Rhoma Irama, memang legenda. Pantas bila ia kemudian ditasbihkan sebagai raja dangdut. Gelar yang pantas diberikan atas dedikasinya kepada musik dangdut. Dengan soneta band, ia merintis karir, hingga kemudian sukses dan menjadi bintang. Sederet lagu ciptaannya yang juga ia dendangkan, kini tak lekang di bunuh waktu.
Salah satu lagu Rhoma yang melegenda adalah Begadang. Bahkan lagu “Begadang” ini, sudah dianggap lagu kebangsaannya para 'pengangguran', karena pas dengan keseharian mereka yang tak ada kerjaan, mengisi waktu dengan begadang menemani habisnya malam.
Sekarang raja dangdut, tengah merintis peluang baru. Ia sedang mengadu peruntungan di panggung politik. Tak tanggung-tanggung, ia mengincar posisi Presiden RI. Rhoma sedang meretas ambisi, mengganti julukan raja dangdut, menjadi orang nomor satu di Indonesia. Lewat Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), partai besutan Cak Muhaimin Iskandar, ia meretas ambisi itu.
Namun bukan perkara mudah menuju Istana Negara. Sebab banyak pesaing yang juga tak kalah tenar. Ada Joko Widodo alias Jokowi yang namanya kini tengah moncer-moncernya. Lalu, ada Prabowo Subianto, pensiunan jenderal bintang tiga, yang pernah mengomandani pasukan elit TNI-AD, Kopassus. Pesaing lainnya, Aburizal Bakrie, konglomerat pemilik Grup Bakrie yang juga nakhoda Partai Golkar. Kemudian, ada nama Wiranto, eks Panglima TNI, dengan empat bintang di pundaknya.
Di PKB sendiri, bukan perkara mudah untuk langsung dapat tempat. Selain partai tersebut, belum tentu juga dapat meraih suara signifikan dalam pemilu legislatif nanti, yang akan jadi syarat pencapresan, tapi di sana pun sudah ada sederet pesaing. Misalnya Mahfud MD, eks Ketua Mahkamah Konstitusi. Atau Jusuf Kalla, mantan Wakil Presiden yang sempat disebut oleh beberapa DPW PKB, sebagai capres yang layak diusung partai nahdliyin tersebut. Dengan mereka Rhoma bersaing untuk jadi yang utama di PKB.
Untuk mendapatkan simpati, Rhoma sudah lama bergerak. Baliho Raja Dangdut itu, sudah lama pula terpasang dimana-mana. Satu baliho menuai polemik karena mencantumkan gelar Profesor. Rhoma juga rajin tampil di televisi. Di acara Mata Najwa yang tayang di stasiun televisi Metro TV, Rhoma tampil gagah dengan kaca mata hitamnya. Sayang, di acara itu, penampilan Rhoma tak maksimal. Banyak penonton yang mencibirnya. Di media sosial, penampilan Rhoma di Mata Najwa, acara yang diasuh Najwa Shihab, putri dari ahli tafsir Qurais Shihab banyak dibincangkan. Rata-rata memperoloknya.
Lalu sebenarnya seberapa besar peluang Rhoma untuk jadi presiden di republik ini. Karena pemilihan presiden belum dilangsungkan, hasil sigi lembaga survei, menjadi salah satu rujukannya. Pada Rabu pekan kemarin, sebuah lembaga riset dan konsultan politik, Charta Politika, merilis hasil survei terbarunya. Survei bertajuk, “" Analisis Perilaku Pemilih Di Pemilu Legislatif 2014 : Pengaruh Kekuatan Tokoh dan Media.”
