Mohon tunggu...
DIMAS MUHAMMAD ERLANGGA
DIMAS MUHAMMAD ERLANGGA Mohon Tunggu... Mahasiswa - Ketua Gerakan mahasiswa nasional Indonesia (GmnI) Caretaker Komisariat Universitas Terbuka
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Membaca Buku Dan Mendengarkan Musik

Selanjutnya

Tutup

Politik

Pokok-pokok Masalah Realisme Hari Ini

25 April 2024   12:47 Diperbarui: 25 April 2024   13:07 280
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://blog.sekolahdesain.id/realisme-dalam-seni-lukis/

Realisme adalah pendekatan dalam ilmu sosial dan humaniora yang menekankan pentingnya melihat dunia sesuai dengan fakta yang objektif. Beberapa masalah yang relevan dengan realisme hari ini mungkin termasuk konflik geopolitik, ketegangan antara kekuatan besar, isu-isu lingkungan, dan pertumbuhan ekonomi yang tidak merata di seluruh dunia.

Dari segi sejarah kita mengenal realisme sebagai aliran gaya pengucapan seni, sejak zaman Yunani kuno. Bahkan sebagai tanda-tanda awal (embriyo) sudah ditemukan di gua Altamira (Spanyol), pelukisan artefak secara realistis yang bersifat figuratif dilakukan oleh orang-orang primitif, menggambarkan tentang perburuan. Lantas dalam tahap perkembangannya , realisme semakin memperoleh pencerahan dimasa-masa Renaisance. Dan kemudian, realisme lebih dipertegas manfaatnya diabad ke-19 di Perancis sebagai media apresiasi massa , terutama dalam mengangkat peran kemanusiaan (humanisme) dari kaum buruh dan tani, dimanifestasikan dalam gagasan yang di pelopori pelukis realis Courbert dan Millet.

Di Indonesia, pelukis Raden Saleh adalah merupakan perintis pertama membawakan realisme selaku alat atau senjata perjuangan untuk kebebasan dari penjajahan kolonialisme Belanda. Selanjutnya diteruskan oleh Gerakan PERSAGI (Persatuan Ahli Gambar Indonesia) dengan tokoh-tokohnya antara lain S.Sudjojono, Agus Djaja, Suromo, Abdul Salam dan Setiyoso. Setelah masa Kebangkitan Nasional, diawali dengan berhimpunnya para pejuang melalui partai-partai, PERSAGI dengan tegas menggunakan senirupa dengan realismenya sebagai senjata perlawanan terhadap penjajahan Belanda. Juga mereka melakukan revolusi dalam bentuk deformasi gaya bahasa visual senirupa, dimana sebelumnya terutama dimasa-masa selama kolonial dikuasai oleh aliran naturalisme turistis Mooi Indie, dirombak total dengan realisme sosial yang mengabdi kepada pembebasan dari penjajahan. Maka pada masa-masa perjuangan bersenjata dari Revolusi Agustus 1945 menjelang kemenangan terakhir, PERSAGI semakin merebak diikuti oleh seniman-seniman patriotik lainnya seperti Affandi, Hendra Gunawan, Soedarso, Trubus, Rusli, Dullah dan lain-lain. Sebelum nanti di zaman penjajahan Jepang PERSAGI dibubarkan.

Di era Perang Dingin, seiring dengan usainya Perang Dunia ke-II plus setelah tercapainya Kemerdekaan Indonesia, walaupun dalam nuansa Revolusi Agustus 1945 belum selesai, terjadi dikotomi pergulatan baru antara kubu paham Kapitalisme dan Sosialisme. Bahkan nanti Bung Karno setelah menciptakan Manipol Usdek mendramatisir dikotomi ini menjadi NEFOS kontra OLDEFOS, dalam arti sosialisme diperkuat lagi dengan gerakan negeri-negeri yang sedang berkembang yang terhimpun di benua Asia,Afrika dan Amerika Latin. Bahkan Bung Karno menjadikan Inonesia sebagai sumbu mercu suar dari gerakan revolusioner dunia. Dilapangan kebudayaan, khususnya dibidang senirupa, realisme telah menancapkan eksistensinya sebagai aliran yang paling patriotik, karena telah berhasil memberikan kontribusinya dalam memenangkan kemerdekaan melalui karya-karya epos perjuangan. Namun kaum reaksioner (Aliansi Kiri-Tengah Dan Sayap Kanan Konservatif), terutama dibenggoli oleh peran kaum Manikebuis (Gerakan Manifesto Kebudayaan) sebagai kaki tangan Imperialisme ditanah air, dengan produk seni abstraknya berusaha menjegal dimana-mana, yang menuduh realisme LEKRA (Lembaga Kebudayaan Rakyat) dan LKN (Lembaga Kebudayaan Nasional) merupakan realisme sosialis duplikat produk Uni Soviet dan RRT. Bahkan mereka menandai secara tajam sanggar BUMI TARUNG selaku sanggar paling radikal, merupakan barisan terdepan pembela realisme sosialis.

