Tapi bagi saya tidak cukup. Bro... (dengan gaya Gus Miftah). Tidak semua anak itu pintar dalam bidang akademik yang menjadi tolak ukur NUN dan tes tulis. Tuhan menciptakan manusia itu dengan bakat yang berbeda-beda. Bukan berarti siswa yang NUN-nya jeblok itu GBLK.
Bisa jadi, siswa yang NUN-nya jeblok, itu ternyata pandai dibidang menggambar (calon arsitek). Bisa jadi, siswa yang NUN-nya jeblok, itu ternyata ahli di bidang IT (calon Menteri Komunikasi dan Informatika). Bisa jadi juga, siswa yang NUN-nya jeblok, itu memiliki kelebihan kuat dalam hafalan (calon hafiz). So, apa bukan diskriminasi namanya, jika ada sekolah favorit atau kata lain unggulan menggelar PPDB hanya berpatokan dengan jalur NUN dan tes tulis (kita renungkan sendiri).
Lalu, kenapa sistem zonasi ini seakan membuat semua orang ribut. Utamanya para orang tua wali murid? Bro... (kembali dengan gaya Gus Miftah) saya sampaikan, yang ribut itu hanya orang-orang tertentu saja. Karena masih ada sebagian orang tua yang beranggapan sekolah favorit itu paling yes... sekolah unggulan itu paling top... Sehingga, jika anaknya tidak masuk di dua jenis sekolah itu seakan dunia ini akan berakhir.
Ada gengsi yang luar biasa pada diri mereka. Padahal, kesuksesan seseorang itu tidak hanya ditentukan berapa NUN-nya, berapa IPK-nya, ranking berapa saat masih sekolah, dan di mana dia sekolah.
Sebagaimana riset yang dilakukan oleh Thomas J. Stanley, yang memetakan 100 faktor berpengaruh terhadap tingkat kesuksesan seseorang berdasarkan survei yang dilakukan di Amerika. Bahwa, NUN, IPK, dan ranking tidak terlalu berpengaruh terhadap kesuksesan seseorang. Menurut Stanley, NUN, IPK, dan ranking hanyalah faktor sukses urutan ke-30. Sementara faktor IQ pada urutan ke-21. Dan bersekolah di universitas/sekolah favorit di urutan ke-23.
Lalu apa faktor tertinggi yang menentukan kesuksesan seseorang? Menurut riset Stanley, 10 faktor teratas yang akan mempengaruhi kesuksesan seseorang itu yakni, kejujuran, disiplin keras, mudah bergaul, dukungan pendamping, kerja keras, kecintaan pada yang dikerjakan, leadership, kepribadian kompetitif atau mampu berkompetisi, hidup teratur, dan kemampuan menjual ide atau kreatif/inovatif.
So, mari mulai dari sekarang. Kita sebagai orang tua harus selalu mengajarkan pada anak kita tentang kejujuran dan disiplin. Wallahu a'lam bis-shawab.(*)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H