"Senja di Tepi Cikapundung"
Di tepi Sungai Cikapundung, senja merangkak perlahan, melukis langit dengan warna jingga dan ungu. Pepohonan di sepanjang tepi sungai membingkai panorama yang menenangkan, seolah menjaga rahasia aliran air yang tenang. Suara gemericik air seakan berbisik, mengiringi langkah para pejalan kaki yang menikmati momen magis ini.
Langit mulai meredup, burung-burung kembali ke sarangnya, terbang melintasi siluet kota yang samar-samar. Di kejauhan, gunung tampak berdiri kokoh, berwarna biru keabuan, menjadi saksi bisu dari pergantian waktu. Sementara itu, lampu-lampu kota mulai menyala, menciptakan suasana hangat di tengah kesejukan senja.
Seorang pemuda duduk di bangku tepi sungai, merenungi hari yang telah berlalu. Angin sepoi-sepoi menerpa wajahnya, membawa aroma segar dari dedaunan basah. Di kejauhan, anak-anak berlarian, tertawa riang, menyusuri tepi sungai yang berkelok.
Di saat-saat seperti ini, semua kekhawatiran dan beban terasa pudar. Senja di Cikapundung mengajarkan bahwa ada keindahan dalam setiap perpisahan, dalam setiap akhir hari yang mengantarkan malam. Di tepian ini, kenangan terukir, menjadi saksi bisu dari kisah-kisah yang terjalin, mengalir bersama aliran sungai yang tiada henti.
Senja ini bukan sekadar perpaduan warna di langit, tetapi juga momen perenungan, mengingatkan kita akan siklus kehidupan yang tak pernah berhenti, menyimpan harapan untuk hari esok yang lebih baik.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H