem Representasi Proporsional Murni**: Mengadopsi sistem representasi proporsional murni tanpa threshold dapat menjamin bahwa setiap suara dihitung dan terwakili. Meskipun ini bisa meningkatkan jumlah partai di parlemen, mekanisme lain seperti pembentukan koalisi pasca-pemilu dapat digunakan untuk memastikan stabilitas pemerintahan.

3. **Sistem Pemilu Campuran**: Menggabungkan elemen-elemen dari sistem representasi proporsional dan mayoritarian dapat membantu menyeimbangkan kebutuhan untuk representasi yang luas dengan kebutuhan untuk stabilitas politik.

**Kesimpulan**

Parliamentary threshold, meskipun dimaksudkan untuk menciptakan stabilitas politik, sering kali menimbulkan masalah yang bertentangan dengan prinsip dasar demokrasi, yaitu representasi yang inklusif dan adil. Dengan membatasi partisipasi politik partai-partai kecil dan mengurangi representasi proporsional, threshold dapat menghambat keberagaman politik dan merusak legitimasi proses pemilu. Oleh karena itu, penting bagi pembuat kebijakan untuk mempertimbangkan kembali penerapan threshold dan mengeksplorasi alternatif yang lebih demokratis untuk memastikan bahwa setiap suara pemilih dihitung dan dihargai.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun