Mohon tunggu...
DIMAS MUHAMMAD ERLANGGA
DIMAS MUHAMMAD ERLANGGA Mohon Tunggu... Mahasiswa - Ketua Gerakan mahasiswa nasional Indonesia (GmnI) Caretaker Komisariat Universitas Terbuka
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Membaca Buku Dan Mendengarkan Musik

Selanjutnya

Tutup

Puisi Artikel Utama

Puisi: Nyanyian Sunyi di Kota Penuh Bising

18 Juni 2024   15:45 Diperbarui: 25 Juni 2024   22:30 352
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: Perkampungan. (Foto: KOMPAS/RONY ARIYANTO NUGROHO)

Dalam deru mesin dan klakson yang menderu,  
Ada suara-suara yang tertinggal, tak terdengar.  
Di balik gedung-gedung tinggi yang mengejar langit,  
Tersembunyi nyanyian sunyi, meronta dalam sepi.

Langkah-langkah kaki berlari, mengejar bayang mimpi,  
Namun di sudut-sudut jalan, ada wajah-wajah tanpa arti.  
Mereka yang terpinggirkan, tak tersentuh gemerlap malam,  
Menanti pagi dengan hati yang penuh kelam.

Di antara hiruk-pikuk pasar dan pusat perbelanjaan,  
Ada jeritan tanpa suara dari bibir yang terbisu.  
Orang-orang berlalu tanpa menoleh, tanpa sapa,  
Meninggalkan duka di setiap lorong tanpa cahaya.

Di bawah jembatan, di atas trotoar lusuh,  
Ada anak-anak kecil yang menggenggam angan rapuh.  
Mata mereka memandang jauh, menembus kenyataan pahit,  
Menggantungkan harapan di udara yang pengap dan kering.

Nyanyian sunyi itu adalah rintihan ibu-ibu yang terbangun di subuh,  
Membanting tulang demi sesuap nasi untuk keluarga tercinta.  
Adalah tangisan para buruh yang tertindas oleh sistem,  
Mereka bekerja keras, namun tetap terhempas di batas impian.

Kota ini penuh bising, penuh janji yang tak ditepati,  
Namun di setiap sudutnya, ada kisah yang terlupakan.  
Nyanyian sunyi itu adalah suara-suara hati yang terpinggirkan,  
Mereka yang mencari tempat dalam keramaian,  
Namun tetap terjebak dalam kesunyian.

Biarlah puisi ini menjadi saksi,  
Bahwa di balik gemuruh kota yang tak pernah tidur,  
Ada jiwa-jiwa yang mencari arti,  
Di dalam nyanyian sunyi mereka, ada harapan yang tak pernah pudar.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun