Reformasi Mei 1998 adalah momen bersejarah bagi bangsa Indonesia. Jatuhnya rezim Orde Baru yang telah berkuasa selama lebih dari tiga dekade memberikan harapan baru bagi rakyat Indonesia untuk membangun negeri yang lebih demokratis, adil, dan sejahtera. Namun, setelah lebih dari dua dekade berlalu, banyak yang merasa bahwa cita-cita luhur reformasi tersebut telah terpinggirkan dan bahkan pupus harapan di tangan partai-partai borjuis dan neoliberal yang kini mendominasi panggung politik Indonesia.
#### Awal Reformasi: Harapan dan Janji
Gerakan reformasi yang meletus pada Mei 1998 dipicu oleh krisis ekonomi yang melanda Indonesia, diperburuk oleh ketidakadilan dan korupsi yang merajalela di bawah pemerintahan Soeharto. Tuntutan utama reformasi meliputi pemberantasan korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN), penegakan hukum yang adil, dan pembukaan ruang demokrasi yang lebih luas. Rakyat menginginkan perubahan mendasar dalam sistem politik dan pemerintahan yang selama ini cenderung otoriter dan tidak berpihak kepada mereka.
Partai-partai politik baru bermunculan dengan membawa semangat perubahan. Di awal era reformasi, kita menyaksikan sebuah gelombang besar demokratisasi, di mana kebebasan berpendapat, berkumpul, dan berserikat mulai dihormati. Sistem multipartai yang selama ini dibatasi pun mulai berkembang, memberikan harapan akan terwujudnya pemerintahan yang lebih representatif dan akuntabel.
#### Konsolidasi Kekuasaan Partai-Partai Borjuis
Namun, seiring berjalannya waktu, partai-partai politik yang awalnya membawa semangat reformasi perlahan-lahan berubah. Partai-partai tersebut, yang kini mendominasi panggung politik Indonesia, cenderung lebih mementingkan kepentingan elit dan oligarki daripada memperjuangkan kesejahteraan rakyat. Proses demokratisasi yang seharusnya membawa kebaikan bagi seluruh lapisan masyarakat justru dimanfaatkan oleh segelintir elit politik untuk memperkaya diri dan mempertahankan kekuasaan.
1. **Praktik Korupsi yang Merajalela**: Salah satu cita-cita utama reformasi adalah pemberantasan korupsi. Namun, hingga saat ini, korupsi masih menjadi masalah besar di Indonesia. Banyak elit politik dari berbagai partai terlibat dalam kasus-kasus korupsi besar yang merugikan negara triliunan rupiah. Ironisnya, mereka yang seharusnya menjadi teladan dalam penegakan hukum justru sering kali lolos dari jerat hukum melalui berbagai cara.
2. **Politik Uang dan Patronase**: Praktik politik uang dan patronase telah menjadi fenomena umum dalam pemilu di Indonesia. Partai-partai borjuis menggunakan kekayaan mereka untuk membeli suara dan mendukung kandidat-kandidat yang setia kepada mereka, bukan yang benar-benar memiliki kemampuan dan integritas. Hal ini menciptakan sistem politik yang tidak sehat dan jauh dari prinsip demokrasi yang sejati.
3. **Pengkhianatan terhadap Janji Reformasi**: Banyak kebijakan yang diambil oleh partai-partai borjuis justru bertentangan dengan semangat reformasi. Kebijakan ekonomi yang pro-elit dan pro-kapitalis lebih sering diutamakan, sementara rakyat kecil terus terpinggirkan. Janji-janji reformasi tentang kesejahteraan sosial dan pemerataan ekonomi seolah-olah hanya menjadi slogan kosong yang diabaikan setelah mereka berkuasa.