**Pendahuluan**
Pemilu 2004 di Indonesia merupakan momen penting dalam sejarah politik negara ini, karena merupakan pemilu pertama setelah reformasi besar-besaran pada tahun 1999. Partai Nasional Indonesia (PNI) Marhaenisme adalah salah satu partai yang ikut serta dalam pemilu ini, membawa warisan ideologi nasionalisme dan marhaenisme. Artikel ini akan mengeksplorasi skenario hipotetis di mana PNI Marhaenisme meraih 10 kursi di DPR dan dampaknya terhadap perolehan kursi partai-partai lain.
**Konteks Politik Pemilu 2004**
Pemilu 2004 diikuti oleh 24 partai politik yang memperebutkan kursi di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Sistem pemilu yang digunakan adalah sistem proporsional terbuka, di mana kursi dialokasikan berdasarkan perolehan suara masing-masing partai di setiap daerah pemilihan (dapil). Partai-partai besar seperti Golkar, PDIP, dan PPP mendominasi perolehan kursi, namun ada juga partai-partai baru yang muncul setelah reformasi.
**Skenario Hipotetis: PNI Marhaenisme Mendapat 10 Kursi**
Dalam skenario ini, kita mengasumsikan bahwa PNI Marhaenisme berhasil meraih 10 kursi di DPR. Untuk memahami dampaknya, kita perlu mempertimbangkan bagaimana distribusi suara dan kursi terjadi di pemilu tersebut. Dalam pemilu nyata, PNI Marhaenisme tidak meraih kursi signifikan, sehingga skenario ini mengandaikan adanya pergeseran suara yang cukup besar.
**Analisis Dampak Terhadap Partai-Partai Lain**
1. **Partai Golkar**
  - Partai Golkar meraih 128 kursi di pemilu 2004. Jika PNI Marhaenisme meraih 10 kursi, kemungkinan besar sebagian suara yang didapat PNI Marhaenisme berasal dari pemilih Golkar, terutama di daerah-daerah di mana ideologi nasionalisme dan marhaenisme memiliki basis pendukung yang kuat. Dampaknya, perolehan kursi Golkar bisa turun menjadi sekitar 118 kursi.
2. **PDI Perjuangan (PDIP)**