Mohon tunggu...
Deni Ridwan
Deni Ridwan Mohon Tunggu... Akuntan - Just call me KangDeni

Pengamat pasar keuangan dan pasar kaki lima

Selanjutnya

Tutup

Money

Meninjau Kembali Penanganan Bank Century

7 Juli 2017   07:56 Diperbarui: 7 Juli 2017   14:07 1169
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Tindakan penanganan Bank Century pada tahun 2008 masih saja dipersoalkan oleh segelintir pihak di tanah air. Hal tersebut bukanlah sesuatu yang aneh mengingat bahwa berdasarkan pengalaman berbagai negara, keputusan untuk melakukan penyelamatan bank yang bersifat sistemik sering memicu perdebatan antara pihak yang pro dan kontra. 

Pembuat kebijakan selalu dihadapkan pada pilihan-pilihan yang sulit bahkan seringkali harus menghadapi dilema untuk mengambil tindakan atau tidak. Demikian pula halnya dengan keberadaan Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) yang beranggotakan Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Indonesia. Selaku komite yang dibentuk dalam rangka menjaga stabilitas sistem keuangan Indonesia, tidak terhindarkan dari dilema tersebut. Bulan November 2008 adalah bulan yang berat bagi KSSK, untuk memutuskan kebijakan "mencegah", atau "membiarkan" krisis menghantam negeri ini.

KSSK tidak mau mengulang situasi krisis pada tahun 1997 yang diawali penutupan 16 (enam belas) bank kecil di akhir tahun 1997 yang mengakibatkan jatuhnya kepercayaan masyarakat terhadap industri perbankan secara keseluruhan. Masih segar dalam ingatan kita masyarakat pada itu ramai-ramai mengambil uangnya di bank sehingga bank besar yang awalnya sehat pun pada akhirnya kolaps. Situasi tahun 2008 tidak jauh berbeda. 

Ditengah krisis keuangan global yang dipicu oleh subprime mortgage crisisdi Amerika Serikat hingga bankrutnya Lehman Brothers, berbagai indikator ekonomi menunjukkan sistem keuangan Indonesia dalam tekanan yang berat. Misalnya data Banking Pressure Index (dikeluarkan Danareksa Research Institute) dan Financial Stability Index (dikeluarkan oleh BI) masuk ambang batas kritis. Selain itu, indeks harga saham gabungan (IHSG) terjun bebas dari 2830 pada tanggal 9 Januari 2008 menjadi 1155 pada tanggal 20 November 2008 atau menurun lebih dari 50%, Yield SUN naik dari awal tahun rata-rata 10% melojak jadi rata-rata 20% pada bulan Oktober 2008, Rupiah terdepresiasi 30.9% dari Rp 9.393 per Januari 2008 menjadi Rp 12.100 per November 2008 dengan volatilitas tinggi, serta Credit Default Swap (CDS) Indonesia meningkat tajam yang mengindikasikan risiko (country risk) Indonesia sedang tinggi. Berdasarkan kondisi tersebut, KSSK tidak mau mengambil risiko untuk tidak menyelamatkan Bank Century yang berpotensi mengguncang sistem keuangan nasional pada saat itu.

Beberapa pihak masih mempertanyakan apakah mungkin bank kecil seperti Century bisa menimbulkan dampak sistemik? Perlu dipahami bahwa penilaian dampak sistemik tidak hanya dipengaruhi oleh ukuran bank tersebut, namun juga kondisi sistem keuangan secara keseluruhan. Pada saat sistem keuangan dalam tekanan menjelang krisis, bank kecil yang dalam kondidi normal tidak berdampak sistemik, bisa menimbulkan dampak sistemik dalam kondisi krisis. Sebagai perbandingan, Inggris mem-bailout Bank Northern Rock pada bulan Februari 2007 padahal size bank tersebut kurang dari 2% total aset perbankan inggris. Demikian pula halnya Spanyol yang menyelamatkan Bank Caja de Castilla-La Mancha pada bulan Maret 2009 yang aset-nya kurang dari 1% total aset perbankan Spanyol.

Pertanyaan berikutnya apakah benar penanganan Bank Century menimbulkan kerugian negara hingga Rp 6,7 triliun? Statemen tersebut tidak tepat karena tidak sesuai dengan fakta dan data yang akurat. Dana Rp 6,7 triliun yang dikeluarkan oleh LPS adalah Penyertaan Modal Sementara (PMS) sehingga dicatat sebagai investasi LPS, bukan biaya. Selanjutnya bank yang telah berganti nama menjadi Bank Mutiara dijual oleh LPS kepada J-Trust Co. Ltd. dengan harga Rp 4,41 triliun pada tanggal 20 November 2014. 

Bagaimana dengan selisih antara dana penyertaan LPS dengan hasil penjualan bank? Mahkamah Konstitusi menetapkan bahwa selisih kurang tersebut bukan merupakan kerugian negara karena sudah dilakukan sesuai dengan perintah undang-undang mengenai Lembaga Penjamin Simpanan (Putusan Nomor 27/PUU-XII/2014). Perlu dicatat pula bahwa dana yang dikeluarkan LPS tersebut bukan berasal dari APBN, tapi dari premi yang dipungut dari bank-bank peserta program penjaminan LPS. 

Dana tersebut sesuai UU LPS digunakan untuk menyelamatkan bank melalui skema PMS seperti penangan Bank Century ini, atau untuk mengganti simpanan masyakat yang dijamin LPS jika suatu bank ditutup/dilikuidasi. Dalam konteks Bank Century, jika bank ini dilikuidasi pada tahun 2008, biaya yang harus ditanggung oleh LPS untuk mengganti dana nasabah yang dijamin LPS adalah sebesar Rp 6,4 triliun. Dengan demikian, biaya penutupan Bank Century secara matematis lebih mahal dibandingkan dengan penyelamatan melalui PMS.

Berdasarkan pemaparan diatas, dapat disimpulkan bahwa keputusan penyelamatan Bank Century pada tahun 2008 merupakan keputusan yang tidak mudah namun harus dilakukan untuk mencegah semakin memburuknya kondisi ekonomi yang dapat memicu terjadinya krisis keuangan seperti tahun 1997-1998. Selain itu, penanganan bank ini melalui PMS oleh LPS terbukti biayanya lebih kecil dibandingkan jika bank tersebut langsung dilikuidasi pada tahun 2008. Dengan fakta-fakta tersebut, tidak tepat jika masih ada yang menyudutkan Sri Mulyani selaku Menteri Keuangan dan Boediono selaku Gubernur BI atas keputusan mereka selaku anggota KSSK untuk menyelamatkan Bank Century.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun