Hangat mentari pagi, menyinari wajah Shinji. Tangkas tangan-tangan halus Mieko membuka korden penutup jendela. " Shinji, okite, mou asa dayo (bangun sudah pagi)", Lembut suara Sang Istri membangunkan. Shinji pura-pura tidak mendengar, tetap tertidur, hingga Meiko datang menciumnya. Berpuluh tahun sudah Shinji-Meiko membangun bahtera tanpa masalah, terkadang Meiko sengaja memancing amarah. Sebagai perempuan, sering Meiko rindu dimarahi laki-laki. **** Entah mengapa, hari itu Shinji pulang dengan tergesa-gesa, kemudian mengurung diri dalam kamar kerja. Meninggalkan peluk-cium yang seolah telah menjadi komitmen bersama. Bahkan ajakan makanpun ditampiknya. Dari sela-sela pintu, terlihat jelas wajah Shinji yang ceria di depan computer. Betapa terkejutnya, ternyata Shinji mulai kecanjuan video porno! **** Musim salju kali ini terasa bagai membara. Saat diingatkan, Shinji selalu bersuara keras,” Ada sisi laki-laki yang tidak perlu perempuan tahu!” Hanya itu yang terucap, selanjutnya menutup pintu rapat-rapat. Hangatnya musim semi terasa dingin menusuk. Bunga sakura seolah menghilang lebih cepat. Pernah Meiko berfikir untuk bercerai, tapi keinginan itu luluh karena ia masih sangat mencintai Shinji. Tak terasa hampir setahun akan terlewati, ketika dinginnya udara musim gugur menguningkan dedaunan. Meiko sedang menyiapkan makan malam, saat datang telepon dari kantor Shinji menyatakan bahwa suaminya meninggal. **** Beberapa hari setelah kematian, tibalah saat tubuh Shinji diperabukan. Tanpa sengaja Malam hari sebelumnya, Meiko menemukan sepucuk surat Shinji yang di simpan di dalam buku raport SMP. Entah mengapa saat itu Meiko ingin mengingat kembali masa-masa pertama kali bertemu Shinji. Baginya Shinji bukanlah laki-laki asing. Sang kakak kelas dua tahun di atas Meiko, seolah-olah bayangan dirinya. SMP, SMA, bahkan kuliahpun mereka selalu bersama. Pernah Meiko mencoba berganti pasangan, tapi itu tak bertahan lama. Bayangan Shinji terus menyudutkannya sebagai mahluk yang tidak setia. Hingga akhirnya mereka menikah, selepas Meiko lulus kuliah.Sambil memandangi foto Shinji yang masih remaja. Pelan dibaca surat yang didepannya: Untuk Meiko , istriku. Akhirnya engkau menemukanku. Setelah sekian lama kucoba menutupi kelemahan yang ada pada diriku. Meiko-san, Aku hampir tak percaya ketika dokter menvonis bahwa aku menderita kanker otak. Di kantorpun aku tidak lagi mengerjakan sesuatu yang berat. Meiko san, hanya satu yang membuatku sedih. Aku tak ingin engkau menangisi kematianku. Aku tahu jika sampai waktuku Tuhan tidak akan memberikan kesempatan, kembali meski sekedar menghapus air matamu. Aku selalu mencari cara untuk melukai perasaanmu agar engkau tak terlalu terbebani dengan apa yang kualami. Meiko-san, buanglah semua pornografi, karena aku sudah tidak memerlukannya lagi. Meiko san, bakarlah surat ini bersama jazadku agar aku dapat menyaksikan engkau tidak menagis. Peluk ciumku untukmu. Akhir musim dingin Shinji “Baka(tolol)…..”, Hanya itu yang terucap dari bibir Meiko. Airmata tertumpah mengkaburkan tulisan tinta. ***** Semuanya telah bersiap di ruang perabuan. Diletakkannya surat itu dalam dekapan Shinji. Tak terasa air mata kembali menetes ketika mencium bibir Shinji untuk kali yang terakhir. Air mata Meiko mengalir deras seolah ingin memadamkan api yang akan menghanguskan. Berulangkali Meiko berucap” Shinji…..nakanai yo (aku tidak menangis)……, Shinji….nakanai yo.” Surat itu telah menjadi abu, rambut Shinji, kemudian api itu mengabukan pula tulang-tulang Shinji. Meiko terduduk lemas. Air matanya terus berderai, sambil memegang erat sapu tangan yang dipertahankannya agar tetap kering. Petugas mulai memasukkan abu Shinji ke dalam kuali. Meiko hanya mampu memandanginya dengan pandangan nanar.. Pelan bibir Maiko berucap,” Shinji…..Aishiteru (aku cinta kamu). Shinji….Watasi ha nakanai desyou . Shinji...aku tidak menangis kan?”
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H