Realisme Sosialis, padahal ketika itu masuk ke Indonesia hanya sebagai wacana untuk memperkenalkan aliran tersebut sebagai produk negara sosialis. Lewat tulisan para sastrawan LEKRA seperti antara lain Pramoedya Ananta Toer dan A.S Dharta. Hanya berguna untuk pengetahuan dan pembanding semata-mata. Tidak ada maksud dan upaya untuk diterapkan oleh para seniman LEKRA, karena realisme sosialis merupakan aliran senirupa buat para seniman di negara-negara sosialis. Tidak cocok dan bukan kulturnya bagi realisme Indonesia sebagai senjata pamungkas untuk memenangkan Revolusi Agustus 1945 yang belum selesai. Ketimbang dengan sistem sosialisme yang masih jauh panggang dari api. Sesuai apa yang dikatakan Lenin bahwa seni adalah refleksi dari kehidupan. Atau seni merupakan kaca pembesar dari zaman beserta tantangannya kata Maxim Gorky.

Sehingga realisme yang berkembang dikalangan seniman-seniman kiri yang patriotik, adalah realisme sosial yang mengandung kritik sosial, dimana kebanyakan aliran tersebut mewarnai karya-karya sanggar PELUKIS RAKYAT, mewarisi realisme yang biasa dibawakan para pelukis PERSAGI. dalam perjuangan kemerdekaan. Sedangkan sanggar BUMI TARUNG membawakan realisme revolusioner dalam senirupa perlawanannya untuk membela kaum buruh dan tani dari penindasan feodalisme dan kapitalisme.

Di Era Orde Baru, pasca tragedi Nasional 1965, segala macam jenis realisme produk LEKRA tergusur. Sedangkan yang tinggal berdominasi dalam khazanah senirupa Indonesia, adalah trend seni abstrak sebagai satu-satunya isme yang menjadi primadona. Seiring dengan masa pasang ekonomi Kapitalisme dan Demokrasi Liberal, dan Politik Fasisme diadopsi oleh pemerintahan rezim Orde Baru, dimana modal asing dan bantuan Bank Dunia, IGGI dll membeludak tanpa kendali.Tapi lama kelamaan rezim Orde Baru tanpa terhindarkan, pada gilirannya mendapat tantangan reaksi dari ketidakpuasan Rakyat, terutama dikalangan mahasiswa. Sejak peristiwa Malari (1974) dan seterusnya, terjadi gerakan oposisi dari perlawanan mahasiswa terhadap rezim Orde Baru. Para saat-saat inilah mulai timbul lagi aliran realisme dari ketenggelamannya Realisme Yogya yang terdiri para pelukis mahasiswa ASRI dengan berselubung Surealisme, samar-samar mulai melontarkan kritik-kritik sosial terhadap ketidakadilan Orde Baru, lewat karya-karyanya. Seterusnya lebih dipertegas lagi dengan penuh keberanian oleh pelukis muda revolusioner Semsar Siahaan dan Taring Padi. Mereka tanpa tedeng aling-aling kembali mengangkat realisme tulen seperti yang pernah dibawakan LEKRA.

Di Era Reformasi Mei 1998 hingga sekarang, setelah runtuhnya rezim Orde Baru, realisme semakin berkibar dan berkembang pesat. Ini menandakan realisme dalam sejarah tidak pernah lapuk dimakan zaman. Namun wujudnya terkristalisasi oleh pengaruh globalisasi yang mengusung kecanggihan teknologi dan informasi. Dan sesungguhnya globalisasi adalah wajah baru yang tampak lebih menarik menyelubungi imperialisme yang dulu tampil lebih beringas. Disini senirupa kontemporer disodorkan ditengah pasar bebas masyarakat demokrasi liberal oleh para kapitalis multi nasional sebagai sponsor, dari New York, London, Singapore, Tokyo hingga Beijing. Jika dulu senirupa kontemporer mengandalkan trend seni abstrak sebagai primadona, sekarang mereka juga memanfaatkan realisme yang diisi dengan tema-tema yang absurd, penuh misteri, dan pelecehan dan plesetan atas sistem sosialisme dan tokoh-tokoh mitos pejuang revolusioner dunia. Ini bisa kita buktikan dari karya-karya pelukis muda Tiongkok sekarang, yang mencerminkan negara mereka sekarang mengadopsi kapitalisme dan demokrasi liberal, sedikit atau banyak. Disamping sejak Andy Warhol dan kawan-kawan menemukan pop-art suatu aliran yang juga berbasis realisme fotografis, lebih banyak dikembangkan sebagai iklan propaganda bisnis kapitalisme.

Dalam konteks realisme dewasa ini, beberapa masalah yang relevan termasuk diantaranya:

1. Ketegangan geopolitik : Persaingan kekuatan besar seperti antara AS dan Tiongkok, serta konflik regional seperti di Timur Tengah dan Ukraina, memperumit hubungan internasional.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun