Hal ini karena dari simulasi pemungutan suara untuk 5 jenis pemilu membutuhkan waktu pencoblosan 5-8 menit kali jumlah pemilih dalam kurun waktu pukul 07.00 -- 13.00 plus kebutuhan waktu penghitungan lima jenis surat suara, ketemulah maksimal pemilih 300.Â
Keputusan maksimal 300 juga tercantum dalam PKPU yang sebelumnya atas persetujuan partai politik dan Bawaslu ditingkat pusat sono. Di daerah tinggal melaksanakannya.
Berbeda dengan Pilkada dengan merujuk pada UU 10 tahun 2016. Pemilih setiap TPS maksimal 800. Namun demikian Pilkada Gubernur dan Pilkada Bupati juga tidak sama jumlah TPSnya.Â
Pada Pilkada serentak 2020, karena dalam kondisi bencana nonalam Covid-19, maka ditentukanlah jumlah pemilih setiap TPS maksimal 500 pemilih. Kondisi bencana Pilkada 2020 bisa saja menjadi faktor perubah 'anggaran' dan sistem penyelenggaran Pemilu lainnya untuk Pemilu 2024.
Berangkat dari gambaran jumlah pemilih setiap TPS untuk Pemilu semula maksimal 500 menjadi 300, maka otomatis berpengaruh pada anggaran. Anggaran bertambah banyak karena jumlah TPS bertambah. Anggaran tidak hanya untuk honor KPPS namun berdampak kepada anggaran perlengkapan dan logistik pemungutan suara.
Jika ingin konsisten dan efisien untuk Pemilu 2024 maka mestinya jumlah TPSnya maksimal sama seperti julamh TPS di Pemilu 2019 dengan catatan Pemilu dalam keadaan normal. Anggaran mungkin saja lebih besar karena perubahan harga selama 5 tahun terakhir.Â
Jumlah TPS Pemilu Kebumen 2019 sebanyak 4.538 untuk dapat menampung 300 pemilih setiap TPSnya. Jumlah TPS tersebut bisa saja berubah dengan sistem dan kondisi yang menyebabkan berubahanya jumlah TPS.Â
Seperti perubahan jumlah DPT dan perubahan surat suara yang berdampak pada lamanya waktu mencoblos. Perubahan jumlah TPS juga bisa terjadi jika pada Pemilu 2024 masih dalam keadaan pandemi Covid-19 atau kondisi bencana alam/non alam lainnya.
Banyak faktor mengapa jumlah TPS berubah-ubah pada setiap gelaran Pemilu. Mulai dari karena perubahan UU Pemilu yang mengaturnya dari tidak serentak menjadi serentak, perubahan jumlah DPT, banyaknya surat suara yang dicoblos dengan simualasi waktu pemungutan 5-8 menit, dan sebagainya. Ini belum jika keserentakan Pemilu dikorelasikan dengan keserantakan Pilkada.Â
Beda dan lebih rumit lagi. Meskipun sudah muncul pandangan bahwa jumlah TPS Pemilu sebaiknya sama dengan jumlah TPS Pilkada. Mungkin sulit karena UU yang mengaturnya berbeda jumlah maksimal pemilih setiap TPS. Untuk menyamakannya jelas dibutuhkan pasal yang sama dalam dua UU yang berbeda.
UU Pemilu melalui APBN. UU Pilkada melalui (kemampuan) anggaran APBD Provinsi dan Kabupaten. Belum lagi jika ada factor lain seperti bencana dan kesepakatan-kesepakatan teknis antara Pemerintah, DPR dan Penyelenggara Pemilu.Â