Ternyata dari 1,200 responden yang dijadikan sampel, yang mendukung Rhoma sebagai capres terbilang minim. Tingkat elektabilitas si Raja Dangdut itu hanya 1 persen. Nomor satu, tetap Joko Widodo alias Jokowi. Mantan Wali Kota Solo ini, elektabilitasnya mencapai 32,6 persen. di posisi dua, bertengger nama Prabowo dengan elektabilitas sebesar 13,8 persen. Lalu, di urutan berikutnya ada Aburizal Bakrie (8,5 persen), Wiranto (6,4 persen), Jusuf Kalla (4,1 persen), Dahlan Iskan (2,5 persen), Hatta Rajasa (1,8 persen), Mahfud MD (1,6 persen), baru di bawah mantan Ketua Mahkamah Konstitusi itu, menclok nama Rhoma Irama dengan elektabilitas sebesar 1 persen. Nama-nama lainnya, hanya nol koma sekian persen.
Sigi Charta juga menguji tingkat elektabilitas dari 27 nama calon dengan pertanyaan tertutup. Hasilnya, Rhoma berada di posisi kesepuluh. Posisi nomor wahid, tetap Jokowi. Tingkat elektabilitas si Raja Dangdut juga, tak kinclong-kinclong amat, meski ia masuk sepuluh besar. Ia mendulang elektabilitas sebanyak 1,5 persen, cukup minim, jauh di bawah Jokowi yang elektabilitasnya mencapai 37,4 persen.
Yang miris, Rhoma ternyata adalah capres yang paling tidak disukai responden. Hal itu tergambar dalam hasil survei Charta. Responden yang tak menyukai si Raja Dangdut ini mencapai 15,8 persen. di urutan dua, capres yang dibenci responden adalah Aburizal Bakrie. Nakhoda beringin ini tak disukai oleh 11,3 persen responden. Sementara capres ketiga yang tak disukai responden adalah Mega. Tingkat ketidaksukaan kepada Mega ini, mencapai 7,2 persen.
Nah, survei Charta juga menguji pilihan terhadap capres berdasarkan pekerjaan. Hasilnya, mereka yang tidak bekerja, tidak menyukai si pelantun lagu Begadang tersebut. Bahkan yang mendukung Rhoma, tak ada alias nol persen. Mereka yang pengangguran lebih banyak mendukung Jokowi. Dukungan para pengangguran kepada Jokowi cukup besar, mencapai 38,8 persen. di urutan dua, capres yang banyak di dukung mereka yang tak bekerja adalah Prabowo Subianto. Mantan Pangkostrad itu mendulang dukungan dari para pengangguran sebanyak 16,3 persen. Sementara Pak Ical, senasib dengan Rhoma. Meski ia seorang yang berlatar pengusaha, dukungan dari mereka yang tak bekerja, sama sekali tak ada. Penguasa beringin ini, sama sekali tak mendapat dukungan alias nol persen. Justru yang didukung para pengangguran itu, adalah Jusuf Kalla (JK), mantan penguasa beringin sebelum Pak Ical. Mantan Wakil Presiden itu, mendapat dukungan dari responden yang tak bekerja, sebanyak 8,2 persen. Di bawah Pak JK, bertengger nama Wiranto dan Hatta Rajasa, yang sama-sama mendulang dukungan dari para pengangguran sebanyak 6,1 persen.
Sayang memang, pembuat, pelantun dan pemilik lagu kebangsaan para pengangguran, “Begadang” itu tak didukung sama sekali. Ini artinya, Rhoma tak begitu diyakini oleh para pengangguran dapat memberi mereka lapangan pekerjaa. Faktanya, dalam survei Charta, pilihan terhadap capres berdasarkan pekerjaan, Rhoma sama sekali tak didukung oleh mereka yang belum atau tak bekerja. Dukungan terhadap Rhoma dari mereka nol persen.
Survai Charta sendiri menurut Direktur Eksekutifnya, Yunarto Wijaya, dilakukan pada 1-8 Maret 2014, menggunakan metode wawancara tatap muka. Responden yang dilibatkan 1.200 orang. Mereka yang menjadi responden adalah warga negara Indonesia atau yang telah berusia 17 tahun keatas. Margin of error +/- 2,83 persen pada tingkat kepercayaan 95 persen.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H